NovelToon NovelToon
The Bride Of Vengeance

The Bride Of Vengeance

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Wanita / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:581
Nilai: 5
Nama Author: fatayaa

Calista Blair kehilangan seluruh keluarganya saat hari ulang tahunnya ke-10. Setelah keluarganya pergi, ia bergabung dengan pembunuh bayaran. Tak berhenti di situ, Calista masih menyimpan dendam pada pembantai keluarganya, Alister Valdemar. Gadis itu bertekat untuk membunuh Alister dengan tangannya untuk membalaskan dendam kematian keluarganya.

Suatu saat kesempatan datang padanya, ia diadopsi oleh Marquess Everhart untuk menggantikan putrinya yang sudah meninggal menikah dengan Duke Alister Valdemar, sekaligus sebagai mata-mata musuhnya itu. Dengan identitasnya yang baru sebagai Ravenna Sanchez, ia berhasil menikah dengan Alister sekaligus untuk membalas dendam pada pria yang sudah membantai keluarganya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fatayaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Serangan Monster

Vincent membaringkan tubuh Ravenna dengan hati-hati di atas ranjang. Pria itu mengambil selimut tebal untuk menghangatkan wanita itu. Namun sebelum ia memberikan selimut itu pada Ravenna, seorang pria menerobos masuk ke dalam tendanya.

Vincent melebarkan matanya mengetahui Alister masuk, “Kenapa kau menerobos tenda orang lain sembarangan?” ujarnya tidak terima.

“Tuan muda, seharusnya aku yang bertanya. Kenapa kau membawa istri orang lain ke dalam tenda mu? Jika orang lain tau, bukankah mereka akan salah paham,” ujar Alister seraya menatap dingin pada pria di depannya.

“Ravenna pingsan, jika tidak membawanya ke sini, apa aku akan membiarkannya tergeletak di tanah begitu saja?” timpal Vincent kesal.

“Bukankah seharusnya kau membawanya ke tenda medis, bukan malah membawanya ke sini,” ujar Alister dengan tajam, tidak mau kalah.

“Ravenna adalah adik ku, apa kau kira aku akan berbuat macam-macam padanya?” Vincent melemparkan tatapan geram pada Alister.

“Aku tau, tapi dia bukanlah adik kandung mu,” tanpa basa-basi lagi, Alister berjalan keranjang kemudian menggendong wanita itu.

“Berhenti!” perintah Vincent tegas, namun Alister tidak mengindahkannya dan melangkah keluar tenda itu.

Sampai di dalam tendanya, Alister membaringkan tubuh Ravenna yang masih tidak sadarkan diri di atas ranjang. Kulit wanita itu terlihat pucat, jika di biarkan saja kondisinya pasti semakin melemah.

“Benar-benar merepotkan, untuk apa kau datang kesini?”

Pria itu meraih telapak tangan Ravenna, terasa sangat dingin seperti memegang balok es. Ia kemudian menggenggamnya hingga sebuah cahaya keemasan muncul pada telapak tangannya. Pria itu tengah menyalurkan energi panas untuk menghangatkan tubuh Ravenna.

Alister menatap lamat wajah wanita yang terbaring lemas itu, “Sebenarnya apa yang kau pikirkan? Kenapa kau berada di luar seperti orang bodoh sampai seperti ini?” tanyanya kemudian.

Ravenna perlahan membuka matanya. Ia mendudukkan tubuhnya dan menatap sekeliling dengan raut bingung. Dimana dirinya sekarang, terakhir kali yang ia ingat, ia bertemu dengan Vincent. Apa pria itu yang membawanya ke tempat ini.

Tak lama kemudian setelah wanita itu sadar, Alister menyingkap pintu tenda, membuat Ravenna kebingungan, dengan kedatangan Alister.

“Minum ini, ini akan menghangatkan tubuhmu,” Alister memberikan teh herbal yang ia minta di tenda medis untuk menghangatkan tubuh Ravenna.

Ravenna tak segera mengambilnya, ia menatap pria di depannya dengan pandangan heran, kenapa tiba-tiba pria itu peduli padanya padahal sebelumnya ia selalu tidak pernah memedulikannya, “Aku tidak membutuhkannya,” tolak Ravenna.

Alister tidak memaksa, ia meletakkan minuman itu ke atas meja di dekat ranjang, “Kenapa kau datang ke sini?” tanya Alister kemudian, meminta penjelasan.

“Nyonya Mary menuduh Lily mencuri. Aku tau kalau Lily tidak akan melakukan itu. Sekarang dia di penjara. Aku ingin kau membebaskannya,” pintanya dengan raut penuh harap.

“Lily?” Alister mengerutkan keningnya.

“Dia pelayan pribadi ku, Aku mohon tolong bebaskan dia, aku yakin dia tidak bersalah. Aku akan mecari bukti kalau dia tidak bersalah, tapi lepaskan dia dulu, kalau tidak Lily akan terus di siksa di penjara,” pintanya setengah memaksa.

“Kau datang ke mari hanya untuk memohon padaku menyelamatkan seorang pelayan?” Alister menatap wanita itu tak percaya. Bukankah hanya pelayan biasa, kenapa wanita itu sampai melakukan hal seperti ini. “Malam ini, Beristirahatlah di sini, besok pagi aku akan mengirimkan kereta kuda untuk membawamu kembali,”

Ravenna menahan lengan baju Alister saat ia beranjak pergi, “Aku mohon, aku akan melakukan apapun kalau kau melepaskan Lily, dia sangat berharga,” mohonnya dengan putus asa.

Alister membalikkan badannya, kemudian menatap datar wajah putus asa Ravenna. Mengapa wanita itu bersikeras ingin membebaskan seorang pelayan, padahal dia bisa mendapatkan pelayan baru lagi jika ia mau.

Sebelum Alister memberi tanggapan, terdengar suara cukup keras dari arah luar tenda. Terdengar beberapa orang berteriak keras memperingatkan kalau ada monster yang datang. Pria itu menarik lengannya dan keluar tenda dengan buru-buru untuk melihat keadaan di luar.

“Ada monster!” terdengar teriakan beberapa orang memperingatkan.

Terlihat orang-orang berlari kalang kabut, beberapa prajurit maju, menembakkan anak panah kearah monster. Alister terbelalak, bagaimana bisa monster-monster ini datang di hutan ibu kota, terlebih ini adalah musim dingin, sangat jarang ada monster muncul di musim ini. Pria itu segera berlari kearah monster untuk membunuh mereka semua.

Ravenna keluar dari tendanya untuk melihat keadaan di luar. Bola matanya melebar, pemandangan di luar terlihat kacau, orang-orang berlarian menyelamatkan diri masing masing untuk menghindari monster yang membuat perkemahan porak poranda.

Seorang pemuda terjatuh saat melarikan diri, seorang temannya berusaha membantunya. Namun, tiba-tiba seekor monster kelalawar raksasa terbang kearah keduanya. Kedua orang itu berteriak kencang melihat monster itu mengincar mereka.

Monster kelalawar itu memekik kesakitan saat sebuah anak panah melesat mengenai salah satu matanya, gerakannya menjadi tidak terkendali dan berakhir jatuh ke tanah.

“Cepat, kalian harus segera meninggalkan tempat ini!” seru Ravenna mengulurkan tangannya untuk membantu kedua orang itu berdiri. Setelah berterima kasih, kedua orang itu bergegas pergi menjauh dari tempat kejadian.

Sementara itu di sisi lain, Alister menyerang monster paling besar bertubuh singa dengan duri-duri besar di tubuhnya menggunakan pedang api dari kekuatan yang ia salurkan. Pria itu mengeluarkan bola-bola api kemudian melemparkannya tepat ke beberapa titik vital monster itu, membuatnya lumpuh selama beberapa saat. Karena ukurannya cukup besar, tidak mudah untuk membunuhnya.

Walaupun punya kesempatan untuk pergi dari hutan, Ravenna memilih untuk tetap tinggal untuk mengevakuasi orang-orang yang masih berada di tenda. Tidak hanya pria, banyak nona bangsawan yang masih berada di kawasan penyerangan monster. Ravenna memandu mereka untuk pergi ke tempat yang lebih aman, beberapa monster kecil yang menyerang para nona berhasil Ravenna bunuh dengan pedang yang ia temukan di jalan.

Saat sedang mengantar para lady keluar hutan, Ravenna melihat seorang gadis terjebak. Salah satu kaki gadis itu tertindih sebuah batang pohon yang jatuh akibat serangan monster. Wanita itu segera berlari kearahnya untuk membantunya.

Nafas Alister terengah-engah, ia menatap tajam monster di depannya. Monster itu kini berlari kearah Alister. Pria itu menghindarinya dengan gesit, ia naik ke atas pohon kemudian melompat keatas kepala monster itu dan menancapkan pedang apinya pada salah satu mata monster itu hingga membuat sang monster menjerit kesakitan. Alister kemudian melompat turun.

Monster itu menjadi tak terkendali, ia menghancurkan apa saja yang ada di dekatnya. Mata Alister membulat melihat monster menuju kearah Ravenna yang tengah menyelamatkan seorang gadis. Ia segera berlari kearah dua wanita itu untuk menghadang monster.

Alister dengan cepat mengikat tangan monster yang hendak mencakar Ravenna dengan tali api. “Cepat, pergi dari tempat ini!” pekik Alister berusaha sekuat tanaga menahan tangan monster dengan cakar tajam itu agar tidak melukai kedua wanita itu.

Setelah beberapa saat, akhirnya Ravenna berhasil menarik kaki gadis bersurai pirang itu. mereka kemudian berlari menjauh dari monster. Setelah jarak mereka cukup jauh, tali api yang menahan monster itu terlepas, membuat Alister terjatuh ke belakang. Monster berlari kearah Alister, hendak mencakar, dengan cepat Alister berguling menghindar namun sayangnya monster itu berhasil melukai lengan kirinya.

Ravenna beberapa kali menengok ke belakang saat tengah berlari bersama wanita yang di selamatkan, matanya terbelalak melihat monster itu melukai lengan Alister, namun ia tak berhenti dan tetap kabur.

Akhirnya, semua monster berhasil di tumpas saat matahari mulai terbit. Orang-orang yang terluka pergi ke tenda medis yang baru saja didirikan kembali setelah rubuh.

Ravenna berjalan menuju tenda perkemahan yang sekarang telah banyak yang tumbang. Wanita itu menghentikan langkah kakinya di dekat tenda Alister yang masih berdiri kokoh. Tenda itu adalah salah satu tenda yang masih berdiri, mungkin karena tempatnya yang terletak paling ujung, jauh dari serangan monster.

Ravenna berjalan masuk ke dalam, langkahnya terhenti saat melihat Alister berusaha mengoleskan obat pada luka di bagian lengannya, akibat serangan monster. Pria itu terlihat kesusahan mengobati dirinya sendiri.

“Apa kau butuh bantuan?” tanya Ravenna berjalan mendekat.

Alister menatap Ravenna sekilas, kemudian kembali mengoleskan obat pada lukanya, “Tidak perlu, aku bisa sendiri,”

Ravenna merebut obat yang berusaha Alister oleskan, wanita itu kemudian duduk di sampingnya dan dengan hati-hati mengoleskan obat itu ke luka Alister. Pria itu tak menolak, membiarkan Ravenna mengobati lukanya.

“Kenapa kau tidak menyelamatkan diri sendiri dan malah menyelamatkan orang lain?” tanya Alister kemudian.

“Aku hanya, tidak bisa meninggalkan orang dalam bahaya,” ucap Ravenna tanpa menatap lawan bicaranya.

“Tapi menolong orang lain bisa saja membahayakan nyawa mu sendiri, kau bisa saja mati,” ujar Alister menatap wanita itu.

“Tidak masalah, kalaupun aku mati setidaknya bisa mati dengan terhormat,” jawab Ravenna enteng.

Alister menatap lekat wajah wanita yang tengah membalut lukanya, pemikirannya berbeda dari kebanyakan wanita lainnya, bisa-bisanya ia mengentengkan kematian seolah ia sudah terbiasa menghadapi kematian.

Setelah membereskan sisa kekacauan, akhirnya semua bangsawan yang mengikuti pesta berburu kembali pulang. Pesta berburu yang awalnya di rencanakan selama lima hari hanya bertahan dua hari setelah monster datang.

Di kereta kuda yang membawanya kembali, Alister berpangku tangan seraya menatap Ravenna di depannya yang kepalanya naik turun karena mengantuk. Mereka baru bisa pulang menjelang sore hari setelah membantu membereskan kekacauan yang di sebabkan oleh monster.

Tiba-tiba salah satu ban kereta kuda menabrak sebuah batu, menyebabkan kereta kuda berguncang. Alister sontak menahan tangannya di sisi kepala Ravenna agar kepala wanita itu tidak membentur dinding kereta. Alister melebarkan matanya, kenapa dirinya melakukan hal tersebut. Pria itu langsung menarik kembali tangannya, tidak lama kemudian, Ravenna terbangun.

“Apa yang terjadi?” tanya nya dengan raut bingung pada Alister.

“Semua baik-baik saja, lap dulu air liur mu,” ucap Alister datar seraya menatap keluar jendela.

Ravenna tertegun, ia mengelap air liurnya dengan lengan bajunya, bisa bisanya ia mengeluarkan air liur saat tidur, terlebih lagi di depan Alister, benar-benar memalukan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!