Light Merlin ditakdirkan sebagai seorang titisan March, dewa yang telah tersegel ribuan tahun. Dirinya yang dibebankan misi untuk membebaskan sang dewa justru harus menelan kekalahan pahit. Ia terdampar ke sebuah negeri bernama Jinxing dan mengembara sebagai pendekar pedang bergelar "Malaikat Maut Yiyue".
Misinya kali ini sederhana. Menaklukkan semua dewa dan mengalahkan musuh yang membuatnya sengsara. Namun, ternyata konspirasi di balik misi tersebut tidaklah sesederhana itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon DUKE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pelatihan Laut Dalam (Bagian Kedua)
Kiana memasang alat pernapasan dan memimpin timnya untuk melompat ke kolam yang menjadi gerbang menuju kedalaman laut. Zoe dan anggota tim Alpha yang lain segera menyusulnya. Mereka berenang beriringan. Ada lampu-lampu pembatas yang dipasang oleh pihak militer, sehingga calon kadet tidak kebingungan saat mencari jalur menuju T.K.K.
Selanjutnya tim Beta. Quon sempat mempersilakan anggota timnya untuk melompat duluan demi menghormati mereka. Namun, Quincy menyarankan agar lelaki itu yang duluan saja karena dialah perwakilan mereka. Akhirnya Quon menyelam ke dalam, disusul Quincy, Clara dan dua anggota lain.
“Aku mau lompat duluan!” kata Abraham tak sabaran.
“Aku yang harusnya duluan!” protes Lei. “Aku ini perwakilan kalian.”
“Hey, Orang Jinxing! Jangan banyak tingkah, ya! Kami cuma memilihmu supaya kau tidak nangis!” Abraham mengejek Lei sampai mereka mau adu jotos.
“Hentikan, Bodoh! Aku bisa gila kalau kalian begini terus.” Lagi-lagi Hans melerai mereka berdua. “Biar aku yang duluan.”
Hans melompat ke kolam tanpa banyak bicara. Abraham dan Lei yang melongo heran akhirnya berlomba melompat ke dalam, diikuti oleh dua anggota lain. Para prajurit senior hanya bisa menghela napas melihat kelakuan orang-orang itu. Mungkin apa yang dikatakan calon kadet lain benar. Tim Beta akan jadi tim yang kemungkinan kalahnya paling besar.
Sekarang giliran tim terakhir—tim Theta. Sebelum melompat ke kolam, Regalia mendekati Light dan bebisik. Pemuda itu terdiam sejenak. Wajahnya tampak ingin protes, tetapi sudah tak ada waktu lagi. Light akhitnya menangguk, pasrah.
“Ayo!” Luke memimpin rekan setimnya.
Tim Theta bergegas melompat ke dalam kolam. Setelah semua tim sudah mendapatkan gilirannya, para prajurit senior pun beringsut dari tempat tersebut. Mereka beralih ke ruang pengamatan untuk memantau jalannya pelatihan, sekaligus berjaga-jaga jika ada calon kadet yang membutuhkan pertolongan.
Tentu, ketika Jenderal Blake mengatakan bahwa risiko terbesar dari pelatihan ini adalah kematian, itu hanyalah bualan belaka. Pihak militer takkan mau menyia-nyiakan kadet yang bisa mereka pakai menjadi bidak catur. Akan tetapi, jika sampai ditolong oleh militer, calon kadet tersebut sudah dipastikan gagal.
Omong-omong soal Jenderal Blake, lelaki berambut panjang itu juga ada di ruang pengamatan, sedang berdiri menatap panel pengawas. Kamera militer fokus pada Light Merlin yang sedang menyelam bersama rekan setimnya.
“Maaf lancang, Jenderal. Bukankah Agen Q sudah mengabarkan bahwa Tuan muda Light Merlin tidak memenuhi syarat ramalannya? Mengapa kita masih merancang pelatihan semacam ini?” Seorang prajurit senior memberanikan diri bertanya.
“Aku tidak percaya pada Agen Q. Makanya kusuruh dia untuk membunuh Light. Kalau gagal, dia yang mati.” Jenderal Blake tersenyum licik. “Lagi pula, aku masih punya Agen L yang juga berpura-pura menjadi calon kadet.”
Sementara itu, Kiana yang sudah menyelam cukup jauh mulai merasa tekanan air semakin tinggi. Gadis itu lantas memberi aba-aba pada rekan setimnya untuk mengaktifkan pendorong turbo. Zoe dan yang lain mengangguk, kemudian menekan tombol pada alat seperti ransel yang menempel di punggung mereka. Dalam sekejap, sepasang lubang di bawah alat itu terbuka dan menyedor air sebanyak-banyaknya.
Kiana yang tidak terlalu memperhatikan hanya berenang seperti biasa sambil menunggu turbonya aktif. Ia tak menyangka kalau pendorong yang diciptakan turbonya terlalu kuat. Gadis itu pun terlempar ke depan karena belum menyesuaikan aliran flow yang harusnya menjadi pengendali daya turbo. Zoe dan yang lain sontak kaget dan berusaha mengejarnya.
“Nona Kiana, kau harus tenang!” ujar Zoe, bicara dari alat transmisi D.S.
“TOLONG AKU!!!” Kiana yang panik hanya bisa teriak.
“Searmann, Alexa, kemari!” perintah Zoe.
Searmann dan Alexa Bright yang juga anggota tim Alpha segera meluncur menghampiri Zoe. Mereka tahu apa yang direncanakan lelaki beriris mata biru itu. Zoe segera merentangkan tangannya sesaat mereka hampir sampai. Kedua rekannya pun mendorong Zoe dengan kecepatan tinggi, sehingga ia bisa menyusul Kiana yang terombang-ambing di kedalaman laut.
“Kiana!” seru Zoe, berusaha mengambil perhatian gadis yang ada di depannya sekarang.
“TOLONG! SIAPAPUN! TOLONG AKU!!!” Kiana tak kuasa mengendalikan diri. Ia terlalu panik, dan aliran flow-nya jadi tak teratur.
“Sial!” decih Zoe, lalu memperbesar daya turbo agar bisa menjangkau Kiana.
Jarak mereka tidak terpaut jauh, dan Zoe nyaris bisa mencapai Kiana. Namun, segerombolan ikan raksasa tiba-tiba lewat dan mengacaukan arus. Aliran turbo menjadi terganggu, membuat kecepatan Zoe menurun. Ia gagal memegang tangan Kiana.
“Zoe, kami datang!” seru Alexa, si gadis albino yang tiba bersama Searmann dan Rachel.
“Daya pendorongnya menurun. Cepat bantu aku!” Zoe kembali merentangkan tangannya, disusul oleh Alexa dan Searmann yang segera mendorongnya.
Keturunan Civerprinz itu kembali meluncur cepat. Ia sudah tak peduli pada nyawanya. Satu-satunya hal yang penting adalah menyelamatkan Kiana. Meskipun hubungan keluarga Civerprinz dengan Haldgeprinz kurang baik, tetap saja Zoe tidak sudi membiarkan seorang gadis dalam bahaya. Apapun risikonya, lelaki berambut merah itu terus meluncur maju.
Air lautan dalam Mars berseliweran di depan mata Zoe. Terkadang warnanya biru, terkadang juga hijau seperti zamrud. Sangat indah sekaligus mematikan, sebab Zoe menjelajahi lautan tersebut dengan kecepatan terlampau tinggi. Sedikit saja pengendalian flow-nya goyah, lelaki itu pasti akan keluar jalur dan hilang dari pantauan.
“Kiana, kau mendengarku?” tanya Zoe cemas, karena gadis itu tidak tampak lagi di depan matanya. “Kiana! Kiana! Hey, Kiana!”
Zoe terhenyak. Tak ada respons. Jantungnya berdegup kencang. Pikirannya mulai membisikkan hal-hal buruk, tetapi hatinya masih yakin Kiana bisa diselamatkan. Seorang Haldgeprinz tak mungkin kalah hanya karena kecelakaan kecil.
“ZOE!!!” Suara Kiana tiba-tiba muncul.
“Kiana!” sahut Zoe secepat mungkin. “Di mana kau?”
“Tidak tahu! A-aku mulai bisa mengendalikan turbonya. Tapi! Tapi ... masih susah. Aku tidak bisa berhenti.”
“Tenang saja! Aku akan menyusulmu.”
Zoe mempercepat turbonya sampai batas maksimum. Kali ini, energinya serasa dikuras habis karena harus betul-betul menjaga aliran flow tetap stabil. Saking cepatnya, suara rekan setimnya sampai terdengar samar-samar. Zoe telah masuk ke keadaan super fokus dan mengabaikan semua hal yang berpotensi mengganggu konsentrasinya.
Tak seberapa lama, Kiana akhirnya tampak di pelupuk mata Zoe. Ia tersenyum, dan langsung menyambar gadis itu agar tidak bergerak lebih jauh. Karena turbo Zoe masih terlalu cepat, mereka berdua akhirnya sama-sama meluncur.
Zoe dengan Kiana yang ketakutan, tak sengaja saling berpelukan. Pelukan erat itu membuat Zoe akhirnya bisa mengendalikan aliran flow-nya sedikit demi sedikit. Ia tidak ingin Kiana terluka, begitu pun dirinya sendiri. Di sisi lain, aliran flow Kiana juga semakin teratur. Pelukan Zoe membuatnya lebih tenang, entah mengapa.
Sesaat laju turbo mereka semakin pelan, barulah keduanya sadar kalau sedang berpelukan. Sontak saja mereka berjengit dan buang muka. Pipi Kiana bersemu merah, dan pipi Zoe bahkan lebih merah dari rambutnya. Kiana juga sempat terseok-seok karena turbonya tidak stabil (jantungnya berdegup kencang). Keduanya cuma diam-diaman saking malunya.
“Zoe, Kiana, kalian baik-baik saja?” Suara Searmann akhirnya sampai ke transmisi mereka.
“Ka-kami baik-baik saja,” sahut Zoe. “Kiana sudah selamat.”
“Syukurlah. Kalian di mana sekarang? Apa masih di jalur?”
“Sepertinya iya. Kami tidak melewati lampu pembatas. Berenanglah lebih cepat, susul kami.” Zoe memberitahu.
“Baik. Tunggu, ya.”
Transmisi berakhir. Zoe dengan Kiana berenang dalam kecepatan sedang. Mereka terus mengarungi laut, berusaha tetap di dalam jalur. Gerombolan ikan besar juga masih berlalu-lalang di sekitar mereka.
“Terima kasih sudah menolongku.” Kiana akhirnya bicara, kendati belum berani menatap Zoe.
“Itu tanggungjawabku, sebagai anggota timmu. Lagi pula, aku tidak bisa membiarkan perwakilan tim ini hilang di tengah laut. Kami bisa kalah duluan,” timpal Zoe, sedikit bercanda.
Kiana mendengus lesu. “Aku takut tidak bisa memenuhi ekspektasi kalian.”
Zoe sontak meliriknya agak heran. “Memangnya menurutmu bagaimana ekspektasi kami? Searmann tidak bisa jadi perwakilan karena kakinya terkilir, Rachel tidak enak badan, dan Alexa punya penyakit rematik. Hanya aku yang normal, tapi aku memilihmu karena percaya padamu. Jujur, aku sempat ragu, sih.”
Kiana menatap sinis pada Zoe. Ia mengira prasangkanya selama ini benar. Zoe menganggapnya remeh.
“Tapi setelah melihat bagaimana dirimu bertahan sepanjang puluhan kilometer dengan keadaan seperti barusan, aku tidak ragu lagi. Kau adalah orang yang paling pantas mewakili tim ini, Nona Kiana,” ucap Zoe akhirnya, memaksa senyum malu terpatri di bibir manis Kiana.
“Terima kasih, Tuan Zoe. Aku janji akan melakukan yang terbaik.”
“Begitu pun aku.”
(Bersambung)
Ilustrasi karakter sampai sejauh ini:
1. Zoe Civerprinz
2. Searmann
Mungkinkah beneran 😱😱
Meskipun ini pasti nadanya emosi tapi aku yang lagi nyari referensi kalimat makian buat tokohku malah demen wak 🤣
Semoga aja dia bisa mengemban itu
Aku suka aku suka
Aku ampe bingung mo dukung siapa karena awalnya mereka saklek semua 😅
Sekarang mungkin aku sudah menentukan pilihan
Dewa egois katanya
Tapi.... pasti ada plot twist nanti