Rasa sakit yang Maura rasakan saat mengetahui Rafa menikah dengan wanita lain tidak sebanding dengan rasa sakit yang kini dia rasakan saat tahu dirinya tengah hamil tanpa tahu siapa lelaki yang sudah membuatnya hamil.
Kejadian malam dimana dia mabuk adalah awal mula kehancuran hidupnya.
Hingga akhirnya dia tahu, lelaki yang sudah merenggut kesuciannya dan membuatnya hamil adalah suami orang dan juga sudah memiliki seorang anak.
Apa yang akan Maura lakukan? Apakah dia akan pergi jauh untuk menyembunyikan kehamilannya? Atau dia justru meminta pertanggung jawaban kepada lelaki itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dewi widya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Di rumah sakit, Fabian terlihat baru saja keluar dari ruangan direktur diikuti tiga dokter lainnya juga seorang perawat. Fabian juga terlihat serius berbincang dengan mereka selama menunggu lift terbuka.
"Dokter Tomi, Anda tinjau lagi pasien bersama yang lainnya." Pinta Fabian yang langsung diangguki Tomi (dokter saraf) juga yang lain.
"Kau ikut aku." Tunjuk Fabian pada Vira. "Kita bahas lagi prosedur nya juga mengevaluasi penyakit pasien." Ujar Fabian yang terlihat sekali kalau dia tengah serius dalam bekerja. Dia bahkan tidak sempat memberi kabar sama Maura selama dua hari terakhir ini semenjak pulang dari Jogja. Bahkan dia juga mengabaikan ponsel pribadinya dan hanya fokus pada ponsel kerjanya untuk berkomunikasi dengan rekan kerjanya saja.
Fabian sibuk menganalisis dan mempelajari penyakit pasien yang akan dia operasi dua hari lagi. Dia dokter bedah saraf terbaik yang dimiliki rumah sakit tempat bekerjanya saat ini. Selain itu dia juga dokter termuda yang berkompeten dan memiliki jam pengalaman terbaik di ruang operasi dengan tingkat keberhasilan yang tidak diragukan lagi. Maka dari itu, Andre mempercayakan Fabian dan meminta Fabian untuk mengoperasi pasien yang saat ini memiliki dudukan tinggi di pemerintahan.
Kenapa bukan Raka? Bukankah Raka seorang dokter kepala di spesialis bedah? Dia juga dokter muda terbaik di rumah sakit tersebut. Jawabannya karena Raka bukan dokter bedah saraf, dia merupakan dokter bedah jantung. Jadi dia tidak ikut andil mengingat saat ini pasien yang akan di operasi mengalami kerusakan saraf pada otak akibat benturan saat kecelakaan.
Kembali ke Fabian dan Vira, mereka sudah kembali ke ruangan mereka dan mempelajari lagi penyakit pasien bersama Danu juga. Sedangkan Tomi sama yang lainnya sudah menuju bangsal VVIP dimana pasien dirawat.
"Dok!! Bagaimana kalau nanti kita tidak berhasil?" Tanya Danu lirih. Dia tidak terlalu percaya diri dengan tugas yang diberikan pada dirinya. Apalagi dirinya hanya seorang dokter residen. Padahal tugasnya hanya memperhatikan dan mencatat poin mana saja yang belum dia mengerti dan dia juga membantu Vira nantinya.
"Bukannya kau ingin menjadi seorang dokter hebat yang bisa menyembuhkan pasien, sesuai cita-cita mu selama ini?" Danu mengangguk ragu. "Buang pikiran negatif mu itu, berhasil tidaknya operasi itu tergantung sama yang diatas dan kinerja kita. Kalau kamu takut, tidak berani melawan tantangan, lebih baik kamu resign jadi dokter. Seorang dokter tidak boleh ragu dalam menangani pasien atau akan terjadi sesuatu pada pasien nantinya."
Danu menunduk malu mendengar perkataan Fabian. Apa yang Fabian katakan benar, kalau kita ragu dalam bertindak, pasti akan terjadi kesalahan begitu sebaliknya. "Aku harus percaya diri dan buktikan pada diri sendiri kalau aku bisa menjadi dokter yang hebat. Kalau bisa melebihi Dokter Fabian juga Dokter Raka." Gumam Danu dalam hati menyemangati dirinya sendiri.
Bukan hanya Danu yang takut gagal dalam operasi besok, tapi Fabian juga. Jabatannya sebagai dokter dipertaruhkan untuk kedepannya. Dia akan berusaha sebaik dan sebisa mungkin melakukan operasi sesuai prosedur atau dia tidak bisa melihat Maura juga anaknya nantinya.
🌷🌷🌷
Hari yang dijadwalkan telah tiba. Hari ini Fabian akan melakukan tindakan operasi yang dimana jabatannya akan dipertaruhkan untuk kedepannya. Sebelumnya Andre sudah membuat perjanjian pada Fabian sebelum memutuskan Fabian yang akan bertanggung jawab atas operasi besar kali ini. Dia akan memutasi Fabian ke rumah sakit di daerah terpencil bila operasinya gagal, dan sebaliknya Andre akan mengangkat Fabian menjadi wakil direktur rumah sakit bila operasi kali ini berhasil. Andre melakukan itu bukan karena Fabian dan keponakannya memiliki suatu hubungan, melainkan karena memang sudah dari lama dia mengincar Fabian untuk dijadikannya wakil direktur.
Raka yang mendengar kabar tentang Fabian yang akan diangkat menjadi wakil direktur rumah sakit merasa tidak terima. Selama ini dia berusaha keras menjadi dokter terbaik di rumah sakit, namun Fabian yang merupakan rivalnya sejak dulu justru yang mendapatkan peluang itu.
Raka dan juga Fabian dulunya sama-sama murid berprestasi. Keduanya juga sama-sama sekolah jalur akselerasi dan sekolah ditempat yang sama bahkan kuliah pun juga satu kampus, meski saat melanjutkan program studi spesialis mereka kuliah ditempat yang berbeda, tetap saja Raka menganggap Fabian musuh saat tahu Fabian bekerja di rumah sakit yang sama dengan dirinya. Tapi nasib Fabian selalu beruntung dibandingkan dengan dirinya. Itu yang membuat Raka selalu menganggap Fabian sebagai rivalnya.
"Aku kira setelah kau berurusan dengan keluarga Abrisam nasibmu akan buruk. Ternyata aku salah. Aku harap operasi mu kali ini gagal dan kau akan pergi dari sini." Gumam Raka yang berharap sesuatu yang buruk terjadi saat operasi nanti dan membuat Fabian diasingkan ke daerah terpencil sesuai apa yang dia dengar dan dia inginkan tentunya.
Di ruang operasi semuanya nampak tenang dan serius dalam menangani pasien, meski ada ketegangan juga tentunya karena yang mereka tangani adalah orang berpengaruh di pemerintahan. Keringat terus bercucuran keluar dari kening Fabian, dengan dibantu perawat bedah, keringat Fabian diusap.
"Dekat mata." Ucap Fabian saat didekat kelopak matanya masih terasa basah karena keringat, membuat pandangan matanya sedikit kabur sehingga tidak begitu jelas saat melihat tindakan melalui bantuan mikroskop. Dengan cekatan perawat bedah langsung mengusap lagi keringat di dekat mata Fabian.
Sudah empat jam Fabian melakukan tugasnya sesuai SOP bedah setelah tempurung dibedah sama Vira. "Rileks kan tanganmu." Ucap Fabian saat pinset yang Vira pegang untuk menahan bekas sayatan biar tetap terbuka justru tertutup sedikit sehingga membuat Fabian susah untuk melakukan tindakan.
"Dokter!! Tekanan darah pasien melemah." Dokte Tomi yang mendampingi pasien memberi tahu keadaan pasien saat ini.
Fabian hanya berdehem dan tetap fokus pada tugasnya. Dia harus segera menyelesaikan tugasnya tetap waktu kalau tidak nyawa pasien yang jadi taruhannya.
Danu yang ada disana juga hanya bisa melihat tanpa membantu. Dia ada disana karena saat ini tengah melihat dan belajar bagaimana melakukan tindakan operasi besar seperti saat ini. Dia terus saja memuji ketenangan Fabian dalam bekerja meski resikonya sangat tinggi.
Fabian menghembuskan nafas lelah saat berhasil mengembalikan fungsi saraf otak milik pasien. "Lanjutkan!" Ucap Fabian pada dokter yang bertugas menutup dan menjahit kembali bekas operasi.
"Terima kasih atas kerjasamanya." Ucap Fabian pada dokter anestesi dan dokter lainnya juga perawat yang ada di sana.
"Terima kasih kembali Dokter Bian." Balas mereka.
Fabian diikuti Vira juga Danu segera keluar dari ruang operasi dan membersihkan diri di wastafel. "Aku temui keluarga pasien dulu." Ucap Fabian yang sudah selesai melepas atribut ruang operasi dan membersihkan diri.
"Bagaimana dengan Papa saya?" Tanya keluarga pasien saat melihat Fabian keluar dari ruang operasi.
Fabian tersenyum sebelum menjawab. "Pasien masih belum sadar, masih dalam pengaruh obat bius. Untuk operasinya sudah selesai dan tinggal nunggu hasilnya."
"Kenapa harus nunggu hasilnya? Apa operasinya tidak berjalan lancar?" Keluarga pasien nampaknya tidak terima karena harus menunggu hasil operasi dan berpikir operasinya gagal.
"Operasi berjalan lancar dan tidak ada kendala. Tapi untuk hasilnya kita nunggu pasien sadar terlebih dahulu. Kami akan cek lagi kondisinya setelah pasien sadar." Jelas Fabian. Sejujurnya dia sendiri juga belum tenang karena tanda berhasil tidaknya operasi adalah setelah pasien sadar.
Andre yang memang sedari tadi juga ada disitu meminta Fabian untuk segera pergi. Dia tahu Fabian pasti lelah karena harus bekerja sendirian mengingat Danu belum bisa membantu dengan maksimal. Sedangkan Vira hanya seorang dokter bedah. Ada Gerry yang juga dokter bedah saraf, tapi dia ada jadwal operasi di jam yang sama membuat Fabian harus berkerja sendiri.
Fabian mengangguk permisi pada Andre dan keluarga pasien. Dia segera kembali ke ruangannya untuk mempelajari kembali hasil operasinya hari ini.
"Bagaimana? Sukses?" Tanya Gerry yang ternyata juga sudah selesai menjalani operasi. Fabian tersenyum dan mengangguk pelan.
"Jangan senang dulu. Operasi dianggap berhasil setelah pasien sadar dari komanya." Ucap Raka yang terdengar begitu sinis ditelinga.