Sebuah tragedi menimpa keluarga gadis berusia 18 tahun bernama Larissa Haninda. Sang Ibu dimasukkan ke dalam jeruji penjara oleh Adiknya sendiri. Wanita itu menuduh Ibu Larissa telah membunuh Kakaknya yang tak lain suami atau Ayahnya Larissa. Si Bibi pun mengusir keponakannya dari rumah, dia tidak peduli dengan apa yang akan terjadi pada gadis tersebut diluaran sana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shn_Bryy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chap 23
Flora diam-diam menyelinap keluar dari rumah. Dia ingin menginap di tempat sahabatnya, Sania. Namun, baru saja membuka pintu dirinya sudah ketahuan oleh wanita yang Hans bawa. Si Wanita langsung mengadu jika istrinya akan kabur dari rumah, sontak saja Hans menatap tajam pada Flora sampai membuatnya ketakutan.
Tanpa belas kasihan suaminya menarik kasar tangan sang istri. Mendorong Flora sampai terbentur dinding, dia memegang perutnya yang terasa sakit, meminta bantuan para asisten percuma, mereka diam mematung tidak berani bergerak. Si nenek asisten lama akhirnya mendekat membantu Flora berdiri, dia juga meminta Hans untuk tenang.
Didalam kamar Flora meringis kesakitan, sesuatu keluar dari bawah. Dia panik dan si nenek segera menelpon ambulans. Ketika istrinya dibawa ke rumah sakit pria itu hanya memperhatikan sambil memegang pinggang wanita disampingnya. Keduanya melanjutkan cinta yang belum terselesaikan.
Flora mengalami keguguran, rasa sedih menyelimuti hatinya. Tidak ada orang untuk merangkul dia dalam kesendiriannya. Kedua orangtuanya tidak tahu kemana, mereka berdua sungguh tidak merasa cemas atau apapun pada putrinya yang kini tengah menderita. Flora bangkit dari ranjang, dia berjalan menuju jendela menatap langit dengan mata berkaca-kaca. Pikirannya sudah sangat kacau, dia berpikir jika bunuh diri mungkin jalan terbaik untuknya. Sang calon anak sudah tidak ada, suami? Flora tak bisa lagi mengharapkan Hans menjadi pria baik. Mungkin suaminya itu terlahir menjadi manusia jahat dan kejam.
Jendela telah terbuka, Flora berdiri tanpa melihat ke bawah matanya pun kosong. Saat akan siap meloncat tiba-tiba seorang dokter datang dan langsung menariknya. Flora masih terdiam, tak lama tangisnya pecah. Sang dokter dia pukul-pukul sambil mengeluarkan semua penderitaan yang selama ini di alaminya.
Dokter menyuntikkan obat penenang, setelahnya mengangkat Flora kembali ke ranjang. Dia melihat dengan tatapan kasihan pada wanita yang terbaring itu. “Pasti berat banget kehidupannya.”
Dokter melihat sebuah kertas yang ada di meja. Di sana tertulis nomor handphone dengan nama Sania. Tanpa bertanya sang dokter segera menghubungi nomor tersebut dan akhirnya telepon terhubung. 20 menit kemudian Sania datang dengan wajah cemas. Dia mematung melihat satu sahabatnya terbaring lemah. Wajah Flora begitu pucat.
Sania menangis, memegang lengan Flora sambil menciumnya meminta sang sahabat bangun. “Flo..., kamu kenapa? Lama nggak ada kabar dan sekarang kamu sudah ada di rumah sakit dengan keadaan kayak gini.”
“Bangun Flora, aku Sania ada di sini. Flo......”
...----------------...
Ayunda datang berkunjung, Pram tersenyum saat melihat sahabatnya bersama sang kakak. Larissa yang muncul tiba-tiba langsung membisikkan sesuatu. Mereka berdua berencana ingin menjodohkan Riko dengan wanita cantik dan pintar seperti Ayunda. “Kalo aku sih setuju banget, lagian nggak capek apa sendiri terus. Kayak aku dong udah ada kamu.”
“Hilih! Kalo misalkan waktu itu aku nolak pasti sampai tua kamu bakal sendiri terus. Nggak ada wanita yang mau sama kamu yang dingin, ketus dan kejam.”
“Perasaan aku baik deh, kalo kejam mungkin udah aku banting kamu.”
Keduanya tertawa bersama, omongan mereka hanya candaan belaka. Larissa mengajak Ayunda ke kamar, gadis itu ingin menceritakan sesuatu. Riko sempat menghentikan sebab kedatangan wanita tersebut ke rumah adalah untuk membahas bisnis. “Jangan marah ya calon kakak ipar ku pinjam bentar.”
“Heh mulut!”
“Kenapa? Mulutku oke kok, hah hah hah, wangi.” Ayunda menggelengkan kepala, dia menghentikan pertengkaran itu. Riko ingin melempar Larissa dengan sandal namun dicegah oleh Pram.
Besok paginya, Larissa pergi ke sekolah bersama dua pria tampan. Ketika turun dari mobil semua orang langsung menatapnya. Larissa tidak menyangka bakal ada banyak murid di sekolah, walaupun waktu masih terbilang sangat pagi. Melihat Larissa datang Mentari CS segera menghampiri, menyapa kedua pria tampan itu dengan sopan.
Sungguh beruntung Larissa bisa diangkat jadi keluarga Wardhana. Siska bahkan tidak berkedip saat menatap Riko. Gadis itu terus tersenyum dan tidak menyadari jika Mentari mencubitnya. Riko dengan wajah kaku nan dingin mengabaikan gadis-gadis muda yang mengerumuni, padahal mereka semua nampak cantik.
Kedatangan Pram dan kakaknya disambut hangat oleh pihak sekolah. Keduanya bahkan dijadikan tamu istimewa, diberi tempat duduk paling depan. Pukul 08.30 acara festival dimulai. Mentari CS menari diatas panggung sebagai pembukaan. Sisanya dilanjut dengan para murid bernyanyi dan pentas lainnya. Selain untuk hiburan bagi semuanya, acara tersebut juga sebagai nilai tambahan untuk siswa yang ikut serta menampilkan bakat mereka.
Larissa terkejut bukan main saat namanya dipanggil untuk maju ke depan dan tampil bersama Kenan. Mereka diminta bernyanyi, karena Kenan cowok populer banyak murid-murid yang langsung meneriaki. Pram menganggukkan kepala mengizinkan istrinya maju. Pada akhirnya duet antara Larissa dan Kenan pun sukses, keduanya mendapat banyak sekali tepuk tangan. Kenan menatap gadis di sampingnya begitu tajam, Pram yang melihat merasa cemburu.
“Waduh, bahaya sih ini. Mana cocok lagi masih muda semua,” seru Riko. Pram melirik tajam pada kakaknya sedangkan orang yang dilirik malah tertawa kecil. Larissa turun dari panggung, keningnya berkerut saat melihat sang suami memasang wajah dingin. Gadis itu kebingungan, dia melirik si kakak ipar tapi Riko malah mengangkat kedua bahunya.
“Kamu kenapa?” bisik Larissa.
“Nggak papa. Lain kali aku nggak ngizinin kamu duet-duet lagi sama cowok, kecuali cewek.”
“Cemburu yeah? Ish senangnya aku, tanda kamu sayang.” Pram tak menjawab, matanya tetap fokus melihat ke depan.
“Om lucu deh kalo kayak gini,” sambung Larissa.
Sang suami bangkit dari tempat duduk menarik tangan Larissa pergi ke salah satu kelas. Pram sudah sangat gemas akan tingkah istrinya itu, ingin sekali mencubitnya. Larissa merasa terpojok, tangannya terkunci. Lambat laun wajah suaminya mulai mendekat gadis itu mulai gelisah takut ada orang lain yang melihat. Hampir saja keduanya akan berciuman, Kenan membuka pintu dengan tiba-tiba.
Melihat pemandangan didepannya cowok itu melanjutkan langkah meninggalkan kelas yang berisi Larissa dengan suaminya. Pram terlihat sangat tenang berbeda akan istrinya yang khawatir.
“Sialan emang, mesra-mesraan di sekolah.”
“Lu kenapa bre kayak kesel gitu. Muka udah jelek jangan di tambah lagi,” seru Baim.
“Berisik!”
