Kehidupan rumah tangga Riana baik-baik saja, sampai suatu malam dia tak sengaja bertemu dengan Almeer. Seorang pemuda yang hadir ke dalam hidupnya dan membuat biduk rumah tangganya menjadi kacau.
Rumah tangga Riana tak dapat lagi diselamatkan, setelah suaminya mengetahui Riana sedang mengandung anak dari pria lain.
Bagaimana lika-liku percintaan Riana dan Almeer?
Akankah mereka menemukan kebahagiaan?
Salahkah apa yang Riana lakukan?
Ikuti kisah selengkapnya.
Follow IG : @poel_story27
Cover By : @wnc_design_didesc
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Poel Story27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Calon Istri
Cukup lama Riana terdiam di toilet, dia dapat mendengar dengan jelas pembicaraan Aeyza dengan pria yang diduga adalah kakaknya itu.
'Kasihan Aeyza, ternyata di balik kehidupannya yang bergelimang harta, dia masih harus berperang melawan keegoisan orang tua," lirih Riana dalam hati.
Riana keluar dari toilet, dahinya berkerut saat melihat perawakan pria yang kini duduk di samping brankar Aeyza. "Almeer!?"
Dan tebakannya tidak salah, pria yang berada di samping Aeyza benar-benar Almeer, pria yang mengaku sebagai ayah dari janin yang dikandungnya.
Almeer menoleh ke belakang. "Riana! Mengapa kamu ada di sini?"
Dua orang yang saling mengenal itu membuat Aeyza mengkerutkan dahi. "Abang kenal ibu Riana?"
Almeer menganggukkan kepala. "Tentu saja Abang mengenalnya, dia calon kakak iparmu!"
Riana membulatkan mata mendegar perkataan Almeer, mulutnya terbuka kemudian kembali tertutup, karena tidak tahu apa yang harus dia katakan.
"Dan dia juga tengah mengandung keponakanmu!" Almeer menambahkan.
Kali ini Aeyza yang membelalakkan mata mendengar pernyataan kakaknya.
Almeer menoleh ke belakang.
"Benarkan, Sayang. Kita akan menikah sebentar lagi!" Almeer mengucapkannya tanpa merasa berdosa sama sekali.
Riana membeku, rasanya oksigen di ruangan ini terengut habis oleh perkataan Almeer, yang membuatnya serasa kesulitan untuk bernapas. Untung saja ini bukan pertama kalinya Riana mendengar Almeer yang selalu bicara to the point, jadi dia sudah sedikit terbiasa. Jika tidak dia pasti akan syok, dan kembali jatuh pingsan.
"Benarkah itu, Bang?'' tanya Aeyza dengan sumringah.
Dia tidak peduli jika ada jarak umur yang jauh antara kakaknya dengan Riana. Jika kakaknya itu senang, maka dia akan mendukungnya. Lagi pula selama ini hanya mereka berdua yang saling mensupport satu sama lain, apalagi ditambah Aeyza juga menyukai Riana.
"Kau tanyakan saja sendiri pada calon kakak iparmu!" sahut Almeer.
Aeyza mengalihkan pandangan pada Riana. "Benarkah yang dikatakan abangku, Bu?"
Almeer berdecak. "Ck, apa sopan memanggil calon kakak iparmu dengan sebutan ibu?"
"Maaf, tapi Ibu Riana itu adalah gurunya Za di taman kanak-kanak, makanya Za panggil ibu. Oh, ya, tadi itu ibu Riana yang membantu Za. Eh, salah, maksudnya kak Riana membawa Za ke rumah sakit ini. Kebetulan sekali, bukan?"
"Begitu, ya. Baguslah, itu artinya kalian sudah cukup akrab." Almeer menyeringai lebar.
Sementara itu Riana masih terdiam kaku mendengar pembicaraan absurd antara kakak beradik itu. Saat ini Riana tidak tahu dari mana harus menyela.
Di saat yang sama Almeer berdiri dari tempat duduknya, tanpa basa-basi dia merangkul Riana dan membawanya mendekat ke brankar Aeyza. Pikiran Riana ingin memberontak, tapi entah mengapa tubuhnya seperti terhipnotis dan menurut begitu saja.
"Apa benar Kakak akan menikah sama Bang Al?'' tanya Aeyza, sorot matanya terlihat sangat berharap Riana akan mengiyakan.
"Ti-tidak, kami bahkan tidak memiliki hubungan," bantah Riana dengan sedikit tergagu.
Aeyza mengalihkan pandangan pada kakaknya. "Abang gimana sih? Tadi katanya calon istri?"
Almeer mengusap puncak kepala adiknya, dia mengulum senyum sambil mencuri-curi pandang ke arah Riana. "Masih proses!" jawabnya.
"Jadi Abang bilang calon istri, tapi kak Riananya belum setuju!" Aeyza mencebik.
"Akan segera setuju," jawab Almeer penuh keyakinan.
Riana memutar bola mata malas, dia tidak mempedulikan perkataan Almeer. Tangannya kini mengusap wajah bayi mungil yang ada di samping Aeyza.
Riana memandangi bayi tersebut dengan pandangan berbinar, bayi yang baru saja lahir ke dunia itu terlihat begitu tampan. Riana menghela napas dalam-dalam, beberapa bulan lagi pun dia akan menjadi seorang ibu, dia juga akan merasakan kebahagiaan seperti yang saat ini dirasakan Aeyza.
Entah nantinya kebahagiaan itu akan semakin lengkap, karena menikah dengan Almeer, entahlah. Untuk saat ini Riana tidak mau terlalu memikirkannya.
"Za, aku pulang, ya. Ini sudah malam," pamit Riana setelah melirik arloji di tangannya.
"Makasih, ya Bu, eh Kak." Aeyza tidak tahu apakah saat ini dia harus memanggil Riana dengan sebutan kakak, atau tetap memanggilnya dengan sebutan ibu.
Rina tersenyum, dia meraih tasnya lalu beranjak meninggalkan ruangan tersebut, setelah meninggalkan lirikan jengah kepada Almeer.
"Bang, gimana sih? Tadi katanya kak Riana sedang mengandung anak Abang! Terus kenapa kak Riana bilang kalian tidak memiliki hubungan apa-apa?" cecar Aeyza setelah kepergian Riana.
"Nanti bakal abang ceritain sedetail-detailnya, Za. Tapi sekarang kamu abang tinggal dulu, ya. Abang mau antar Riana pulang!" ujar Almeer lalu melangkah meninggalkan ruangan tersebut.
"Semangat ya Bang," teriak Aeyza sambil memandangi punggung kakaknya yang akhirnya menghilang.
Mendengar Almeer akan menikah, rasanya Aeyza begitu bahagia. Bahkan dia seakan lupa kesedihan yang ia rasakan tadi. Ya, kesedihan karena tidak adanya keluarga yang mendampinginya saat bersalin.
Dia begitu kecewa, karena orang tuanya seolah tidak peduli dengan kehadiran cucu mereka. Aeyza berjanji, dia akan memberikan kasih-sayang melimpah kepada anaknya, dia tidak ingin apa yang dia alami semasa kecil kembali terulang pada anaknya. Hidup bergelimang kemewahan, tapi sangat kekurangan dalam hal kasih sayang.
***
Di koridor rumah sakit Riana melangkah dengan sangat cepat, dia ingin menghindari Almeer karena yakin sekali pria itu akan menyusulnya.
"Sayang ... tunggu. Pelan-pelan jalannya, kamu itu sedang hamil, bagaimana kalau kamu terpeleset? Aku tidak mau terjadi sesuatu yang buruk pada anakku!'' Suara yang begitu khas itu sontak membuat bulu kuduk Riana meremang.
Dengan setengah berlari Almeer mengejar Riana, lalu segera merangkul pinggang wanitanya itu setelah mereka berjalan sejajar.
"Al, lepasin, jangan kurang ajar kamu!" Riana melotot kesal seraya mencoba menjauhkan tangan Almeer dari pinggangnya.
"Tidak!'' tolak Almeer yang malah mengeratkan rangkulannya.
"Lepasin, Al. Malu dilihat orang!"
"Tidak mau! Aku harus siaga melindungi anakku agar aman," kilah Almeer dengan cueknya.
"Lepas, atau aku teriak!" ancam Riana dengan nada yang sedikit meninggi.
"Teriak saja sesuka hatimu. Rumah sakit ini milik keluargaku, aku jamin tidak ada yang berani melarang apa pun yang ingin kamu lakukan, Sayang," bisik Almeer di telinga Riana.
Riana menghentikan langkahnya, lalu membuang napas kesal. "Sebenarnya mau kamu itu apa sih, Al?"
"Kamu mau dengar apa yang aku inginkan?"
"Iya."
"Aku mau kamu jadi istriku!"
Belum sempat Riana menyahut, terdengar suara seorang perempuan yang membuat Almeer menoleh.
"Kak Almeer!" serunya.
Wajah wanita yang tak lain Fenny itu berubah masam, saat melihat tangan Almeer melingkar di pinggang Riana. Mata Fenny memperhatikan Riana dengan tatapan kesal.
Tanpa segan dia berderap maju, untuk melerai rangkulan Almeer di pinggang Riana.
"Kamu siapa? Kenapa rangkul-rangkulan sama tunangan aku?" tanya Fenny dengan nada geram.
Bersambung.
Jangan lupa tinggalkan lie, vote dan komen, ya.
Terimakasih.
semangaaaat semua perempuan