Sabrina rela meninggalkan status dan kekayaannya demi menikah dengan Zidan. Dia ikut suaminya tinggal di desa setelah keduanya berhenti bekerja di kantor perusahaan milik keluarga Sabrina.
Sabrina mengira hidup di desa akan menyenangkan, ternyata mertuanya sangat benci wanita yang berasal dari kota karena dahulu suaminya selingkuh dengan wanita kota. Belum lagi punya tetangga yang julid dan suka pamer, membuat Sabrina sering berseteru dengan mereka.
Tanpa Sabrina dan Zidan sadari ada rahasia dibalik pernikahan mereka. Rahasia apakah itu? Cus, kepoin ceritanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
Semua wanita yang ada di sana menatap ke arah Dudi dengan tajam sekaligus penasaran. Laki-laki itu kerja di kota sebelah dan pulang dua minggu sekali karena ambil lembur di minggu ganjil.
"Apa kamu selingkuh, Bang?" tanya Dewi dengan nada tinggi.
"Siapa yang selingkuh?" jawab Dudi dengan nada yang tidak kalah tinggi. "Kamu jangan alihkan pembicaraan kita tadi."
"Kalau begitu untuk apa minta uang sebanyak itu?" tanya Dewi lagi sambil mendorong dada Dudi.
"Karena aku butuh buat bayar ganti rugi," jawab pria berbadan tegap dan berambut cepak itu dengan suara agak turun.
Sabrina dan Bu Maryam saling menoleh. Berbeda dengan Wa Eneng yang malah mendengus sambil membuang muka.
"Memang kamu sudah melakukan apa sampai butuh uang untuk ganti rugi sama orang?" tanya Ceu Romlah.
"Aku nabrak orang dan keluarganya minta uang sebanyak 25 juta. Kalau tidak aku akan dimasukan ke penjara," jawab Dudi dengan lirih.
"Apa?" Semua orang terkejut.
Dewi dan Ceu Romlah terhuyung, kedua kakinya mendadak kehilangan tenaga. Wajah mereka juga mendadak pucat. Sabrina menahan tubuh Dewi dan Bu Maryam memegangi kedua lengan Ceu Romlah.
"Memangnya orang itu mati?" tanya Ceu Romlah dengan jantung berdetak kencang.
Dudi mengangguk tanpa bersuara. Mata laki-laki itu berkaca-kaca.
"Wi, kamu tidak mau, kan, aku masuk penjara?" tanya Dudi sambil memegang kedua tangan istrinya.
Dewi terlihat bingung. Di satu sisi tidak punya uang sebanyak itu, di sisi lain tidak ingin suaminya di penjara.
"Kalau kamu tidak punya uang tabungan, jual dulu semua perhiasan kamu. Nanti jika ada uang beli lagi. Kedepannya aku akan semakin rajin lembur biar uang cepat terkumpul," lanjut Dudi dengan nada memelas.
"Tapi, Bang ...."
"Wi, aku mohon! Aku tidak mau masuk penjara. Apa kamu mau dibicarakan banyak orang punya suami narapidana?" Dudi mempotong ucapan Dewi.
"Walau menjual semua perhiasan yang aku miliki, enggak akan ada sebanyak itu, Bang." Dewi menggelengkan kepala.
"Jadi, kamu mau aku masuk penjara, gitu? Biar anakmu diolok-olok sama tetangga, sama orang lain, dan nanti kalau sudah gede dikatai "anak narapidana", iya, mau kamu begitu?" Nada bicara Dudi kembali meninggi.
Awalnya Sabrina merasa kasihan kepada Dudi. Namun, pria itu terlihat memaksa dan nyolot, malah membuatnya kesal dan muak.
"Bang Dudi ini aneh sekali, ya!" celetuk Sabrina dan membuat perhatian semua orang tertuju kepadanya.
"Aneh apanya, Neng?" tanya Bu Maryam.
"Aku kasih tahu Mamah, ya. Seorang pelaku kejahatan biasanya akan mengatakan atau melakukan apa pun demi menjaga keamanan dirinya. Berbeda dengan orang yang tidak sengaja melakukan suatu tindakan yang salah dan mencelakakan orang lain. Biasanya orang itu akan merasa bersalah dan tidak akan melibatkan orang lain dalam kesalahan yang sudah diperbuatnya," jawab Sabrina yang mendadak pintar merangkai kata.
Orang-orang yang tahu Sabrina agak "Oneng" sedikit, dibuat menganga mulutnya. Sampai-sampai Ceu Romlah harus mengibaskan tangannya ketika merasa akan ada nyamuk masuk ke mulutnya.
"Dari sini kita bisa ambil beberapa kesimpulan," lanjut Sabrina sambil mengacungkan kelima jarinya.
"Pertama!" Sabrina menekuk satu jari dan membiarkan keempat jarinya masih mengacung.
Merasa kurang tepat, Bu Maryam membenarkan posisi jari-jari lentik sang menantu. Kini jari telunjuk Sabrina yang ngacung dan keempat lainnya menggepal.
"Kecelakaan itu sebenarnya tidak terjadi alias bohong! Bang Dudi saat ini butuh uang banyak dalam waktu singkat," lanjut Sabrina dan membuat semua orang kini menatap ke arah Dudi.
"Apa? Gila kamu, ya? Berani menuduh aku seperti itu," bantah Dudi.
"Coba kalian pikir dengan otak yang waras. Bang Dudi kan pulang kemari malam. Lalu, kenapa baru sekarang bilang sudah nabrak orang. Pada umumnya jika orang yang sudah menabrak orang tidak sengaja dan keluarga korban minta uang ganti rugi, maka begitu sampai rumah akan langsung membicarakan hal ini sama keluarga. Masa sudah dua belas jam berada di rumah, baru bilang," jelas Sabrina dan membuat keempat wanita lainnya berpikir.
"Bener juga, ya!" ucap keempat wanita itu kompak.
"Tumben menantuku pintar!" ucap Bu Maryam senang. "Tidak sia-sia aku setiap hari kasih minyak ikan dan sirup cerebrofort—sirup anak-anak biar cerdas."
ngajak ribut nich.....