Terjerat Hasrat CEO Gila

"Kenapa Vin beberapa hari ini tidak menghubungiku?" gumam Kejora sambil mengamati ponselnya yang sama sekali tidak ada panggilan dari kekasihnya.

Kejora memeluk tubuhnya sendiri. Udara malam hari membuatnya kedinginan. Kejora dilanda kebingungan, kekasihnya tidak ada kabar lagi saat ini. Ketika dihubungi, Finn selalu mengatakan ada urusan kantor yang tidak bisa ditinggal.

Kejora berusaha berpikir positif kepada Finn. Barangkali memang benar bahwasanya kekasihnya terlalu sibuk dengan urusan kantor. Kejora hanya ingin menanyakan apakah sepatu kiriman itu berasal dari Finn atau bukan. Selebihnya, ia hanya ingin bertemu kekasihnya yang sudah lama tidak ia temui itu.

Kejora melangkah gusar setelah mengembalikan alat kebersihan ke tempatnya. Mata Kejora menyipit secara tidak sengaja melihat seseorang yang ia kenal tengah menunggu lift yang kosong.

"Hei, tunggu," cegah Kejora sambil berlari menuju ke arah Hans.

Hans berbalik. "Ada apa, Nona?"

"Mmm, aku mau bertanya. Apakah dia ada di sini malam ini?" cicit Kejora sedikit takut.

"Dia? Oh, maksud Anda Tuan Nich? Tuan Nich saat ini sedang berada di kantor karena ada pekerjaan yang harus diselesaikan."

Bahu Kejora merosot. Lantas bergumam, "pria kantoran seperti kalian apa setiap harinya sibuk terus?"

"Apa, Nona?"

Kejora tersentak. "Eh, bukan apa-apa. Aku hanya bertanya saja."

"Baiklah kalau begitu. Saya permisi dulu." Hans pamit dan masuk ke lift yang sudah terbuka.

Kejora tersenyum dan melambaikan tangan kepada Hans. Kejora menghela napas lalu berjalan menuju gudang tempat penyimpanan karena ada tugas yang harus ia kerjakan.

Baru saja Kejora hendak membuka pintu gudang, tiba-tiba saja tangannya ditarik oleh seseorang menuju tangga darurat yang posisinya memang lumayan berdekatan. Kejora tersentak, tubuhnya tegang ketika dirinya dibawa oleh seseorang dan disandarkannya pada tembok di belakangnya.

Mata Kejora kian membulat mengetahui siapa yang menariknya tadi. Pria itu adalah Nicholas. Orang yang saat ini tengah Kejora cari.

"Kau?"

"Kenapa? Bukankah kau mencariku tadi?" Nicholas menyeringai.

Kejora melepaskan cekalan tangannya. Menatap Nicholas bingung. "Bukannya tadi katanya kau tidak ada di sini?"

"Tadi memang tidak ada, tapi sekarang ada." Nicholas mendekatkan wajahnya kepada Kejora. "Kenapa? Apa kau merindukanku sampai menanyakan keberadaanku pada Hans?"

"Sembarangan! Aku ... hanya ada sesuatu yang ingin kukatakan, bukan karena merindukanmu," sangkal Kejora sambil memalingkan muka karena wajah Nicholas terlalu dekat.

Nicholas menarik wajahnya. Menaikkan sebelah alis sambil menatap wanita yang memalingkan muka itu.

"Ada hal apa?"

Kejora kembali menatap. "Apa kau yang mengirimkan sepatu ke rumahku? Biasanya Finn yang mengirimkan sesuatu ke rumah, tapi dia kali ini tidak bisa dihubungi. Tidak mungkin kalau kau yang mengirimkannya kan?"

"Benar. Tidak mungkin aku mengirimkan barang kepadamu. Memangnya siapa kau sampai harus kuspesialkan begitu?" sahut Nicholas cepat.

Kejora mengangguk. "Aku juga merasa seperti itu. Kau tidak ada hubunganku denganku, untuk apa membuang tenaga seperti itu."

Kejora menghela napas. Menatap Nicholas sendu.

"Kalau begitu aku permisi dulu," pamit Kejora.

Nicholas terkekeh sambil memalingkan muka. Sedetik kemudian ia menarik tangan Kejora yang sudah memegang pintu di tangga darurat, menariknya untuk mendekat lalu mencengkeram kedua bahu Kejora dan disandarkan pada dinding yang dingin. Mata Nicholas menyorotkan tatapan dingin yang bisa saja membuat siapa pun yang melihatnya menjadi ketakutan.

"Apa di otakmu itu hanya ada Finn dan Finn?" sarkas Nicholas.

Kejora terdiam. Mengamati Nicholas yang berbicara.

"Kenapa kau selugu ini, hah? Kau lupa bahwa kita pernah tidur bersama? Benihku tertinggal di rahimmu, itu artinya bersiap saja jika kau akan berpisah dengannya."

Kejora melepaskan tangan Nicholas di bahunya. "Aku tidak hamil sekarang, jadi aku tidak akan berpisah dengannya."

"Ck, sampai kapan kau akan paham dengan maksudku, hah?" Nicholas menggeram marah. "Apa aku perlu membuatmu benar-benar hamil sampai kau akan sadar?"

Kejora membulatkan matanya ketika Nicholas mulai mendekat dan menghimpitnya ke dinding dengan erat. Kejora hendak berlari, tapi sialnya kedua tangan Nicholas mengekangnya dari arah kanan dan kiri.

"A-apa yang kau mau lakukan?" tanya Kejora dengan nada bergemetar.

"Apalagi. Membuatmu hamil. Agar kau bisa berpisah dengan pacar bejatmu itu." Nicholas menyeringai.

"Kuperingatkan padamu, ya. Kalau kau berbuat macam-macam aku akan berteriak!" ancam Kejora.

"Teriak saja. Tapi sebelum teriak akan kupastikan kubungkam mulutmu dengan milikku," jawab Nicholas menantang.

Kejora semakin berdebar. Pria di depannya itu sungguh menyeramkan. Apalagi dengan perkataannya itu terdengar sangat mengerikan.

Kejora tidak mau kalah, ia berusaha keluar dari kungkungan Nicholas yang sangat susah untuk dilewati itu.

"Lepas! Lepaskan aku!" berontak Kejora.

"Tidak, sebelum kau paham apa maksudku." Nicholas memiringkan wajah mendekati bibir plum milik Kejora.

Kejora menutup mulutnya dengan rapat. Menolak segala perlakuan Nicholas yang terus memaksa untuk mencicipi bibirnya. Tenaga wanita itu cukup untuk memberikan perlawanan dengan mendorong dada Nicholas supaya menjauh dari dirinya. Menampar pipi kanan pria itu dengan keras.

"Berhenti ...! Aku bilang cukup!" teriak Kejora dengan hati yang berapi-api.

Nicholas menyeimbangkan tubuhnya yang sempat tak terkendali. Menyentuh tulang pipinya yang terasa panas akibat tamparan dari Kejora pada dirinya.

"Apa salahku padamu? Kenapa kau sampai tega melukaiku seperti ini, hah? Aku ... aku tidak berbuat apa pun padamu tapi kau terus-terusan menggangguku! Apakah kesucianku malam itu belum cukup? Apa yang kau mau lagi dariku, hah?!" Kejora menatap Nicholas dengan wajah merah marah.

Nicholas menatap dingin. Tidak menjawab sedikit pun umpatan Kejora padanya.

"Kau tahu, hidupku sekarang sudah hancur. Aku ditinggalkan keluarga, hidup miskin, dan mahkotaku juga sudah kau renggut paksa. Apa semua itu tidak lebih dari cukup untuk membuatmu puas? Apa kau menginginkan nyawaku juga? Kau sangat kejam! Tidak punya hati! Aku sangat membencimu!"

Kejora memukul keras dada Nicholas sambil berlinangan air mata. Perlahan-lahan pukulan itu semakin melemah dan berakhirnya tubuh Kejora terduduk di lantai dengan kondisi wajah basah dengan air mata. Kejora menangkup wajahnya dengan kedua tangan untuk menutupi rasa sakitnya itu.

Nicholas sama sekali tidak bergeming. Ia hanya diam sambil mendengarkan rintihan luka dari Kejora. Kedua tangannya erat berada di samping badan. Diam, tidak melakukan apa pun.

"Kau terlalu bodoh untuk mengerti ini semua," celetuk Nicholas dingin.

Kejora yang mendengar itu lekas bangkit. Menatap Nicholas dengan amarah yang menggebu-gebu. "Ya! Aku memang bodoh! Lalu kenapa kau selalu menyibukkan diri dengan orang bodoh sepertiku, Tuan? Apa tidak ada wanita lain yang bisa kau permainkan?"

"Aku memberi tawaran, tapi kau salah mengartikannya. Dan masih mengataiku kejam? Lagian pikirkan lagi jaman sekarang, mana ada pria yang sukarela menawarkan tanggung jawab setelah menodai wanita, hah? Aku sudah berbaik hati untuk menyelamatkanmu, tapi kau menganggap buruk niat baikku!" jawab Nicholas.

"Dengar, Tuan Nicholas. Aku tidak mau menikah dengan pria yang sudah memperkosaku! Kenapa kalau korban pemerkosaan harus menikah dengan pelaku? Apa wanita ternoda sepertiku tidak bisa menjalani hidup layaknya wanita lain? Apakah aku harus hidup dengan orang yang merenggut kesucianku sendiri?"

Kejora mengusap air matanya dengan kasar. "Kau itu jahat! Lebih baik pergi saja dari sini dan jangan berkeliaran di hidupku! Aku sungguh muak melihat wajah pria bejat sepertimu!"

Nicholas menerima dorongan di dadanya dari Kejora sampai tubuhnya tergeser beberapa jarak. Wanita itu terus saja memukuli dadanya seolah menjadikannya samsak untuk meluapkan kekesalan dan Nicholas, enggan untuk menghindar.

Nicholas menghentikan pukulan itu dengan mencengkeram tangan Kejora. Menatap wajah yang sembab penuh air mata itu dengan dingin.

"Baik, jika kau ingin aku pergi. Aku berharap tidak akan mengingat apa pun tentangmu lagi. Terima kasih atas penghinaan dan waktuku yang terbuang dengan sia-sia!" sentak Nicholas langsung pergi dari sana.

Kejora memalingkan muka. Mengusap sisa air matanya yang perlahan mulai mengering. Tiba-tiba saja ponselnya berdering dan Kejora mulai menjawab panggilan dari nomor asing itu.

"Hallo, ini siapa?" tanya Kejora mengangkat telepon.

"Apa?!"

..

Mm, perasaannya ditahan dulu.

Masih ada episode-episode baru yang akan menguras tenaga, xixi

Selamat membaca..