NovelToon NovelToon
Rahim Bayaran

Rahim Bayaran

Status: tamat
Genre:Romantis / Contest / Cintapertama / Nikahkontrak / Cintamanis / Konflik Rumah Tangga- Terpaksa Nikah / Tamat
Popularitas:114.5M
Nilai: 4.9
Nama Author: Sept

Hanya karena uang, Dira menjual rahimnya. Pada seorang pria berhati dingin yang usianya dua kali lipat usia Dira.
Kepada Agam Salim Wijaya lah Dira menjual rahim miliknya.
Melahirkan anak untuk pria tersebut, begitu anak itu lahir. Dira harus menghilang dan meninggalkan semuanya.
Hanya uang di tangan, tanpa anak tanpa pria yang ia cintai karena terbiasa.

Follow IG Sept ya
Sept_September2020

Facebook
Sept September

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sept, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CANDUKU

Rahim Bayaran #22

Oleh Sept September

Hati itu nyatanya masih setia pada jiwa yang lebih lemah. Sampai pukul lima subuh, barulah Agam berencana untuk pulang.

"Mas pulang dulu, sekalian ganti baju. Nanti Mas ke sini lagi!" ucapnya sembari mendaratkan kecupan hangat pada kening istri pertamanya itu.

Agata hanya tersenyum tipis, kemudian ia menahan lengan Agam.

"Bagaimana dengan wanita itu? Bolehkan aku bertemu dengannya?"

Agam mematung, apa maksud Agata. Bertemu Dira??? Bisa-bisa istrinya malah drop. Tahu sendiri seperti apa gadis yang ia pilih.

Meski tak secantik Agata, tetap saja Dira jauh lebih muda. Tunggu! Bukan jauh, tapi sangat jauh. Bisa jadi Dira seperti anak mereka. Ah! Kacau, mereka tak boleh bertemu.

Agam berjibaku dengan pikirannya, ia takut dikira abnormal karena menikahi gadis yang pantas jadi anaknya.

"Sial!" rutuknya di dalam hati.

"Nanti ... kalau kamu sembuh!" tolaknya dengan halus.

Agata pun kembali tersenyum, kemudian kembali menahan kepergian Agam dengan kata-katanya.

Sebenarnya mungkin ia tak rela ditinggal sendiri. Hanya saja, Agam memang harus ganti pakaian.

"Apa kalian sudah melakukannya?"

Jleb

Aduh, Agam mau jawab apa? Hatinya jadi berkecamuk. Tidak ingin menyakiti perasaan Agata, ia hanya diam tanpa kata.

"Kenapa? Kenapa tidak jawab? Kalau sudah, jangan lupa. Mas gak lupa kan tujuan aku meminta Mas menikah lagi?" Agata menatap penuh harap, meskipun ia sakit ia tak ingin suaminya berpaling.

Dari istri ke dua itu, ia hanya mengharap anak. Setelah itu, wanita tersebut harus meninggalkan kehidupan mereka.

Agam tidak boleh meninggalkan hatinya untuk wanita itu. Tujuan mereka hanya anak, tidak ada yang lainnya.

"Kamu tenang saja, aku masih ingat dengan tujuan Kita!" Agam melepas lengannya yang dipegang oleh Agata.

"Aku pulang dulu!" pamitnya kemudian.

Agam pun meninggalkan kamar rafflesia nomor delapan tersebut dengan perasaan yang tak tentu. Galau dan rasa bersalah mulai menyeruak di hatinya.

Pria itu mulai lupa dengan tujuannya menikahi Dira. Gadis itu terlanjur masuk, nanti ... Perlahan ia akan lepas pelan-pelan. Janjinya atau mungkin hanya akan menjadi sebuah janji belaka. Janji yang sulit ditunaikan.

Karena hati bekerja tanpa suruhan otak, ia melakukan apa yang ia mau. Tak bisa dipaksa, tak bisa dilarang. Kalau hati sudah bicara, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Begitulah Agam, ia resah karena hati tak sejalan dengan otak.

Kini, saat sudah berada di dalam mobil miliknya. Agam langsung bergegas tancap gas. Ia ingin tahu bagaimana dengan Dira.

Perasaan pria itu terlanjur bercabang cukup kuat, semua sudah terlanjur meskipun belum disadari Agam sepenuhnya.

Tap tap tap

Begitu sampai halaman rumah, ia tergesa-gesa masuk rumah.

"Bi ... Dira mana?" tanya Agam yang melihat Bibi membersihkan rumahnya.

"Di kamar Tuan, belum keluar!"

Dengan cepat ia menuju lamar Dira, "Dira ... Dira ... Ra!"

Tok tok tok

Mau sebanyak apapun ia mengetuk pintu kamar Dira, sang penghuni sama sekali tak menyahut. Bukannya was-was, pria itu malah kesal.

"Ngebo banget nih anak!"

"DIRA!" panggilnya agak kencang. Ketukan yang berirama itu, berubah jadi gedoran keras.

"Apa belum bangun tuan?" Bibi datang terhuyung-huyung karena mendengar gedoran Agam.

"Ambilkan kunci cadangan di lemari!" titah Agam yang sudah kusut wajahnya.

Detik berikutnya, Bibi datang dengan sebuah kunci di tangannya.

"Ini Tuan!"

Sambil membuka pintu, ia bertanya lagi pada Bibi. "Denis ke mana? Gak kelihatan juga?"

"Itu ... Anu ... waktu Nyonya besar ke sini, Tuan Denis belum ke sini lagi."

Agam hanya manggut-manggut, kemudian menyuruh Bibi melakukan tugasnya kembali.

"Dira, gadis macam apa kamu ini. Sudah pagi masih molor!" cibirnya yang melihat gundukan selimut di atas ranjang.

"Ish ... rasanya otakku kurang waras, anak yang aku khawatirkan nyatanya malah tidur pulas!" gumamnya.

"Bangun Dira!" perintahnya karena tak ada getakan di dalam selimut.

"Ya ampun, sepertinya aku salah memilih tempat untuk menampung benihku! Lihat, betapa malasnya dia!" batinnya.

Srekkk

Dengan gerakan lamban, ia menyibak kain selimut yang menutupi sekujur tubuh Dira.

Begitu kain itu tersibak, Agam langsung merunduk.

"Hey ...! Anak malas! Bangun!" bisik Agam dengan suara berat. Tapi aneh. Dira tak merespon.

Agam jadi panik, sepertinya Dira tidak tidur. Ini bukan orang yang sedang tidur.

Dengan cemas ia menepuk pipi Dira, membangunkan gadis tersebut.

"Dira ... Dira! Jangan bercanda!" Agam mencoba membangunkan gadis itu. Barulah saat ia mengolesi hidung Dira dengan minyak kayu putih, Dira mulai bangun.

"Kalau sakit bilang!" bentak Agam.

"Jangan malah di kamar saja, kalau saya ngak ada minta obat sama Bibi!" masih dengan nada tinggi. Agam marah-marah bukan karena membenci gadis itu. Pria beristri dua itu kelewat cemas dengan kondisi Dira saat ini. Agam emosional karena terlalu khawatir.

Sementara itu, Dira yang kepalanya sudah terasa pusing. Badan panas, meriang dan mulutnya pahit. Ditambah bentakan demi bentakan yang didapat dari Agam. Kini komplit sudah paket deritanya.

Tak mau memandang lawan bicaranya itu, Dira menepis lengan Agam yang semula menyentuhnya.

Cukup! Ia juga bisa marah. Siapa yang minta sakit. Dira pikir hanya meriang, buat tidur bentar mungkin sakitnya ilang. Gak taunya kepalanya malah pusing. Langit kamar seolah berputar.

Baru juga buka mata, tuh mulut Agam ngomel-ngomel gak karuan.

"Sudah! Mas keluar dulu. Dira mau tidur lagi. Pusing!" ia mengusir Agam dengan mendorongnya.

"Apa? Aku bahkan diusir dari rumahku sendiri?" gerutunya. Yang benar saja, yang memutuskan siapa yang masuk dan keluar itu dirinya sendiri. Enak saja Dira main suruh-suruh!

Tak bisa berkata-kata, Agam hanya bisa berkacak pinggang dengan kesal.

Ingat harus memanggil dokter, ia pun merogoh ponsel di dalam saku celananya.

"Baik, saya tunggu. Tolong secepatnya!"

"Ngapain telpon dokter! Dira gak apa-apa. Hanya pusing!"

"Sudah, tidak usah protes. Sebentar lagi dokter ke sini."

"Hem..!" Karena pingin ke kamar kecil, Dira pun turun dari ranjang.

"Mau ke mana? Bisa duduk di atas sana dengan tenang tidak?" cetusnya.

"Masa aku pipis di celana?" Dira menjawab dengan tak kalah ketus.

Mendengar itu, Agam hanya menelan salivanya. Ah! Dira sudah mengacak-acak otaknya.

"Mas ngapain masih di sini?" tanya Dira yang heran, habis keluar kamar mandi. Suaminya itu masih ada di dalam kamarnya. Ia kira pria itu sudah keluar.

"Kamu lupa? Ini rumahku. Terserah aku mau di mana!"

Tidak mungkin mengusir pemilik rumah, Dira hanya dima. Sudahlah! Terserah pria itu.

"Bibi!"

"Bik ....!"

"Iya Tuan."

"Buatkan bubur, Dira sakit!" titah Agam pada asisten rumah tangganya.

Sepuluh menit kemudian, Bibi datang dengan bubur di tangannya. Bubur dari tepung beras dan diberi kuah santan sedikit.

"Ini makan! Aku gak mau kamu kurus kering!" Agam menyodokan semangkuk bubur hangat itu.

"Nanti saja, ngak lapar."

Tidak sabaran, Agam langsung menyendok bubur itu.

"HAK!!!" serunya sambil membuka mulut, seolah menyontohkan pada Dira agar membuka mulut.

Bukannya membuka mulut, Dira tambah menangis.

"Hey!!! Apa yang kamu tangisi? Ini gak ada racunnya!"

Agam langsung memakan satu sendok bubur itu.

"Lihat!!! Saya masih sehat, bukan?"

"Ayo makan! Buka mulut!"

Bukannya buka mulut, Dira malah bersin dengan kencang.

Haching

Haching

Agam pun menaruh mangkuk itu di atas nakas, kemudian mengambil segelas air hangat yang diberikan Bibi tadi.

"Minum dulu! Nih!"

Dira pun meraih gelas itu, tak sengaja tangan mereka bersentuhan. Rasa canggung pun kembali mendera.

Entah karena tak hati-hati atau grogi, gelas itu malah lepas dari gengaman keduanya.

"Awas!" pekik Agam yang melihat gelas itu jatuh di pangkuan Dira.

"Panas!" Dira mengadu.

Reflect tangan Agam mengusap bekas tumpahan dengan tisu di sampingnya.

Detik berikutnya, Dira langsung beringsut. Gadis itu mengeser tubuhnya. Ia mundur pelan-pelan. Gawat, ada yang tak beres dengan dirinya. Jantungnya jadi kembang kempis tak karuan.

Bagaimana dengan Agam. Rupanya pria di mana-mana itu sama. Melihat paha dan sayap mulus, air liurnya langsung keluar.

Dira nyatanya sudah bagai candu bagi Agam. Mau ia tepis seperti apapun. Reaksi tubuhnya tak bisa menipu.

Ada yang keras tapi bukan batu!

Bersambung

1
Azzara Nur Ramadani
Luar biasa
aryuu
makan tuh Dira... bloon banget nih sidira... mati ajalah lu dir sebel gwe
aryuu
mungkinkah ceboll🤔
piwka
💙
Cici_sleman
dilihat dr judulnya aj dh ketebak lagunya bunda 😅
Cici_sleman
lg umbah2 kr isah2
Cici_sleman
gundul mu dewe🤣
sakura
...
arzanka aja
Luar biasa
arzanka aja
Biasa
Meri
gk pernah nikah LG si Dira ni
i
Meri
ninja Hatori 😂😂😂
Meri
Agata pulang atw Denis yg liat
Meri
Agata
Meri
hai KK sept👋👋👋sy mampir LG di karya KK😊sy mulai dr cerita Agam,nnt lanjut yg lain
Sept September: maksih banyak kak
total 1 replies
Ita Rostanti
Luar biasa
the real ersyana
keluarga muka topeng🥴
the real ersyana
itu kn mau kamu agata, kenapa marah
Cici_sleman: maunya agata, agam cetak ank tnp hatinya , tp salh agam dia pake bumbu cinta dan sayang wktu bkin adonan
total 1 replies
Sri Yani
Luar biasa
Erna Yunita
Gundulmu..... ngomong asal njeplak ae
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!