Kisah tentang seorang bad boy bernaman Zachary Allen Maxwell, yang selalu bermain wanita dipaksa menikah oleh kedua orang tuanya. Cara hidupnya yang tidak baiklah yang menjadi pemicu.
Ayahnya sendiri bukan dari orang-orang baik pula. Maxwell Bennedict mantan ketua gangster Red Tiger, menikah dengan seorang gadis desa hingga merubah hidupnya. Dia pun bertobat ingin lepas dari hidup kelamnya.
Karena itu, dia ingin merubah anak sulungnya yang bisa dibilang duplikatnya saat masih muda. Masalah masa lalu dia pun tidak ada yang tahu. Kemudian dia menjodohkan anaknya dengan anak teman istrinya yang bisa di bilang sangat polos tapi tomboy.
Pernikahan pun terjadi, dengan sangat terpaksa karena jika tidak menurut, Maxwell mengancam akan mencoret Zach dari Silsilah keluarga.
Julia, gadis yang dijodohkan pada Zach. Gadis penurut karena dinasehati oleh seorang guru ngaji untuk menghindari zina, disaat sudah waktunya diharuskan untuk menikah dan juga ingin melaksanakan keinginan kedua orang tuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ismi Kawai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tiffany Hilang
Liburan di Bali pun usai sudah. Semua orang sangat puas menikmati liburan yang meskipun singkat, tapi benar-benar membuat mereka berempat bertambah akrab. Zach, Julia dan kedua orang tua Julia kembali ke Jakarta. Tadinya Rohendi dan Nia ingin menengok Intan, tetapi karena Rohendi sudah menghabiskan masa cuti, dia segera pamit untuk kembali pulang.
“Max, aku minta maaf karena tidak bisa mampir ke rumah. Bagaimana kondisi Intan? Kalau masih ada waktu, kami akan datang ke rumah sakit sekarang.” Rohendi menelpon Max.
“Oh, Intan sudah pulih, kami juga akan segera pulang, jadi jangan repot-repot, Kang Hendi.”
“Kami jadi tidak enak kalau begini, serasa jadi tamu kurang ajar, datang dijemput masa pulangnya main pergi saja. Nia ingin bertemu Intan, mau pamitan katanya.” Rohendi bersikeras.
“Bukan tidak mau bertemu, Kang. Tapi, jadwal Kang Hendi padat, besok sudah harus masuk kerja. Jadi, aku sudah kirim mobil untuk menjemput di bandara dan langsung antar Kang Hendi sama Teh Nia pulang.”
“Kalian ini memang luar biasa baik. Intan sedang sakit masih sempat-sempatnya mengurus kami. Ya sudah kalau gitu, aku dan Nia langsung pulang, Nia titip salam buat Intan. Kapan-kapan mampir lagi ke gubug kami, makasih untuk semuanya. Kami benar-benar menikmati waktu liburan di Bali. Makasih banyak ya, semoga Intan lekas pulih,” ucap Rohendi lalu menutup telponnya.
“Julia, Ayah sama Ibu langsung pulang. Kamu harus merawat tante Intan sampai benar-benar sehat, jangan lupa kabarin terus perkembangan kondisi Tante Intan, ya.” Julia mengangguk lalu memeluk Ayah dan Ibunya.
Sebenarnya dia juga sudah rindu pulang ke kampung halamannya, tetapi karena kondisi Intan yang masih belum pulih, Julia harus sabar menanti sampai Intan kembali sehat.
“Nak Zach, Om titip Julia. Semoga dia makin betah tinggal di Jakarta.”
“Iya, Om Hendi dan Tante Nia jangan khawatir, saya pasti menjaga Julia. Hati-hati ya Om, Tante. Jangan lupa beri kabar kalau sudah sampai rumah.” Mereka berpisah menuju mobil masing-masing.
Di perjalanan, Zach menelpon Max karena bermaksud mengunjungi Intan di rumah sakit.
“Halo, Pa. Mama dirawat di rumah sakit mana? Internasional lagi?” tanya Zach sambil menyetir.
“Mama sudah baikan, kalian langsung pulang saja. Besok juga mama pulang,” jawab max dengan senyum mengembang.
Intan yang sedang menonton serial netfilix kesayangannya tersenyum juga mendengar suara anaknya. Mereka sedang berada di apartemen yang baru dibeli beberapa bulan lalu tanpa
sepengetahuan Zach.
“Ya sudah kalau itu, ini mumpung masih di jalan, tadinya mau sekalian beli makan malam, Mama beneran sudah baikan, Pa?”
“Ini nih, ngobrol sama Mama sebentar kalau tidak percaya.” Max menyerahkan ponsel kepada Intan.
“Halo Sayang, bagaimana liburannya? Kalian senang-senang ‘kan?”
“Iya, Ma. Makasih sudah ngajak liburan. Kurang asyik karena Mama sakit, tapi overall nice vacation, kok.”
“Wah senang banget dengernya. Mama besok pulang, Zach. Jadi kalian malam ini pulang duluan. Jaga Julia, jangan ngeluyur sendiri. Awas kalau sampai Julia tidak betah tinggal di rumah
kita,” ancam Intan sambil bercanda.
“Siap, Ma. Ya sudah Mama istirahat saja, biar besok dibolehin pulang sama dokter. Zach lanjut nyetir dulu. Bye, Ma.”
“Bye, Sayang, take care,” sahut Intan mematikan telepon. Perempuan itu menyerahkan ponselnya
kepada Max, lalu kembali fokus ke layar tivi di hadapannya.
“Senengnyaaa, mereka berdua udah kembali rukun, penghalang juga udah tidak ada, semoga mereka sekarang lagi happy, ya, Pa.” Intan merebahkan kepala di dada Max.
Sementara itu Zach dan Julia sudah tiba di rumah setelah melalui perjalanan yang melelahkan.
“Sini biar aku bantuin bawa kopernya naik ke kamar,” ucap Zach saat melihat Julia hendak mengangkat kopernya.
Mereka tiba di rumah saat hari sudah larut malam karena jalanan yang macet. Julia sudah terkantuk-kantuk. Tapi, dengan bantuan Zach, dia tidak harus mengangkat kopernya. Bukan tidak kuat, tapi matanya yang berat sudah tidak mau diajak kompromi.
“Makasih, Kak. Aku udah ngantuk berat.” Julia menguap berkali-kali.
“Ya sudah kamu naik aja duluan, nanti kopernya aku taruh di depan kamar.”
“Tidak, aku tungguin aja, kasihan Kakak juga capek. Kenapa tadi tidakk minta dijemput Pak Supri aja?” Mereka berjalan bersama menuju kamar di lantai dua.
“Pak Supri cuti selama kita ke Bali, besok baru masuk. Katanya ada saudaranya yang sakit. Besok langsung jemput Mama dan Papa ke rumah sakit.”
Mereka tiba di depan kamar masing-masing yang bersebelahan. Julia membuka pintu kamarnya, Zach mendorong koper hingga masuk ke dalam kamar.
“Makasih banyak sekali lagi, karena Kakak sudah membantuku angkat koper. Kakak istirahat ya, jangan begadang.”
Julia tersenyum manis, dan sedikit tersipu malu menyadari ucapannya barusan. Ucapan biasa, tapi terdengar tidak biasa, seperti perhatian kepada seorang kekasih.
“Kamu juga istirahat. Biar besok segeran. Jangan lupa kunci pintunya, barangkali ada kucing masuk.”
Zach sebenarnya ingin mengucapkan selamat malam, atau ucapan sejenisnya, tapi ternyata malah kalimat itu yang keluar dari mulutnya. Keduanya berhadapan dan sama-sama merasa canggung, tapi itu tidak berlangsung lama.
Dua anak manusia itu sama-sama ingin mengucapkan selamat tidur. Tapi, yang terjadi mereka berdua malah senyum-senyum tidak jelas. Beberapa hari di Bali memang membuat hubungan keduanya semakin akrab.
Zach yang merasa sangat lelah dan ingin segera tidur langsung meninggalkan kamar Julia. Kemacetan di jalan tadi memang benar-benar menyita waktu dan tenaganya. Pemuda bertubuh
atletis itu segera masuk ke kamar lalu membersihkan diri. Setelah berganti baju, pria itu membuka ponselnya.
“Tumben Tiffany tidak menggangguku,” batinnya. Kelelahan yang teramat sangat membuatnya tak butuh waktu lama untuk segera terlelap dengan ponsel yang masih berada di dalam genggamannya.
Pagi hari Zach masih merasakan badannya pegal-pegal, memutuskan istirahat dulu sehari di rumah, menunggu Intan dan Max pulang.
Biasanya saat ia bangun, rentetan pesan dari Tiffany memenuhi ponselnya. Tapi, pagi itu sepi. Karena sedikit merasa aneh, Zach mencoba menelpon Tiffany, tapi nomornya tidak aktif.
“Apa masih tidur? Biasanya juga bangun siang. Cuma agak aneh saja HPku bebas dari terror dia.”
Setelah hari beranjak siang dan Zach belum juga bisa menghubungi Tiffany, ia segera menelepon Hendra.
“Hen, kapan kamu terakhir bertemu dengan Tiffany, kok aku telpon nomornya tidak aktif, ya?”
“Itu dia, aku juga hubungin dari kemarin tidak bisa, Zach. Kamu baru muncul sekarang, Man. Gila, kemana aja? Nyelametin planet Mars?” tanya Hendra setengah meledek.
“Mamaku masuk rumah sakit lagi, jadi aku harus ikutan mengurusnya bergantian dengan Papa. Kasih tahu Tiffany untuk telpon balik aku kalau nanti kamu ketemu ya, Hen. Jangan lupa,” pesan Zach kepada Hendra.
Setelah Intan pulang ke rumah, Zach kembali disibukkan dengan urusan kantor. Selama itu pula dirumah ia selalu bertemu dengan Julia yang semakin menarik di matanya.
“Ini teh lemon buat Kakak, katanya bosan minum teh hijau terus.”
Julia memberikan secangkir lemon tea yang segera diminum Zach selagi hangat. Sambutan tulus dari Julia seperti ini, sekarang selalu mengalihkan dunia Zach. Pria itu sudah tidak sempat memikirkan Tiffany lagi, apalagi saat Hendra memberikan kabar jika Tiffany pergi keluar negeri.
“Tiffany sepertinya benar-benar sudah melupakan aku,” gumamnya lirih.
aya2 wae nya nu mna w atuh neng ga ujung2 na mh dikunyah jg😫😁