NovelToon NovelToon
Terpaksa Jadi Istri Kedua Demi Keturunan

Terpaksa Jadi Istri Kedua Demi Keturunan

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Ibu Pengganti / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:164.2k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Hana, gadis sederhana anak seorang pembantu, tak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam sekejap. Pulang dari pesantren, ia hanya berniat membantu ibunya bekerja di rumah keluarga Malik, keluarga paling terpandang dan terkaya di kota itu. Namun takdir membawanya pada pertemuan dengan Hansel Malik, pewaris tunggal yang dikenal dingin dan tak tersentuh.

Pernikahan Hansel dengan Laudya, seorang artis papan atas, telah berjalan lima tahun tanpa kehadiran seorang anak. Desakan keluarga untuk memiliki pewaris semakin keras, hingga muncul satu keputusan mengejutkan mencari wanita lain yang bersedia mengandung anak Hansel.

Hana yang polos, suci, dan jauh dari hiruk pikuk dunia glamor, tiba-tiba terjerat dalam rencana besar keluarga itu. Antara cinta, pengorbanan, dan status sosial yang membedakan, Hana harus memilih, menolak dan mengecewakan ibunya, atau menerima pernikahan paksa dengan pria yang hatinya masih terikat pada wanita lain.

Yuk, simak kisahnya di sini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

31. Laudya terguncang

Beberapa hari berlalu, suasana rumah Hansel dan Laudya tak lagi sama. Bayi mungil yang selama dua bulan terakhir selalu menjadi cahaya dan penghibur Laudya, kini justru menghadirkan rasa takut yang semakin besar.

Laudya sering duduk lama di kursi goyang, menggendong si kecil erat-erat, bahkan ketika bayi itu sudah tertidur pulas. Bola matanya kosong, pandangannya menerawang ke arah jendela. Hansel yang baru pulang dari kantor, sering kali mendapati istrinya masih dengan pakaian yang sama, rambut berantakan, dan wajah pucat.

“Laudya…” Hansel mendekat pelan, lalu jongkok di hadapan istrinya.

“Kamu bahkan belum makan dari siang tadi. Bayinya sehat, tapi kamu sendiri? Kamu bisa jatuh sakit kalau begini terus.”

Laudya tersenyum samar, matanya tetap menatap bayi yang terlelap. “Kalau aku jatuh sakit, siapa yang akan menjaga dia? Kalau aku tidur terlalu lama, siapa yang akan memastikan dia masih di sini … masih sama aku…”

Nada suara Laudya membuat Hansel tercekat. Ia meraih tangan istrinya, mencoba meyakinkan. “Laudya, bayi ini tidak akan pergi kemana-mana. Dia bersama kita ... kamu tidak perlu khawatir begitu.”

Tapi, mata Laudya berkaca-kaca, air matanya menetes pelan. “Kamu tidak ingat waktu di rumah sakit, Mas? Tatapan Hana pada bayi ini … tatapan seorang ibu pada anak kandungnya. Aku bisa merasakannya, aku tahu, cepat atau lambat, dia akan merebutnya kembali dariku. Meskipun aku juga ingat, bayi ini adalah anak kandungnya,"

Hansel terdiam, hatinya terhimpit perasaan bersalah dan bingung. Kata-kata itu menusuk begitu dalam. Ia tahu betul, bayi itu memang anak Hana, dan hak penuh seharusnya ada di tangan Hana. Namun, ia juga tidak bisa menutup mata pada Laudya yang selama dua bulan ini merawat dengan cinta tulus, siang dan malam, tanpa mengeluh sedikit pun.

“Laudya…” Hansel menarik napas berat. “Aku janji, aku akan cari jalan terbaik. Aku tidak akan biarkan kamu kehilangan apa pun. Tapi tolong … jangan siksa dirimu seperti ini.”

Laudya mendongak, menatap langsung ke mata Hansel. Tatapannya tajam tapi penuh luka. “Kalau aku harus memilih … aku lebih rela kehilanganmu, Mas, daripada kehilangan bayi ini.”

Hansel terkejut, dadanya seperti dihantam batu. “Apa maksudmu?”

“Ya,” jawab Laudya lirih, sambil menunduk dan mencium kening bayi. “Kalau suatu saat kamu memilih Hana … kalau suatu saat kamu merasa ingin kembali padanya … pergilah. Aku masih bisa hidup tanpamu, Mas. Tapi aku tidak bisa hidup tanpa bayi ini. Aku akan menukarkan kamu dengan bayi ini,"

"Laudya, cukup!" teriakannya mengejutkan si kecil, hingga bayi itu merengek pelan.

Hansel benar-benar kehilangan kata-kata. Ia bangkit, melangkah beberapa kali ke arah jendela, lalu kembali lagi ke hadapan istrinya. “Kamu sadar tidak, kata-kata kamu ini membuat aku gila? Kamu menempatkanku di posisi paling sulit. Hana istriku ... kamu juga istriku. Bayi ini … anak Hana, tapi juga kamu yang membesarkannya. Aku … aku tidak tahu harus bagaimana, Laudya.”

Isak Laudya pecah, bahunya berguncang. Ia memeluk bayinya makin erat, seolah takut sang buah hati lenyap kalau sedikit saja ia lengah. “Jangan ambil dia dariku, Mas … jangan biarkan siapa pun ambil dia dariku, aku mohon…”

Hansel yang melihat itu merasa panik. Ia meraih pundak Laudya, mencoba menenangkan.

“Hei, hei … tidak ada yang akan mengambilnya sekarang. Tidak ada yang merebutnya darimu. Aku ada di sini. Aku janji, aku akan melindungi kamu berdua. Tolong, percaya sama aku.”

Namun, ucapan itu hanya menenangkan Laudya sesaat. Hari-hari berikutnya, keadaannya semakin mengkhawatirkan. Laudya sering bangun tengah malam, menangis sambil memeluk bayi tanpa alasan yang jelas. Ia menolak tidur terpisah dari bayi, bahkan menolak bantuan pengasuh.

Hansel beberapa kali bangun dari tidur karena mendengar isak Laudya di kamar. Hatinya tercabik setiap kali melihat istrinya menangis, wajahnya lelah, tubuhnya makin kurus.

Di sisi lain, bayangan wajah Hana ketika sadar dari koma terus menghantui pikirannya. Wajah bahagia Hana ketika memeluk bayinya, lalu air mata yang jatuh saat harus melepas kembali ke pelukan Laudya. Itu semua membuat Hansel semakin terjepit.

Sampai suatu siang, Hansel tak tahan lagi. Ia memutuskan menghubungi dokter keluarga.

“Dok, istri saya … Laudya, keadaannya memburuk. Dia sangat terikat pada bayi ini, sampai-sampai dia tidak peduli pada dirinya sendiri. Saya takut … saya takut kalau ada apa-apa dengannya.”

Dokter yang mendengar langsung meminta Hansel membawa Laudya untuk pemeriksaan psikologis. Hansel pun pulang dengan hati berat, tak tahu bagaimana cara membujuk istrinya.

Sore itu, saat Hansel mencoba membicarakan soal pemeriksaan, Laudya langsung menolak keras.

“Aku tidak gila, Mas! Jangan bawa aku ke dokter jiwa! Aku hanya … aku hanya ingin memastikan bayi ini tetap bersamaku!” serunya dengan suara tinggi.

Hansel semakin panik, ia berusaha meraih tangan Laudya, tapi wanita itu mundur, memeluk bayinya erat. Wajahnya penuh ketakutan, seakan Hansel sendiri ingin merebut bayi itu darinya.

“Laudya … tolong dengarkan aku. Aku tidak akan memisahkan kamu dengan dia. Aku hanya ingin kamu sehat. Aku hanya ingin kamu tetap kuat untuk merawat dia. Kamu harus percaya sama aku…”

Namun Laudya hanya menggeleng keras, air matanya tumpah. “Aku tidak percaya … aku tidak percaya siapa pun lagi, Mas. Semua orang ingin mengambilnya dariku, aku bisa merasakannya … bahkan Hana sekalipun … bahkan mungkin kamu juga.”

Hansel tercekat, pandangannya kosong. Ia sadar, istrinya benar-benar berada di ambang batas. Di dalam hati, ia berdoa keras-keras.

"Sayang, tenang. Kamu boleh memberikan bayi kita pada perawat dulu, setelah itu kamu boleh mengambilnya," Hansel membujuk, mata Laudya berbinar dan akhirnya semuanya setuju.

'Ya Allah, tunjukkan aku jalan keluar. Jangan biarkan aku kehilangan salah satu dari mereka. Jangan biarkan aku membuat keputusan yang akan menghancurkan semuanya.'

Seminggu kemudian.

Pagi itu, kabar menggembirakan datang dari ruang rawat inap rumah sakit. Setelah melalui serangkaian pemeriksaan intensif, dokter akhirnya menyampaikan bahwa Hana sudah cukup stabil untuk dipulangkan. Luka-luka pasca operasi perlahan membaik, meskipun tubuhnya masih lemah.

Jamilah tak bisa menahan haru, ia berkali-kali mengucap syukur.

“Alhamdulillah … akhirnya kamu bisa pulang, Nak. Dua bulan lamanya kamu tertidur, dan kini bisa kembali ke rumah, berkumpul dengan bayi kamu…”

Hana tersenyum tipis, meski hatinya mengeras setiap kali mengingat bagaimana dua bulan itu terlewat tanpa ia sadari. Baginya, semua terasa seperti mimpi buruk yang panjang. Ia hanya berharap bisa memeluk bayinya lebih lama lagi.

Hana pulang bersama dengan Jamilah, dijemput oleh sopir keluarga Malik.

Sementara itu, di rumah, keadaan Laudya semakin mengkhawatirkan. Hansel mendapati istrinya duduk di lantai kamar bayi, menatap sang buah hati yang tidur dalam boks. Wajahnya pucat, matanya sembab.

“Laudya, ayo bangun. Kamu butuh makan,” Hansel berjongkok, mencoba membujuk dengan suara lembut.

Laudya menggeleng tanpa menoleh. “Kalau aku tinggalkan dia sebentar saja … kalau aku lepas pandangan ini … aku takut dia hilang, Mas. Aku takut dia kembali pada ibunya.”

Hansel tercekat, dia menelan ludah, menahan gejolak di dadanya. Perlahan, ia mendekat, meraih bahu Laudya. “Aku janji, tidak ada yang akan ambil dia. Tidak ada yang akan pisahkan kamu dengan bayi ini. Tapi, tolong … kamu juga harus jaga dirimu. Kalau kamu sakit, bagaimana bisa melindunginya?”

Namun, air mata Laudya menetes tanpa ia sadari. Ia menoleh, menatap Hansel dengan sorot mata yang begitu rapuh.

“Mas, kamu tahu kan … aku sudah kehilangan banyak hal. Aku kehilangan rahimku. Aku kehilangan kesempatan menjadi ibu kandung. Satu-satunya yang membuatku merasa hidup hanyalah bayi ini. Kalau aku kehilangan dia juga … aku tidak tahu bagaimana aku bisa bertahan.”

Kata-kata itu menusuk hati Hansel. Ia ingin mengatakan bahwa bayi itu memang anak Hana, bahwa cepat atau lambat kenyataan itu harus dihadapi. Tapi melihat Laudya, ia tak sanggup. Ia hanya mengangguk, meraih tangan istrinya, dan mencium punggung tangan itu.

“Baiklah, Laudya. Aku janji. Selama aku masih hidup, aku tidak akan biarkan kamu kehilangan dia.”

Sore menjelang malam, ketika mobil yang membawa Hana akhirnya berhenti di halaman rumah, suasana berubah drastis. Jamilah membantu putrinya turun, sementara sang sopir ikut mengangkat barang-barang kecil yang dibawa pulang.

Hana berdiri sejenak di depan rumah itu. Matanya berkaca-kaca, mengenang kembali semua yang sudah ia lalui. Dua bulan koma, dan kini ia kembali menginjakkan kaki di sini.

Begitu pintu rumah terbuka, pandangannya langsung tertuju pada satu hal, boks bayi di ruang tengah, di mana si mungil tengah tidur pulas. Langkah Hana bergetar mendekat. Ia menatap lama, seolah ingin memastikan kalau itu benar-benar bayinya.

“Nyonya Laudya?” suara Jamilah lirih ketika melihat Laudya muncul dari arah kamar dengan wajah lelah, bayi sudah berada dalam gendongannya. Laudya berhenti di ambang pintu. Matanya bertemu dengan Hana yang menatap penuh rindu. Ruangan itu mendadak sunyi. Hanya detak jam dinding yang terdengar. Hansel berdiri di belakang Laudya, wajahnya tegang. Ia tahu, momen ini adalah bom waktu yang sejak lama ditakutinya.

“Bolehkah … aku memeluknya?” tanya Hana lirih, suaranya nyaris bergetar.

Laudya terdiam, tangannya memeluk bayi semakin erat, seperti takut jika ia menyerahkan, ia takkan pernah bisa kembali mendapatkannya.

Hansel menoleh pada istrinya. “Laudya … tolong. Biarkan Hana memeluknya, dia ibunya.”

Air mata Hana jatuh. Ia meraih sedikit ke depan, “Aku mohon…”

Laudya menggigit bibir, tubuhnya kaku. Beberapa detik hening terasa seperti satu abad. Lalu, dengan berat hati, ia mengulurkan bayi itu ke arah Hana. Gerakannya lambat, penuh keraguan.

Saat tubuh mungil itu berpindah ke pelukan Hana, suara tangisan pecah. Bukan tangisan bayi, melainkan Laudya. Ia menutup mulut dengan tangan, air matanya jatuh deras. Hansel langsung meraih pundaknya, menahan tubuh istrinya yang nyaris goyah.

Hana menatap wajah bayi itu dengan senyum haru, mencium keningnya berkali-kali.

“Nak … akhirnya ibu bisa memelukmu lagi … malam ini kita bersama ya," ucapannya membuat dada Laudya sakit, dia langsung berbalik masuk ke dalam kamar tanpa mengatakan apapun lagi.

Di dalam kamar, Hana ingin menyusui bayinya yang tengah menangis, tetapi dia kesusahan, ASI-nya tak keluar. Jamilah mendekat, menjelaskan semuanya hingga akhirnya Hana menyadari sesuatu jika bayinya sudah jauh di dalam genggamannya.

"Berikan sufor aja dulu, Nak. Biarkan ibu meminta pada Nyonya Laudya," Hana mengangguk. Tak lama setelah pergi, Jamilah kembali dengan Laudya, di tangan Laudya ada susu. Laudya memberikan susu itu pada Hana, dan Hana berusaha memberikan itu pada bayinya, namun bayinya menolak dan merengek.

"Biar aku coba," kata Laudya sembari mengulurkan tangannya, Hana ragu tetapi melihat bayi yang terus menangis, dia pun segera memberikannya pada Laudya. Hana tertegun melihat bayinya tenang dalam pelukan Laudya, dan langsung lahap menyedot susu itu.

'Aku tidak tahu jika bayiku sudah begitu jauh untuk bisa ku genggam, dia bahkan lebih tenang dalam pelukan Nyonya Laudya, dari pada aku, ibunya.' tak terasa air mata Hana menetes, Hansel berdiri di ambang pintu dengan tubuh yang membisu, Jamilah merasakan getirnya perasaan Hana saat ini.

1
enungdedy
knp jdi seolah laudya yg tersakiti? dia sndiri yg gk mau hamil..dia sndri yg minta hansel hamilin perempuan lain...skg seolah jdi korban
Ir
ini tinggal nunggu dia Anomali Rohana Laudya tobat
ken darsihk
Nanti mampir thor sdh lounching belum , aq nya blm dpt notif 🤭
Aisyah Alfatih: udah mungkin masih riview ...😁
total 1 replies
Dila Dilabeladila
masya allah thor karya mu banyak bgt.sehat sehat ya thor lancar selalu
Aisyah Alfatih: 💕💕sehat2 juga buat kakak.
total 1 replies
enungdedy
lah kan elu sendiri yg gk mau hamil kan lidya gmn sih mlh nyalahin hana😄
ken darsihk
Heeiii Laudya tau diri sedikit situ nggak punya harga diri yak , jelas jelas kesalahan bersumber dari diri mu sendiri , koq melampiaskan ke Hana dasar lo Laudya perempuan sun**l nggak punya akhlak 😠😠😠
A.M.G
lidi harus diaapain sih biar tobat
A.M.G
saatnya ketwaa 📢📢📢📢📢
A.M.G
tuh mulut lemes bener kek kunti
A.M.G
kapan sih lidi sadarnya hobi banget nyalahin orang lain jelas jelas itu karna dirinya sendiri🤧🤧🤧
A.M.G
good job 💜💜💜
A.M.G
ada apa dengan hana
A.M.G
duh geramnya
A.M.G
ayo fuqon saatnya membersihkan nama baik ibumu
A.M.G
semoga hana bisa mengambil hak nya
A.M.G
heh mak lampir yang harusnya intropeksi lu ya
A.M.G
roh halus sama manusia lidi saama sama playing viktim si daniel🤭🤭
A.M.G
dasar rubah klo pada akhir nya cerai kenapa kau pisahkan hana dengan anaknya
A.M.G
aduh smaa smaa rindu tapi gengsi semoga hana dan furqon bersatu yang lain terserah
A.M.G
untung ada pamannya... cie hana ngidam 💜💜💜💜
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!