Area 21+ (Mohon bijak dalam membaca)
Mentari dipaksa oleh Zahra untuk menikah dengan suaminya, Fatih. Karena Zahra sudah divonis mandul dua tahun lalu. Kini dia juga mengidap penyakit Leukemia. Mentari menolak keinginan sahabatnya itu karena Fatih adalah cucu dari William, mantan suaminya.
Akhirnya Mentari menerima pinangan Fatih dan mereka hidup bertiga di rumah yang sama. Masalah muncul saat Widuri dan Jihan ikut tinggal di rumah Fatih. Widuri menginginkan Jihan jadi istri ke-3 Fatih. Berbagai macam cara dia lakukan untuk menjebak Fatih.
Masalah kehidupan poligami terjadi saat Fatih jatuh cinta kepada Mentari dan Zahra cemburu, tanpa Mentari tahu. Mentari tidak sengaja mendengar Fatih sejak awal tidak mau menikah, tapi Zahra memaksanya. Mentari pun memutuskan untuk pergi dan bercerai dengan Fatih, dan anak kembar yang sedang dikandungnya akan dibagi dua setelah lahir. Fatih mengungkapkan cinta kepada Mentari dan mendapat sambutan baik darinya. Tapi, cinta mereka di uji dengan kedatangan William, mantan suami Mentari yang ingin rujuk kembali.
Bagaimana kisah cinta Mentari dalam mencari pasangan sejati? Fatih, laki-laki kaku dan pendiam atau Willian, cinta pertama dan penuh kehangatan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#MENTARI, FATIH, DAN ZAHRA (23)
Fatih hendak mendatangi Mentari dan mau menanyakan tentang laki-laki yang ada di dalam foto itu. Namun langkahnya terhenti saat melihat Zahra dan Mentari sedang berbicara berdua di dalam kamar utama.
"Mentari, kamu tahu 'kan kalau seorang yang sedang hamil muda itu rawan keguguran?"
"Ya, ada beberapa orang yang mengalami hal seperti itu. Namun aku--" Mentari belum menyelesaikan omongannya, Zahra sudah memotong duluan.
"Salah satu penyebabnya adalah karena melakukan hubungan suami istri." Zahra menghela napasnya, "kamu tahu sendiri, bagaimana Mas Fatih kalau melakukan hal itu, dia tidak akan cukup hanya dengan sekali, dan itu membahayakan bayi-bayi yang ada di dalam perut kamu."
Mentari diam, karena dia tahu Zahra ahlinya dalam bidang ini. Sebab dia dulunya dokter ahli kandungan. Benar adanya juga kalau Fatih tidak akan cukup satu kali melakukannya. Namun Mentari bukan orang bodoh yang tidak tahu apa-apa.
Dulu dia juga pernah hamil, anaknya William. Tidak beda jauh dari Fatih, bahkan bagi William hal itu tidak cukup hanya malam dan pagi saja. Saat makan siang pun kadang dia ingin melakukannya, kalau Mentari terlihat begitu menggoda di matanya. Makanya Mentari selalu di ingatkan dan diawasi oleh dokter keluarga Green. Serta diberitahu bagaimana melakukan hubungan suami istri yang aman saat dirinya hamil muda atau tua, dan menjelang kelahiran.
"Selain itu, naik turun tangga seperti di rumah ini. Tidak baik bagi ibu hamil, karena rawan kecelakaan."
Mentari tersenyum ke arah Zahra, "ya, kamu benar. Seharusnya aku tidur lantai bawah agar tidak perlu naik turun tangga. Begitukan seharusnya?"
Mentari melihat rasa cemburu yang begitu jelas di wajah Zahra. Dia juga sudah tahu, tanpa harus di ingatkan lagi.
"Terus sekarang kamu maunya, aku harus apa?" tanya Mentari sambil menatap Zahra.
"Aku akan kembali ke kamar utama, di sini. Kaki aku juga sudah sembuh dan sudah bisa naik turun tangga lagi," jawab Zahra dengan tatapan sendunya, karena dia juga merasakan sakit ketika harus mengusir Mentari dari kamar Fatih.
"Tentu saja kamu boleh kembali ke sini. Karena ini adalah kamar kamu. Jadi sudah sewajarnya jika kamu ingin tidur di sini."
Mentari tersenyum tipis ke arah Zahra, dan memegang tangannya. "Tenang saja, aku tidak akan merebut apa yang sudah jadi milik orang lain."
Mentari pun menurunkan dua koper miliknya dulu, saat pertama kali datang ke rumah ini. Dia membereskan semua baju miliknya, yang dia bawa dari rumahnya saat itu. Tanpa membawa satupun baju yang sudah disiapkan oleh Fatih untuknya, saat baru menjadi istrinya dulu.
Mentari yang sedang membereskan pakaian dan memasukkannya ke dalam koper, membuat Fatih marah. Tangan Mentari langsung di pegang olehnya. Fatih tidak suka saat melihat istrinya itu memasukan semua barangnya ke dalam koper baju.
"Apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Fatih sambil memandang Mentari dengan tajam, seakan memberitahu kalau dirinya tidak suka melihat semua ini.
"Aku akan pindah kamar ke bawah. Karena, sering naik turun tangga itu tidak baik bagi ibu hamil," jawab Mentari sambil tersenyum tipis kepada Fatih.
"Kalau itu, tenang saja. Karena aku sudah menyiapkan pembuatan lift di rumah ini. Besok para pekerjanya sudah akan memulai pengerjaannya. Aku rasa dia atau tiga hari juga sudah selesai."
Mendengar pernyataan suaminya itu, membuat Zahra kembali sakit hati. Saat kakinya terluka, suaminya tidak ada keinginan untuk membuatkan lift untuknya. Namun kini … karena Mentari sedang hamil, dia langsung membuatkan lift untuknya, agar tidak perlu naik turun tangga.
"Selama pengerjaannya, kita akan tinggal dulu di rumah Papa."
Fatih memasukan kembali baju milik Mentari ke dalam lemari baju miliknya. Mentari bingung kini harus apa. Satu sisi tidak bisa membantah keinginan suaminya. Namun disisi lain, dia juga nggak mau membuat sahabatnya itu terluka. Akhirnya Mentari memilih akan membicarakan masalah ini, nanti saat dengan Fatih saja.
******
Karena masalah semalam, Fatih sampai lupa mau menanyakan kepada Mentari, tentang foto dirinya dengan seorang laki-laki. Apalagi pagi harinya mereka sibuk dengan acara pindahan mendadak ke rumah Khalid.
"Mama senang, kalian akan tinggal di sini. Jangankan tiga hari, sebulan pun nggak apa-apa." Aurora menyambut mereka bertiga.
"Mentari, bagaimana dengan kehamilanmu? Semua baik-baik saja 'kan?" Aurora mengelus perut yang berisi cucunya itu.
"Alhamdulillah, Ma. Semuanya baik!"
"Syukurlah kalau begitu. Kamu tidak mengalami ngidam? Atau muntah-muntah?" tanya Aurora lagi sambil memegang tangan Mentari.
"Alhamdulillah, tidak Ma. Mentari merasa kehamilan kali ini, tidak membuatku kesulitan."
Melihat mertuanya begitu memperhatikan Mentari, ada rasa cemburu di hati Zahra. Mungkin seandainya dia juga bisa hamil, maka Mama mertuanya akan makin sayang dan perhatian kepadanya.
Fatih yang melihat raut sedih di wajah Zahra. Akhirnya membawa Zahra naik ke kamar miliknya yang ada di lantai tiga. Fatih mengira kalau Mentari sedang asik bicara dengan Aurora. Makanya dia tinggalkan saja, tanpa pamit kepadanya.
Padahal Mentari melihat itu semua, dan dia merasa tidak dianggap keberadaannya. Mentari menatap mereka berdua dengan nanar. Hatinya seolah ditikam oleh sembilu. Senyum miris pun tersungging di bibirnya.
"Lho, Fatih sama Zahra kok pergi duluan? Nggak ngajak-ngajak kamu!" Zahra menatap anak dan menantu satunya lagi masuk lift menuju lantai atas.
"Mentari minta kamar di lantai bawah, Ma. Biar tidak naik turun," kata Mentari sambil memegang tangan Aurora.
"Kamu bisa naik--"
"Mentari ingin kamar yang ada di sana!" tunjuk Mentari asal ke arah deretan kamar kosong, yang suka di jadikan kamar tamu.
"Padahal, kalau kamu mau kamar di lantai atas, masih ada kamar punya Willi." Aurora menatap sedih ke arah Mentari, yang sedang melihat ke lantai atas.
Mentari tahu kamar itu, karena dulu dia selalu tidur di sana. Saat dirinya dan William menginap di sini. Tentu saja banyak kenangan yang tercipta di sana. Saat ini Mentari tidak mau mengingat mantan suaminya itu. Saat mengingat kebahagiaan bersamanya, maka kenangan buruk miliknya akan menyertainya. Makanya Mentari tidak mau mengingat sesuatu tentang mantan suaminya itu.
Zahra yang menahan tangisnya kini sedang dalam pelukan Fatih. Dia merasa tidak bisa menjadi istri yang bisa membuat suaminya bahagia. Walau sudah ratusan bahkan ribuan kali Fatih katakan, dirinya bahagia dan menerima Zahra apa adanya.
"Dengar Zahra, Allah tahu apa yang terbaik buat kita. Mungkin saja sesuatu yang kita anggap baik, belum tentu baik di hadapan Allah."
"Tapi, tetap saja …."
Fatih menutup mulut Zahra dengan jari telunjuknya, dan menggelengkan kepalanya. Tanda dia tidak mau mendengar lagi Zahra membicarakan masalah anak.
******
Keesokan harinya Fatih, kembali pergi bekerja dengan Mentari. Saat dalam perjalanan tidak ada pembicaraan sama sekali. Mentari lebih memilih melihat pemandangan di luar kaca jendela mobilnya. Daripada melihat wajah tampan suaminya yang sedang mengemudi di sisinya.
Mentari dan Fatih saling diam-diaman, sejak semalam. Setelah mereka berdua membicarakan masalah kamar tempatnya tidur, dan ujung-ujungnya adalah menyinggung masalah foto Mentari dan Arman yang sedang di depan cafe.
Sebenarnya Fatih sudah gatal ingin bicara dengan Mentari. Apalagi sejak bangun tidur semua keperluannya di layani oleh Zahra. Karena semalam dia tidur dengan Zahra di kamarnya. Serta diamnya Mentari membuatnya greget.
******
JANGAN LUPA KLIK LIKE, FAV, HADIAH, DAN VOTE NYA JUGA YA.
DUKUNG AKU TERUS DENGAN MEMBERIKAN JEMPOL YANG BANYAK YA.
TERIMA KASIH.
apalagi yg suaminya udah punya bini lain yg semula cuma mencintai dia seorang aja baru seminghu udah lupa 😩