Menjadi orang baik dan tulus tidak lantas membuat seseorang terhindar dari masalah atau cobaan seperti yang dialami oleh wanita cantik bernama Regina. Karena kebaikan untuk membantu sahabatnya. Dirinya harus kehilangan hal berharga dalam hidupnya.
Tidak ada yang percaya dengan keterangan dari mulutnya. Dia mendadak disebut sebagai pembohong dan wanita murahan oleh pacarnya sendiri. Hingga laki laki yang telah mengambil kegadisannya menyelamatkan Regina dari kata pembohong. Penyelamatan itu hanya sementara waktu. Justru penyelamatan itu adalah awal penderitaan Regina.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda manik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perlawanan Regina
Tidur dengan gaun pengantin apalagi tidur di sofa tentu saja bukan tidur yang nyaman tapi tidak dengan Regina. Mungkin karena sangat lelah hati dan tubuh satu harian. Malam itu Regina tidur terlelap. Gaun pengantin itu seakan tidak menjadi penganggu bagi dirinya untuk menjemput mimpi. Regina tidak terusik oleh apapun. Bahkan ketika pintu kamar yang dimasuki oleh Kevin terbuka. Regina tidak mendengarnya sama sekali.
Kevin mendekati sofa itu. Dia melihat Regina yang tidur meringkuk tapi tidak membuat dirinya kasihan. Kevin berpikir jika Regina sampai seperti itu karena Regina sendiri. Bagi Kevin apa yang dialami Regina saat ini tidak sebanding dengan rasa sakit hatinya karena berpisah dari Melati yang sangat dicintainya itu.
Tidak ada niat Kevin untuk membangunkan apalagi menggendong istrinya itu ke kamar. Yang ada, Kevin tersenyum sinis. Dia merasa puas karena bisa melihat Regina seperti ini. Kevin tidak perduli apakah Regina nyaman atau tidak tidur seperti itu dengan gaun pengantin.
Kevin meninggalkan ruang tamu itu menuju dapur. Dia sengaja keluar dari kamar karena tenggorakannya kering. Setelah selesai minum air putih. Kevin kembali ke ruang tamu. Dia duduk di sofa tunggal dengan ponsel yang sudah siap menghubungi seseorang.
Kevin melakukan panggilan kepada Melati. Panggilan itu berdering tapi tidak diangkat. Berkali kali seperti itu tapi Melati tidak menjawab panggilan itu membuat Kevin merasa frustasi.
"Mel, jangan seperti ini sayang. Sampai kapanpun aku hanya mencintai kamu. Tunggu aku menyelesaikan masalah ini," kata Kevin pelan.
Dia berada tidak jauh dari Regina tapi Kevin tidak merasa bersalah dengan apa yang dia lakukan itu. Dia merasa masalah belum selesai padahal dengan menikahi dan bertanya jawab atas kehamilan Regina adalah penyelesaian masalah dan Melati juga tidak keberatan dengan pernikahan Kevin dan Regina.
Bagi Kevin, pernikahannya dengan Regina dan juga kehamilan Regina adalah masalah yang harus diselesaikan. Bahkan Kevin sudah mempunyai beberapa rencana di dalam hatinya untuk menyelesaikan yang dia sebut masalah itu.
Setelah meletakkan ponselnya di atas meja. Kevin menatap marah ke tubuh Regina yang sangat pulas dalam tidurnya itu. Kevin berpikir jika Melati tidak menjawab panggilannya, itu semuanya karena kehamilan Regina itu.
"Mengapa kamu harus ada. Aku tidak menginginkan mu," guman Kevin pelan dengan tatapan tepat mengarah ke perut Regina. Kalau bukan karena ancaman, Kevin tidak rela membiarkan Regina ada di rumahnya itu. Lumayan lama, Kevin menatap Regina dalam marah. Hingga dia kembali ke kamarnya, suasana hati Kevin masih marah. Jika boleh berharap, Kevin ingin besok pagi ketika dirinya bangun dari tidurnya tidak melihat Regina di rumah itu.
Regina terbangun di pagi hari ketika jarum jam menunjuk angka enam. Menyadari dirinya masih memakai gaun pengantin itu. Regina merasakan sesak di dalam dadanya. Dia tidak berharap diperlakukan istimewa di malam pertama mereka sebagai suami istri. Setidaknya, dia tidur di tempat yang seharusnya.
Begitu terbangun dari tidurnya, Regina langsung memikirkan nasib pernikahan. Dia pernah berpikir jika setelah menikah dirinya dan Kevin akan tidur di kamar terpisah. Tapi yang dialami oleh Regina lebih menyakitkan dari tidur di kamar terpisah. Dirinya diabaikan begitu saja dan harus tidur meringkuk di sofa.
Regina menyemangati dirinya sendiri. Sebentar lagi, dirinya akan berhadapan dengan Kevin. Regina memikirkan bagaimana dirinya bersikap pada laki laki itu. Jika mengingat perlakuan laki laki itu tadi malam. Seharusnya pagi ini Regina marah. Tapi Regina berpikir tidak akan melakukan hal itu. Regina berusaha memaklumi sikap Kevin karena Regina mengetahui bagaimana Kevin mencintai Melati.
Baru saja, Regina memikirkan laki laki itu. Kevin muncul di hadapannya dengan perasaan tidak bersalah. Laki laki itu sudah terlihat bersih dan sepertinya sudah Mandi. Sangat berbanding terbalik dengan Regina yang masih kusut karena baru bangun tidur.
"Regina, kamu boleh memilih salah satu kamar di rumah ini menjadi kamar mu kecuali kamar yang aku tempati tadi malam."
Suara Kevin terdengar kurang bersahabat. Setelah mengatakan hal itu. Kevin meletakkan dua kunci kamar diatas meja kemudian kembali pergi dari hadapan Regina. Kevin benar benar tidak menjaga perasaan Regina. Laki laki itu membanting pintu kamar membuat Regina terkejut. Melihat sikap Kevin itu, Regina merasa tertolak tapi Regina harus berusaha bertahan demi janin dan nama baik keluarganya.
Regina menarik nafas panjang. Tidur terpisah lebih baik daripada dirinya harus tidur di sofa untuk kedua kalinya. Hanya saja, Regina merasa kesal mengapa kunci kamar diberikan sekarang, seharusnya tadi malam supaya dia tidak merasakan pegal pegal di tubuh seperti saat ini karena tidur di sofa sepanjang malam. Meskipun Regina ingin berbakti pada Kevin. Sepertinya Regina harus menyimpan rasa bakti itu dahulu. Kevin belum bisa menerima kehadiran dirinya dan janin itu. Maka Regina juga tidak akan memaksa.
Regina akhirnya beranjak dari sofa itu. Dia sengaja memilih kamar yang agak jauh dari kamar Kevin. Regina sadar, Kevin tidak ingin melihat dan mendengar apapun yang dia lakukan maka lebih baik menjauh dari kamar suaminya itu. Seandainya rumah itu ada dua lantai. Mungkin Regina juga akan memilih lantai yang berbeda dengan suaminya itu.
Entah rasa benci atau rasa perduli. Kevin sudah berdiri di depan kamar yang dipilih Regina. Laki laki itu menatap Regina dengan tajam seakan apa yang dilakukan oleh Regina adalah salah.
"Siapa yang menyuruh kamu memilih kamar ini?" tanya Kevin dengan suara yang agak kencang. Regina yang sedang berusaha membuka resleting gaunnya spontan terkejut dan bingung dengan pertanyaan Kevin. Regina mengerutkan keningnya.
"Bukankah kak Kevin sendiri yang menyuruh a...."
"Diam, keluar dari kamar ini dan tempati kamar yang disebelah kamar ku."
Kevin benar benar tidak bisa lembut kepada istrinya itu. Kevin tidak menjaga perasaan Regina. Kevin juga tidak merasa bersalah karena sudah membentak Regina karena salah memilih kamar, lebih tepatnya Kevin mempermasalahkan yang seharusnya tidak menjadi masalah.
"Baik kak," jawab Regina pelan. Tidak terbiasa dibentak, sebenarnya Regina ingin menangis tapi wanita itu berusaha menahan air matanya.
Regina memilih mengalah. Regina langsung keluar dari kamar itu dan melewati tubuh suaminya yang masih betah berdiri di depan kamar itu.
Regina tiba di kamar yang dikatakan oleh Kevin dan ternyata koper miliknya sudah ada di kamar itu. Regina yang merasakan tubuhnya gerah akhirnya masuk ke kamar mandi.
Baru saja, Regina hendak mencoba kembali membuka resleting gaunnya. Ketukan di pintu kamar yang keras terdengar ke telinganya.
"Regina, buka pintunya."
Regina tergopoh gopoh keluar dari kamar mandi. Regina membuka pintu kamarnya dan dia mendapati wajah Kevin yang marah di sana.
"Ada apa kak?" tanya Regina lembut.
"Siapa yang menyuruh kamu mengunci pintu kamar ini?" tanya Kevin dengan wajah yang memerah. Regina merasakan takut melihat wajah marah suaminya.
"Tadi aku berencana hendak Mandi kak."
"Aku bertanya. Siapa yang menyuruh kamu mengunci pintu ini?" tanya Kevin dengan Gigi yang rapat. Regina bingung dan semakin takut. Mengunci pintu bukan kesalahan tapi melihat kemarahan suaminya. Regina seperti baru melakukan kesalahan besar.
"Tidak ada kak."
"Dengar Regina. Kamu yang memaksa diri sendiri dalam pernikahan ini. Jadi aku juga akan memaksa kamu menurut pada peraturan yang aku buat. Untuk ini, peraturan yang harus kamu ingat tidak ada istilah mengunci pintu."
"Tapi ini kamar ku. Wilayah pribadi ku. Apa salahnya aku mengunci pintu?" tanya Regina. Bagi Regina, dia akan menurut pada peraturan yang masuk akal bukan seperti peraturan yang baru disebutkan Kevin. Sangat tidak masuk akal. Jika tidak dilawan, Regina khawatir Kevin bertindak semena mena pada dirinya.
"Kamu membantah ku Regina?" tanya Kevin sinis. Kevin memiringkan kepalanya melihat wajah Regina karena Kevin jauh lebih tinggi dibandingkan Regina. Regina memalingkan wajahnya dan mundur beberapa langkah.
"Bukan membantah kak. Kakak boleh buat peraturan yang masuk akal supaya aku bisa menuruti nya."
Kevin terdengar tertawa.
"Regina. Aku memang akan memberikan peraturan yang tidak masuk akal kepadamu. Aku akan menjadikan rumah ini neraka kedua bagi mu. Dan aku akan mengikat dalam pernikahan ini sepanjang yang aku mau. Tentu tidak dengan bermaksud membahagiakan kamu tapi untuk membuat kamu menderita. Selamanya, hanya Melati yang ada disini," kata Kevin sambil menunjuk dadanya. Kevin seakan bangga dengan cintanya kepada Melati.
"Sudah kak. Masih ada yang dikatakan lagi. Soalnya aku gerah mau mandi. Kalau tidak keberatan. Tolong buka resleting gaun kak. Aku kesusahan membuka nya."
Regina berkata tenang seakan tidak terganggu dengan perkataan Kevin. Padahal dalam hati, Regina mati matian menekan rasa sakit hati itu supaya tidak menjadi tangisan.
Kevin membelalakkan matanya mendengar perkataan tenang dari wanita yang sangat di bencinya itu. Tanpa mendengar jawabannya. Regina sudah berdiri membelakangi dirinya.
"Siapa kamu berani menyuruh aku?"
"Bukan siapa siapa kak. Sesama manusia itu harus tolong menolong. Tolong kak."
"Tidak mau," kata Kevin cepat. Pantang bagi Regina untuk memohon kembali. Akhirnya Regina masuk ke dalam kamar. Regina menutup pintu kamar itu dengan keras membuat Kevin yang masih berdiri di depan pintu kamar itu terkejut bukan main.
"Regina?" teriak Kevin marah. Kevin membuka pintu kamar itu.
"Apa kak. Aku tidak menguncinya. Apa kamu ingin membuat peraturan baru tidak boleh membanting pintu. Tenang saja. Ini yang pertama dan terakhir aku membanting pintu di hadapan mu."
"Berani kamu ya Regina. Kamu menampakkan watak aslimu di Hari kedua pernikahan ini."
"Ini bukan watak asli. Tapi ini perlawanan dari sikap mu yang seenaknya. Dengar kak, pernikahan ini bukan pernikahan karena balas budi. Pernikahan ini karena perbuatan mu. Kamu pikir menikah dengan mu adalah impianku. Dengar ya kak Kevin. Impian aku iru sebenarnya ingin cepat cepat tamat kuliah, kerja dan bisa membantu orang tua ku. Tapi karena perbuatan kamu. Impian itu hancur. Jadi karena itu, tidak akan ada seorang Regina akan diam jika diperlakukan seperti ini."
"Pernikahan ini bukan karena perbuatan ku. Tapi karena paksaan dan ancaman dari kedua orangtuanya mu. Pernikahan yang aku inginkan dengan Melati. Bukan dengan kamu."
Kevin benar benar berpikir seperti anak kecil. Dia masih saja berkata jika pernikahan itu bukan karena perbuatannya melainkan karena paksaan. Di pikiran Kevin, seandainya janin itu digugurkan maka pernikahan itu tidak pernah terjadi. Tapi karena Regina bersikeras mempertahankan janin itu sehingga ada pemaksaan kepada dirinya untuk bertanggung jawab.
Melati merasakan dadanya naik turun mendengar perkataan Kevin. Regina berusaha tidak terpancing amarah lagi. Dia berusaha menetralkan jantungnya supaya tidak terlihat marah.
"Ternyata ayah kamu bodoh nak, kamu harus sabar sabar mempunyai ayah minus akhlak ya nak. Semoga saja sebelum kamu lahir. Dia menyadari kesalahannya," kata Regina daripada membalas perkataan bodoh suaminya lebih baik dirinya berbicara dengan janinnya itu.
Kevin hanya tersenyum sinis. Dia sama sekali tidak tersinggung dengan perkataan Regina.
"Oya kak. Kamu sangat mencintai Melati kan. Silahkan kejar dan raih cintanya kembali. Tapi aku sangat yakin. Sekuat apapun usaha mu untuk mengembalikan Melati ke sisi. Aku yakin Melati tidak akan bersedia kembali kepada mu. Tahu apa penyebabnya?. Karena kamu bodoh dan kekanakkanakan," kata Regina pelan tapi menusuk.
"Jangan sok tahu kamu. Kami saling mencintai dan bahkan sangat mencintai. Melati pasti bersedia menerima ku kembali setelah menyelesaikan masalah diantara kita."
semoga ni orang mati