Restu? lagi-lagi restu yang jadi penghalang, cinta beda agama memang sulit untuk di satukan, cinta beda alam juga sulit untuk di mengerti tetapi cinta terhalang restu berhasil membuat kedua belah pihak dilema antara maju atau mundur.
Apa yang akan dipilih oleh Dirga dan Klarisa, karena cinta terhalang restu bukanlah hubungan yang bisa dikatakan baik-baik saja untuk keduanya.
Ikuti kisah mereka didalam novel yang bertajuk "Melawan Restu".
Salam sehat
Happy reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Goresan_Pena421, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pertanyaan gantung
Apakah cinta Klarisa dan Dirga benar-benar cukup kuat untuk melawan restu yang tidak kunjung mereka dapatkan?
Ataukah cinta itu hanya akan menjadi luka baru yang semakin dalam, semakin menjerat tanpa jalan keluar?
Jika ancaman dari orang misterius itu semakin nyata, apa yang akan mereka lakukan?
Apakah Klarisa akan tetap teguh pada keyakinannya, atau ia justru akan menyerah saat nyawa dan kebahagiaannya dipertaruhkan?
Apakah Dirga benar-benar mampu menjaga janji yang ia ucapkan dengan mata berkaca-kaca?
Ataukah janji itu hanya akan menjadi kata manis yang hancur ketika kenyataan terlalu pahit untuk dilawan?
Dan bila benar restu ibunda Dirga hanya bisa didapat dengan pengorbanan besar, apakah mereka siap mengorbankan segalanya?
Jika cara baik-baik tak juga membuka jalan, akankah mereka tergoda memilih jalan yang salah?
Apakah cinta mereka akan tetap suci, atau ternoda oleh pilihan keliru yang mereka ambil demi bersama?
Siapakah sosok misterius yang berani mengancam dari balik hujan malam?
Apakah ia bagian dari keluarga Dirga yang diam-diam menolak, atau musuh lama yang sengaja memanfaatkan kelemahan mereka?
Dan jika ancaman itu berubah menjadi aksi nyata, siapakah yang pertama akan menjadi korban?
Apakah Klarisa siap kehilangan sesuatu yang ia cintai demi mempertahankan Dirga?
Apakah Dirga sanggup melihat Klarisa terluka jika ia gagal melindunginya?
Atau justru, mungkinkah cinta mereka akan berakhir sebelum sempat sampai di pelaminan?
Jika restu adalah pintu yang terkunci rapat, kunci apa yang sebenarnya mereka cari?
Apakah itu kesabaran, pengorbanan, atau justru keberanian untuk melawan semua aturan yang mengikat mereka?
Dan… bagaimana bila Tuhan memiliki rencana lain?
Bagaimana bila doa-doa mereka justru dijawab dengan cara yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya?
Apakah cinta benar-benar bisa melawan semua?
Jika jadi Klarisa, sanggupkah tetap bertahan meski restu tidak ada dan ancaman datang bertubi-tubi?
Jika aku jadi Dirga, sanggupkah benar-benar menepati janji untuk tidak meninggalkan, bahkan ketika ancaman mengintai nyawa orang yang dicintai?
Dan di balik setiap halaman, mungkin akan ada kejutan baru—entah itu kebahagiaan yang mereka nantikan, atau justru luka yang lebih dalam lagi.
Apakah menuju restu yang manis, atau menuju akhir yang getir?
Apakah cinta mereka akan diuji dengan kehilangan, atau justru dipelihara oleh pengorbanan yang tak terduga?
Jika malam-malam yang penuh doa belum juga menghadirkan jawaban, sanggupkah mereka tetap percaya bahwa Tuhan sedang menyiapkan sesuatu yang lebih indah?
Apakah restu yang selama ini mereka kejar sebenarnya hanyalah ilusi yang tak pernah benar-benar ada?
Atau mungkinkah restu itu akan datang di saat terakhir, ketika keduanya hampir menyerah?
Jika ancaman semakin dekat, siapakah yang lebih dulu roboh—Klarisa dengan hatinya yang rapuh, atau Dirga dengan janjinya yang berat?
Apakah kebersamaan mereka akan menjadi tameng yang melindungi, atau justru belenggu yang membuat keduanya semakin menderita?
Dan… jika akhirnya mereka dipaksa memilih: cinta tanpa restu, atau restu tanpa cinta—jalan manakah yang akan mereka tempuh?
Dan kini, seakan pertanyaan itu bukan hanya milik Klarisa dan Dirga…
Tapi juga milik kita semua, para saksi kisah mereka.
Jika kamu yang membaca ini berada di posisi Klarisa—sanggupkah kau menanggung perihnya cinta yang tanpa restu, tetap menggenggam janji meski semua orang menentang, meski bahaya datang bertubi-tubi?
Ataukah kau akan memilih menyerah, demi menyelamatkan dirimu dari luka yang lebih dalam?
Jika kamu yang membaca ini berada di posisi Dirga—beranikah kau bersumpah tak akan pernah melepaskan, meski nyawamu sendiri dipertaruhkan demi menjaga seseorang yang kau cintai?
Ataukah di satu titik kau akan goyah, karena takut kehilangan lebih dari yang bisa kau tanggung?
Dan kalau pada akhirnya Tuhan menempatkanmu di persimpangan, di mana harus memilih antara restu keluarga atau cinta sejati—jalan mana yang akan kau pilih?
Apakah kita benar-benar percaya bahwa cinta mampu menaklukkan segalanya?
Atau cinta hanyalah api kecil yang perlahan padam ketika badai terlalu besar menghantamnya?
Pada akhirnya, hanya waktu yang akan menjawab…
Dan kita—kau, aku, mereka—hanya bisa menunggu sambil berdoa, semoga jalan yang dipilih Klarisa dan Dirga adalah jalan yang membawa mereka pada cahaya, bukan semakin menjerumuskan ke dalam gelap.
pertanyaan-pertanyaan ini akan satu-satu terjawab di novel ini kiranya teman-teman mau sabar untuk mengikuti cerita Dirga dan Klarisa, ketika membaca novel ini coba posisikan diri sebagai Klarisa, bayangkan bagaimana getirnya perjuangan Klarisa untuk mendapatkan restu dari ibundanya Dirga, jika Readers perempuan, tetapi jika Readers laki-laki coba posisikan diri sebagai Dirga, bagaimana tanggung jawab sebagai anak yang harus patuh kepada perintah orangtua, dan bagaimana Dirga yang ingin hidup bahagia dengan wanita pujaan hatinya, agar cerita ini lebih berwarna dan memiliki nyawa ketika di baca, masuklah lebih dalam kedalam cerita agar mendapatkan jawaban dan feelnya saat membaca, tetapi dari semua cerita yang tersusun rapih, sebenarnya ini tidak sepenuhnya fiksi ada bagian tertentu yang benar-benar terjadi, namun dikemas secara ekslusif dalam novel ini, sebagai penulis saya benar-benar merasakan emosionalnya dari cerita ini, namun sebagai penulis yang bertanggung jawab saya tidak akan terlalu menceritakan kisah nyata di balik kisah Dirga dan Klarisa, karena jika diceritakan akan menjadi cerita sad yang tidak ada ujungnya.
Bagai tenggelam didalam nestapa tanpa penawar, bagai burung yang tak memiliki sayap, bagai mawar tanpa duri, terasa sakit dalam luka yang di bungkus oleh balutan senyuman yang tidak membuat orang lain dapat melihat bahwa tokoh utama dalam cerita ini benar-benar hidup didunia nyata, untuk Readers ku tersayang, selamat membaca ya jangan bosan-bosan memberi like, subscribe dan komentarnya yang bernyawa bukan menjatuhkan ataupun menghina ya, intinya Readers asik dan santun saya bisa lebih sopan kepada readers.
Follow me 🙏🏽🥰
Eaakk🤭😂