NovelToon NovelToon
Sistem Tak Terukur

Sistem Tak Terukur

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Fantasi Timur / Sistem / Harem / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:7.6k
Nilai: 5
Nama Author: Eido

Update tiap hari ~
Follow Instagram: eido_481
untuk melihat visual dari karakter novel.

Setelah begadang selama tujuh hari demi mengejar deadline kerja, seorang pria dewasa akhirnya meregang nyawa bukan karena monster, bukan karena perang, tapi karena… kelelahan. Saat matanya terbuka kembali, ia terbangun di tubuh pemuda 18 tahun yang kurus, lemah, dan berlumur lumpur di dunia asing penuh energi spiritual.

Tak ada keluarga. Tak ada sekutu. Yang ada hanyalah tubuh cacat, meridian yang hancur, akibat pengkhianatan tunangan yang dulu ia percayai.

Dibuang. Dihina. Dianggap sampah yang tak bisa berkultivasi.

Namun, saat keputusasaan mencapai puncaknya...

[Sistem Tak Terukur telah diaktifkan.]

Dengan sistem misterius yang memungkinkannya menciptakan, memperluas, dan mengendalikan wilayah absolut, ruang pribadi tempat hukum dunia bisa dibengkokkan, pemuda ini akan bangkit.

Bukan hanya untuk membalas dendam, tapi untuk mendominasi semua.
Dan menjadi eksistensi tertinggi di antara lang

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eido, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Menuju Ke Kediaman Keluarga Qin (2)

Setelah melewati gerbang megah kota Nine Treasures Paviliun, rombongan karavan keluarga Qin menyusuri jalanan panjang yang membentang ke utara. Langit berwarna biru pucat dengan awan tipis berarak pelan, menyelimuti daratan yang sebagian besar dipenuhi hutan rendah dan padang berbatu. Roda-roda karavan berderit lembut, meninggalkan jejak panjang di tanah yang mulai mengering oleh panas siang.

Sepuluh hari berlalu dalam perjalanan, dan meskipun sebagian besar hari-hari itu berjalan tanpa hambatan berarti, ketegangan tidak pernah benar-benar hilang. Para penjaga tetap berjaga dengan mata awas, dan Bibi Mei, yang duduk di dalam karavan kedua, sesekali membuka tirai untuk mengamati kondisi sekitar. Feng Jian dan Qin Aihan di dalam karavan utama lebih banyak berbincang ringan, namun Feng Jian tetap waspada, merasa dunia luar tak akan membiarkan ketenangan berlangsung terlalu lama.

Dan benar saja di hari kesepuluh menjelang sore, ketika langit mulai memerah dan kabut tipis mulai merambat dari tepi hutan, suara lolongan panjang menggema dari kejauhan. Lalu muncul dari balik semak belukar, empat sosok berkulit abu-abu kehijauan melompat ke jalan tanah di hadapan karavan.

Monster serigala bertubuh besar dengan bulu kasar dan mata merah menyala. Aura kultivasi mereka jelas, Alam Pembuka Qi tahap akhir, mendesak dan mematikan.

Tiga penjaga keluarga Qin segera maju, pedang dan tombak terhunus. Pertarungan pecah begitu cepat. Tubuh serigala yang kekar dan refleks mereka yang buas membuat ketiga penjaga itu segera terdesak. Hantaman cakar dan taring membuat luka-luka mengoyak lengan dan dada mereka. Napas para penjaga berat, tubuh mereka berguncang oleh setiap serangan yang datang bertubi-tubi.

Di dalam karavan utama, Feng Jian menyingkap tirai dan menyaksikan segalanya. Tatapannya mengeras. Ia bisa menilai kekuatan serigala itu dalam sekejap, dan juga menyadari kemampuan para penjaga tak cukup untuk menahan lebih lama lagi. Tapi di sisi lain, satu hal menarik perhatiannya.

Bibi Mei, di karavan belakang, tak bergerak.

Feng Jian mengernyit. Dalam hati ia tahu wanita itu sedang mengujinya.

Ia menarik napas panjang. Jika memang itu yang diinginkan, maka baiklah.

Dalam sekejap, ia melompat turun dari karavan. Langkahnya ringan, nyaris tanpa suara, seperti bayangan yang menyelinap di balik angin. Begitu kakinya menyentuh tanah, tubuhnya melesat maju dengan kecepatan yang sulit diikuti mata biasa. Teknik Langkah Angin Bayangan digunakannya dengan sempurna, membuatnya tiba tepat di tengah-tengah pertarungan dalam sekejap.

Wooosh!

Booom!

Tinju Naga Pemutus Langit meledak seperti sambaran petir. Udara bergemuruh ketika kepalan tangan Feng Jian menghantam udara, menghantarkan kekuatan padat ke arah satu serigala yang hendak menerkam seorang penjaga. Monster itu terpental keras, terguling beberapa kali sebelum akhirnya menggeram dengan marah, berusaha bangkit kembali.

Feng Jian tidak menggunakan seluruh kekuatannya jika ia mau, empat makhluk itu bisa ia hancurkan dalam satu gerakan. Tapi ia menahan diri. Ia ingin menyelesaikan ini tanpa membongkar segalanya.

Serangan demi serangan dilancarkan Feng Jian. Gerakannya seperti tarian mematikan mengelak, meninju, melompat, menghantam. Keempat serigala berusaha mengeroyoknya, tapi gerakan mereka seolah tertinggal satu langkah di belakang.

Waktu berlalu. Tiga puluh menit kemudian, suara lolongan terakhir berhenti. Tubuh-tubuh serigala yang tak bernyawa itu tergeletak di tanah. Feng Jian berdiri di tengah, napasnya teratur, tak ada sedikit pun luka di tubuhnya.

Para penjaga memandangnya dengan wajah tertegun dan berkeringat. Qin Aihan yang menyaksikan dari jendela tampak memucat bukan karena takut, tapi karena kagum, tak percaya pada apa yang baru saja ia lihat.

Di karavan kedua, Bibi Mei menunduk pelan. Tatapannya tajam menyapu ke arah Feng Jian. Ada ketegangan samar di wajahnya, dan keringat dingin merembes di pelipisnya.

"Anak ini..." bisiknya lirih, "sama sekali bukan orang biasa."

Angin petang berembus pelan di padang terbuka, membelai rerumputan yang mulai mengering. Di tengah aroma tanah dan darah monster yang masih menguar samar, suasana rombongan karavan keluarga Qin mendadak membeku.

Feng Jian berdiri tegak di depan sisa pertempuran. Matanya tajam, menusuk seperti bilah es yang tak terlihat. Pandangannya tertuju lurus ke arah satu titik ke arah karavan kedua, tempat Bibi Mei berada.

Bibi Mei yang sejak tadi memperhatikan diam-diam, kini tak bisa lagi menahan ketegangan. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, membasahi tengkuk dan punggung jubahnya. Tatapan Feng Jian padanya… seolah-olah pemuda itu tahu segalanya. Ia sadar niat menguji kekuatan Feng Jian telah terbaca.

Langkah Bibi Mei cepat saat keluar dari karavan, tanpa memedulikan debu atau perhatian para penjaga yang kini menatap dengan bingung. Bibi Mei, wanita yang dikenal dingin, angkuh, dan tak pernah tunduk, kini membungkukkan tubuhnya dalam-dalam di depan Feng Jian.

"Maafkan aku, Tuan Muda Feng… aku lancang, aku tak tahu diri…" suaranya bergetar pelan, penuh rasa bersalah.

Para penjaga yang menyaksikan adegan itu tercengang. Mereka belum pernah melihat Bibi Mei, orang yang ditakuti bahkan oleh para tetua Qin, merendahkan diri seperti ini terlebih kepada seorang pemuda yang belum lama mereka kenal.

Namun Feng Jian tak segera menjawab. Tatapannya tetap dingin, matanya setenang dan sedingin air danau musim dingin yang tak tersentuh cahaya. Aura yang menyelubungi tubuhnya berubah tajam, seperti hembusan angin yang membawa bau darah di tengah perang.

Bibi Mei menggigit bibirnya, menunduk lebih dalam. Ia tahu, meski pemuda itu terlihat muda dan tampak tenang, tetapi kekuatan di balik dirinya seperti jurang yang tak berdasar. Jika benar-benar marah, bahkan kepala keluarga Qin mungkin tak sanggup menanggung akibatnya.

Tepat sebelum Feng Jian sempat membuka suara, langkah ringan mendekat cepat.

"Feng Jian!" suara lembut Qin Aihan terdengar, penuh desakan.

Ia berlari dari karavan utama dan langsung memeluk Feng Jian erat dari samping. Tubuhnya yang mungil bergetar halus, seolah takut Feng Jian akan benar-benar marah. Qin Aihan mendongak, menatap wajah pemuda yang kini menjadi segalanya baginya.

"Jangan marahi Bibi Mei… dia tidak berniat jahat… hanya ingin memastikan… aku mohon…" katanya dengan nada yang nyaris berbisik, tapi penuh rasa tulus.

Dada Feng Jian perlahan turun naik. Ia menghela napas pelan. Di balik tatapan kerasnya, sebenarnya ia memahami ia tahu, Bibi Mei tak berniat buruk. Tapi tetap saja, ia tak suka dengan orang yang merasa berhak menguji orang lain, apalagi dirinya.

Namun, pelukan Qin Aihan… sentuhan hangat itu… telah melembutkan amarahnya. Perlahan, ia mengangguk kecil.

"Aku maafkan kali ini." ujarnya, suaranya datar namun tegas. "Tapi dengar baik-baik, Bibi Mei… jika kau ulangi hal itu lagi, bahkan kepala keluarga Qin sekalipun tidak akan mampu melindungimu dari konsekuensinya."

Bibi Mei menegang, lalu mengangguk dalam-dalam. “Terima kasih, Tuan Muda Feng… dan juga, Nona…”

Qin Aihan akhirnya melepaskan pelukannya dan berbalik menghadap Bibi Mei. Tatapannya tidak marah, tapi jelas menunjukkan ketegasan.

“Bibi Mei, jangan lakukan itu lagi. Aku tidak ingin orang yang kusayangi berada dalam situasi seperti tadi hanya karena rasa curiga yang berlebihan.”

Bibi Mei menunduk dengan dalam. “Iya, Nona… aku mengerti. Terima kasih sudah menyelamatkanku dari amarahnya Tuan Feng…”

Setelah semua itu, suasana mulai mencair, walau rasa kagum dan gentar terhadap Feng Jian masih tersisa di wajah para penjaga.

Tanpa banyak kata, rombongan karavan kembali bergerak. Roda-roda kayu kembali berputar, meninggalkan bekas dalam di jalan tanah. Angin kembali berhembus pelan, membawa mereka menuju akhir perjalanan panjang ini… dan mungkin, awal dari sesuatu yang jauh lebih besar.

1
maz tama
hmmm hareeem/Smug//Grin/
maz tama
alur ceritanya bagus
Eido: terima kasih
total 1 replies
Kaye Kaye
up min
Eido: oke di tunggu ya
total 1 replies
Hendra Saja
jgn lelah untuk up Thor......semangat....
Eido: makasih kak
total 1 replies
qwenqen
ku kira akan menarik eh ternyata hanya novel sampah yang mengumbar fantasi birahi semata
Singaz
Lanjutkan thor
Singaz
Gak sabar nunggu update selanjutnya
PiuPyu
Ceritanya menarik, perkembangan alur cerita nya maju. Rekomendasi!
ipokdin
terbaik
Eido: Terima kasih ❤️
total 1 replies
Musang Bulan
Menarik....
leasiee~。
hai kak aku mampir yuk mampir juga di novel' ku jika berkenan 😊
Hiu Kali
kebanyakan kata-katanya dari AI generator..semangat thor.. tunjukkan kualitasmu yang sesungguhnya..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!