Lima tahun menikah belum diberikan keturunan. Namun tak membuat kadar cinta Pria yang bernama Abian Rahardian itu berkurang pada istrinya.
Suatu hari Abi diminta oleh orangtuanya untuk datang, maka disela kesibukan ia menyempatkan diri untuk memenuhi permintaan orangtuanya. Sedikit penasaran, ada hal penting apa yang ingin mereka bicarakan.
"Tidak, Ma! Aku tidak bisa menduakan Diana, tolong Ma, jangan membuat hubungan aku dan Diana hancur. Kami bahagia, anak itu hanya masalah waktu saja, aku yakin suatu saat nanti Diana pasti bisa Hamil," ujar Pria itu meyakinkan sang Mama.
Tak mempunyai pilihan lain selain mengikuti kemauan kedua orangtuanya yang menginginkan kehadiran seorang cucu. Apalagi kondisi Mama yang sedang sakit membuat Abi tak bisa menolak.
"Dengar! Aku menikahimu bukan karena cinta, tapi karena Ibuku!" Abian Rahardian.
"Tenang saja, Tuan, Tujuan kita sama. Aku menerima tawaran ini juga karena Ibuku!" Sharena Husman.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Sorenya Sha berkemas untuk pulang, namun ia tak melihat Abi keluar dari ruang istirahat sejak tadi, sedikit tak tenang untuk meninggalkan Pria itu sendirian, apalagi keadaannya yang sedang tidak baik-baik saja.
Perlahan wanita itu masuk kedalam ruangan kecil itu untuk melihat atasannya yang sedari tadi tak menampakkan batang hidungnya.
Sha melihat Abi masih tertidur pulas, sedikit risau karena sedari pagi hingga sekarang Abi tak makan apapun. Ia mendekat dan menyentuh dahi Pria itu, Sha terjingkat karena merasakan suhu tubuhnya panas. Gumam kecil terdengar dari bibirnya.
"Pak, badan Bapak panas," ucap Sha membangunkan dengan pelan.
"Aku hanya ingin tidur, Sha, jangan ganggu aku," gumam Abi masih memejamkan mata.
"Tapi badan Bapak panas, ayo duduk dulu, aku akan pesan makanan buat Bapak," ujar Sha, tangannya mengusap bahu pria itu dengan lembut.
"Nggak mau," lirih Pria itu terdengar manja.
Sha tak menyahut, ia segera memesan makanan, dan juga obat penurun panas. Setelah itu ia keluar menuju pantry untuk mengambil air dan sebuah sapu tangan untuk mengompres.
Dengan pelan gadis itu mengompres dahi ayah dari anak yang dikandungnya itu. Terlihat wajahnya pucat, tidurnya gelisah tak nyaman.
Sha duduk di pinggir ranjang sembari mengamati wajah tampan itu. Entah kenapa jantungnya kembali berdebar. Namun segera ia singkirkan dari pikiran. Tak ingin kecewa di kemudian hari, sadar sekali bahwa pria itu sudah mempunyai istri yang amat dicintai.
Terdengar suara ketukan pintu ruangan, Sha ingin segera beranjak untuk membukakan pintu, namun langkahnya terhenti saat tangan Abi menahan lengannya.
"Jangan pergi..." Abi bergumam lemah sembari membawa tangannya di dalam pelukan.
Sejenak membuat tubuh Sha terpaku dalam keseorangan, darahnya berdesir, saat tangan Pria itu bergelayut manja di tangannya. Tak tahu harus bagaimana menyikapinya.
"Maaf, Pak, saya tidak lama. Tunggu sebentar ya," ucap Sha melepaskan tangan Abi dengan perlahan.
Sha segera menerima pesanannya dan juga obat penurun panas. Dengan langkah sedikit gugup saat akan menghadapi Pria itu lagi. Tak mengerti mengapa dia begitu manja, seakan sikapnya yang selama ini jutek hilang seketika.
Sha kembali duduk di pinggir ranjang, menyeka sisa air kompres di dahinya, dan menyingkirkan alat kompres itu, perlahan tangannya menyentuh pipi Abi dengan lembut.
"Pak, ayo bangun. Ayo makan dulu, habis itu minum obat," ujar Sha membangunkan.
"Aku tidak selera makan, Sha," jawab Abi masih enggan membuka mata.
"Harus makan, Pak!" tegas wanita itu masih berusaha mengguncang tubuh suaminya agar segera membuka matanya.
"Tapi aku benar-benar tak selera makan, Sha!" sentak Pria itu sedikit jengkel.
"Kenapa Bapak masih saja ngeyel, katanya ingin sembuh, tapi kenapa tidak mau makan? Kalau seperti ini bagaimana Bapak ingin menjaga bayi ini?" ujar Sha Seketika membuat Abi membuka mata.
"Baiklah, aku akan makan sekarang," ujar Pria itu segera bangkit dari tempat tidurnya.
Sha tak menanggapi lagi, ia segera membuka cup bubur ayam itu, dan menuang kuahnya. Dengan pelan tangannya mengarahkan sendok yang berisi makanan itu masuk kedalam mulut pria itu.
Sha hanya diam, ia tak ingin menatap wajah Pria itu, tetiba hatinya kesal karena di bentak olehnya. Kenapa dia tidak bisa sedikit saja bersikap baik dan lembut padanya.
Abi menyantap makanan lembek itu dengan pelan, sebenarnya malas ingin makan, namun ia takut bila nanti tak bisa menjaga calon anaknya. Ia menatap wajah gadis yang sedang menyuapinya, tampak raut wajahnya tak bersahabat.
"Kamu marah?" tanya Abi masih menatap lekat.
"Tidak!" jawab Sha singkat.
"Kalau tidak ikhlas tidak perlu menyuapi aku," balas pria itu yang membuat hati Sha bertambah jengkel.
"Nih, makan sendiri!" Sha menyerahkan cup bubur itu, dan segera beranjak ingin meninggalkan Pria pemarah itu.
"Eh, eh. Jangan pergi!" cegah Abi menahan tangan Sha, dan menarik agar kembali duduk.
"Kenapa kamu jadi kesal begini? Kamu tidak ikhlas melakukan ini semua padaku?" tanya Abi penuh selidik.
"Saya benci sama Bapak. Kenapa Bapak tidak tahu berterima kasih? Kenapa Bapak selalu saja bersikap seperti ini pada saya? Hiks..." Tangis wanita itu akhirnya pecah. Sebenarnya tak ingin menangis di depan Pria itu. Namun jiwa sensitifnya meronta.
Seketika Abi menjadi serba salah, ia menatap wanita itu dengan iba, tak tahu harus berbuat apa.
"A-aku minta maaf, tolong jangan menangis," ucapnya memegang bahu ibu dari anaknya itu.
Sha tak menyahut, ia masih saja fokus dengan tangisannya. Bahkan terdengar semakin keras saja. Tentu saja Abi semakin kelimpungan.
"Eh, udah dong, aku tahu aku salah, tolong berhenti menangis. Nanti orang-orang mikir yang aneh-aneh tentang kita," ucap Abi masih berusaha membujuk.
"Huuu... Hiks, aku benci sama Bapak," ujar wanita itu masih terisak.
"Kenapa dia jadi cengeng seperti ini? Bukankah selama ini dia begitu tegar dan bisa dibilang tahan banting?" batin Pria itu.
"Oke, aku mengaku salah, tolong maafkan aku," ujar Abi masih berusaha membujuk.
"Nggak mau, Bapak harus janji dulu."
"Janji apa?"
"Bapak tidak boleh marah-marah lagi dengan saya, karena jika saya bersedih dan menangis seperti ini, maka janin yang ada dalam rahim saya juga ikut menangis dan sedih, apakah Bapak mau saat dia lahir nanti tidak mau mengenal Bapak sebagai ayahnya, tapi dia akan mengenal Bapak sebagai seorang lelaki yang jahat, karena selalu membuat ibunya menangis!" ancam wanita itu.
"Eh, jangan dong. Oke, aku janji tidak akan pernah membuat kamu bersedih dan menangis lagi," janji pria itu tampak serius.
"Baiklah, apakah Bapak janji?" tanya Sha mulai menyusut air matanya.
"Iya, aku janji tidak akan membuat kamu menangis lagi."
Sha sedikit lega dan mengukir senyum lembut. Entah kenapa hormon kebahagiaannya melonjak-lonjak saat mendengar janji Pria itu yang tak akan lagi memarahinya.
"Udah, jangan menangis lagi. Ayo hapus air mata kamu. Terlihat jelek saat menangis seperti itu," ujarnya menatap gemas.
Sha segera menghapus sisa air matanya. Dan duduk menatap Pria jutek itu yang tak bergerak untuk menghabiskan makanannya.
"Bapak tidak makan?" tanya Sha
"Tidak, aku tidak selera," jawab Abi datar.
"Ayo makan, Pak."
"Tidak mau!"
"Kalau Bapak tidak mau, nanti calon anak Bapak akan sedih. Nanti aku nangis lagi," ujar wanita itu mulai mengeluarkan jurus andalannya.
"Ah, baiklah. Ayo suapi aku lagi," ujar Abi mengalah.
Dengan senang hati Sha menyuapi suaminya hingga makanannya tandas tak bersisa. Abi yang rasanya ingin sekali mual harus menahan agar makanan itu tak lagi keluar dari mulutnya.
"Done, nah gitu dong. Harus makan agar tetap kuat dan bertenaga," ujar gadis itu tersenyum senang.
Bersambung....
Happy reading 🥰
degil...?
pandai berbohong.
cuma belum menyadari...
memaafkan, terus sekarang di ulang lagi.
mana boleh pakek Wali Hakim?