Perselingkuhan istri dan sahabatnya, membuat Vicky Zean trauma untuk menjalin hubungan dengan seorang wanita. Selama lima tahun, ia memilih menjadi Single Daddy untuk putra kesayangannya.
Namun, kini, ia justru tertarik dengan seorang gadis belia yang baru akan lulus jenjang SMA, Rhea Athalia hanya karena pertemuan singkat yang mengesankan baginya.
Meski perbedaan usia yang terpaut sangat jauh, Vicky tetap menjadikan Rhea sebagai target cintanya dan membuat beberapa jebakan agar Rhea bisa jatuh ke dalam pelukannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AdindaRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kandang Singa atau Harimau.
Di Kediaman Vano dan Dela pagi ini sudah ramai dengan tidak adanya Rhea di dalam kamar. Beberapa barang kesayangan Rhea, pakaian, dan juga koper Rhea sudah tidak ada di tempatnya. Sudah jelas jika kali ini Rhea kabur dari rumah dan tidak meninggalkan apa-apa, termasuk secarik surat.
Bahkan, ponsel Rhea juga sama sekali tidak bisa dihubungi. Asisten rumah tangga pun menjadi tempat luahan amarah Mama Dela yang tidak mengetahui kepergian Rhea sama sekali. Kini Mama Dela hanya bisa menangisi kepergian Rhea yang tanpa kabar sedikitpun.
Bayangan Rhea yang hidup sendirian di luar sana membuat ketakutan tak terkira yang Dela rasakan. Sebab, meskipun putri semata wayangnya sudah besar dan mandiri karena sering ditinggal dalam urusan bisnis, tetap saja rasa khawatir seorang ibu tidak bisa dielakkan melihat putri kesayangannya kabur dari rumah.
“Jika seperti ini jadinya, lebih baik kita kehilangan semuanya daripada kehilangan Rhea! Papa terlalu berambisi terhadap bisnis sampai membuat anak kita kecewa dan memilih untuk pergi dari rumah!” Mama Dela terus menyesali keputusannya dan menyalahkan suaminya sambil terisak-isak.
“Kok jadi papa yang disalahin, sih! Bukannya mama juga udah setuju sama rencana kita setelah melihat dan mengenal Vicky dengan baik?” balas Papa Vano yang sedikit tidak terima dengan tuduhan istrinya.
“Kalo gitu, sekarang mama tidak setuju dan batalkan saja semuanya! Aku lebih baik merintis lagi dari awal daripada harus kehilangan anak!”
“Gak mungkin, Ma! Uang dari Vicky sudah kita gunakan hampir separuh untuk membangun kembali resto kita! Mama ini gimana, sih? Rhea juga akan pergi ikut suaminya kan kalo udah nikah? Sama aja dengan meninggalkan kita berdua!”
“Tapi ini beda, papa!” suara Mama Dela mulai meninggi.
“Papa gak inget ancaman Rhea tadi malam? Dia lebih baik mati bunuh diri daripada harus nikah muda!” Ucapan Mama Dela kali ini membuat Papa Vano mengusap wajahnya kasar.
Awalnya, ia menganggap jika putrinya hanya sedang memberinya sebuah gertakan kecil. Bayangannya saat ini, Rhea pasti pergi ke Rumah Naya atau Caitlin sahabatnya. Tapi, mengingat ancaman Rhea tadi malam membuat hatinya mulai diselimuti rasa khawatir yang besar.
“Kalo gitu, mama hubungi Naya atau orang tuanya! Papa akan hubungi Caitlin!” titah Papa Vano.
Mama Dela pun mengusap air matanya dan segera menghubungi Naya. Sayangnya, Naya mengabarkan jika sejak sore sudah tidak bertukar pesan dengan Rhea sama sekali. Jadi, kemungkinan Rhea tidak menuju rumah Naya karena Rhea pasti menghubungi Naya jika ingin berkunjung ke rumahnya.
Sedangkan Papa Vano pun juga tidak mendapatkan Rhea di rumah Caitlin. Wajahnya mulai gusar dan ia langsung berbalik melangkahkan kakinya keluar rumah.
“Papa mau kemana?” tanya Mama Dela berteriak.
“Mau tanya satpam komplek. Dia pasti tahu ke arah mana Rhea pergi!” jawab Papa Vano yang kini sudah berada di atas motor.
Namun, saat ia hendak menjalankan motornya, ponselnya berdering dan tampak ada panggilan dari Vicky. Papa Vano pun mengurungkan niatnya dan mematikan mesin motornya untuk menjawab panggilan dari Vicky.
Wajahnya yang tadinya gusar, kini berubah menjadi raut wajah yang tampak lega saat mengetahui jika Rhea ternyata kabur dan singgah ke rumahnya. Meskipun Vicky mengabarkan keadaan Rhea sedang tidak baik-baik saja, setidaknya Papa Vano merasa jika Rhea sudah berada di tempat yang aman.
Kini, Vicky hanya memintanya untuk menunggu Rhea di rumah saja dan tetap berusaha mengirimkan beberapa pesan ke ponsel Rhea. Permintaan Vicky pun langsung disetujui oleh Papa Vano. Ia pun mengakhiri panggilan mereka dan kembali turun dari motor.
“Kenapa gak jadi, Pa?” tanya Mama Dela.
“Rhea sudah berada di tempat yang aman. Mama tahu gak kali ini dia kabur kemana?” tanya Papa Vano dan Mama Dela langsung menggelengkan kepalanya.
“Ke rumah Vicky!” balas Papa Vano sambil terkekeh pelan dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.
“Anak itu ternyata seperti pepatah keluar kandang Singa, masuk ke kandang Harimau. Lucu dan menggemaskan. Papa yakin, kali ini Vicky akan mengatasi masalah ini, Ma! Yang jelas, kita cukup ikuti aja cara mainnya.”
Mama Dela kini bisa bernafas lega mendengar penjelasan dari suaminya. Ia pun sudah tidak begitu khawatir seperti tadi. Mama Dela mengikuti Langkah suaminya dan duduk di sampingnya.
“Lalu, bagaimana keadaan Rhea sekarang?” tanya Mama Dela.
“Keadaannya sedang tidak baik. Rhea demam dan tampak sangat tertekan. Bahkan ia sempat pingsan saat sudah masuk ke rumah Vicky.” Papa Vano langsung memegang tangan istrinya untuk tidak kembali merasa khawatir.
“Tapi, mama tenang saja! Vicky sudah memanggilkan dokter untuk Rhea.”
Mama Dela langsung teringat jika putri semata wayangnya pasti akan demam dan nyaris jatuh pingsan selepas menangis semalaman.
Hal ini terus terjadi berulang kali setiap nenek dan kakeknya meninggal dunia. Kesedihan Rhea yang berlarut ini sudah sempat dikonsultasikan ke psikologi dan mulai berangsur hilang.
Rhea tidak lagi mengalami hal seperti ini saat ia kehilangan nenek dari papanya yang nota benernya paling ia sayang dan saat itu adalah nenek satu-satunya. Keberhasilan ini membuat Rhea bertekad untuk menjadi seorang psikolog.
Namun, masalah yang kini tengah menimpanya membuatnya kembali larut dan terpuruk dalam kesedihannya. Hal ini membuat Mama Dela kembali mengkhawatirkan Rhea.
"Kalau begitu, mama harus datang ke rumah Vicky sekarang!" ucap Mama Dela yang langsung beranjak dari tempat duduknya.
Namun, Papa Vano langsung menahan istrinya yang hendak pergi dan memintanya untuk kembali duduk.
"Jangan, Ma! Percayalah! Rhea akan baik-baik saja!"
"Tapi, Pa..."
"Percayalah, Vicky akan menjaganya dengan baik. Lebih baik Mama kirim pesan kepada Rhea dan membujuknya untuk pulang meski ponselnya sekarang sedang tidak aktif!"
Mama Dela pun mengikuti saran dari suaminya Meski hatinya kini sedang tidak tenang.
Sedangkan di sisi lain, Dokter yang telah memeriksa Rhea kini menyarankan untuk tidak membebani pasien dengan masalah yang berat karena keadaan Rhea kali ini tak lain karena psikisnya yang bermasalah.
Penjelasan Dokter membuat Vicky merasa sangat bersalah karena sudah mengedepankan egonya sendiri dan menjadikan Rhea sebagai target cintanya.
"Terima kasih banyak, Dokter! Saya akan mencoba untuk tidak meleraikan masalah yang kini tengah dihadapi oleh Rhea!" ucap Vicky.
"Sama-sama, Tuan Vicky. Kabari saya keadaan Rhea secara berkala. Nanti sore, saya akan mengecek keadaannya kembali! Kalau begitu, saya permisi dahulu!"
Dokter yang memeriksa Rhea pun undur diri. Sedangkan Dean yang baru saja bangun dari tidurnya dan mendengar jika Rhea baru saja diperiksa di kamar tamu pun langsung menuju ke kamar tamu.
Namun, langkahnya langsung dihadang oleh Daddynya.
"Mau ke mana, Dean?"
"Kata Onty Lisa, Kak Rhea sedang sakit dan aku ingin melihat keadaannya, Daddy!"
Jawaban Dean membuat Vicky mengalihkan pandangannya ke Lisa yang kini berdiri di belakang Dean.
"Seharusnya tidak perlu memberi tahu Dean dulu, Lisa!"
"Emm, Dean sangat sulit dibangunkan karena tidur larut malam, Kak! Tapi saat aku bilang Rhea sedang diperiksa oleh dokter di kamar tamu, dia langsung membuka matanya dan cepat-cepat bangun!" balas Lisa.
"Aku ingin melihat keadaan Mynda Rhea, Daddy!" pinta Dean sambil memperlihatkan puppy eyesnya.