Larasati, sering di sapa Rasti atau Laras seorang dokter residen, yang sedang cuti dan bekerja di Beauty wedding planner and organizer. Dia bisa menjadi MC, fotografer, ketua tim Planner, bagian konsumsi. Bertemu kembali dengan Lettu Arjuna Putra Wardoyo, lelaki yang pernah menjadi cinta masa kecil saat masih SD.
Arjuna anak kesayangan papa Haidar Aji Notonegoro( papa kandung), dan ayah Wahyu Pramono( ayah sambung). "Kamu Laras yang pernah sekolah di?"
"Sorry, salah orang!" Ucap Rasti memotong ucapan Juna, sambil berlalu pergi dengan kameranya.
"Seorang Arjuna di cuekin cewek, ini baru pertama dalam sejarah pertemanan kita." Ucap Deri sambil memukul bahu Juna.
"Aku yakin dia Laras adik kelas ku, yang dulu ngejar-ngejar aku." Ucap Juna dengan pandangan heran.
Apa yang membuat Laras tidak mau mengenal Juna, padahal pesona seorang Arjuna tidak pernah ada tandingannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eed Reniati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Apa aku jatuh cinta
"Anter saya ke taman, saya mau berjemur."
"Siap, laksanakan." ucap seorang tentara muda, berpangkat pratu. Yang langsung berjalan menghampiri Sherly, dan mendorong kursi roda Sherly.
"Kapan Cindy pulang, dan menjemput Sherly?" tanya Rio, dengan melihat kepergian Sherly. Jujur Rio tidak suka ada Sherly di tempat tinggalnya, di saat putrinya malah hidup di luar.
"Aku tidak tahu, mas. Karena kondisi Cindy juga belum sehat betul."
"Peringatkan dia, jika masih ingin tinggal di sini jangan bikin ulah. Suruh dia memakai pakaian yang sopan, dan tertutup." ucap Rio, yang langsung berjalan meninggal meja makan, meninggalkan Hanum seorang diri tanpa menunggu jawaban Hanum.
Dingin, itulah rumah tangganya sekarang, meski di luar masih terlihat biasa saja, seperti tidak ada masalah apapun.
Hanum menghembuskan nafasnya kasar, ada beban yang dia pikul di pundaknya. "Tolong rawat Sherly sampai sembuh, aku janji akan menjaga rahasia tentang masa lalumu."
Perkataan itu seperti permohonan, tapi juga ancaman buatnya.
Hanum tumbuh di lingkungan militer, yang di didik dengan keras, jujur dan displin, serta berani bertanggung jawab dengan setiap perbuatannya.
Tapi Hanum muda, pernah melakukan kesalahan fatal dengan mengusir Nurul yang sedang hamil, meski dia sudah menyesal.
Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya, membuat Hanum mengambil ponselnya dan membacanya.
{ Hafiz : ayah mau ke ibukota, jemput di bandara.}
{Hanum : iya, mas}
Setelah membalas pesan dari kakaknya, Hanum memandang Sherly yang terlihat sedang berbicara dengan seorang tentara, sambil berlatih berjalan dengan berpegangan pada tangan tentara muda itu. Tapi pakaian yang digunakan Sherly, bisa membuat dia kena masalah, karena Sherly memakai celana hotpants yang panjangnya hanya satu jengkal, dengan atasan tank top.
**
Juna duduk termenung di taman rumah sakit, sambil menyesali kedatangannya ke rumah sakit sore ini, setelah jam dinas usai.
"Kenapa juga aku ke rumah sakit. Ahh, kenapa aku jadi bodoh begini, sampai tidak tahu tujuanku datang ke rumah sakit."
Sebenarnya bukan tanpa tujuan, pikiran Juna tidak tenang dan ingin memberi tahu Laras tentang perbuatan Sherly, tapi dia tidak tahu harus bicara bagaimana, mengingat mereka bukan siapa-siapa. Dikatakan teman, tapi mereka bukan teman, buktinya mereka tidak saling menyimpan nomor ponsel dan tidak pernah berkirim kabar.
"Kenapa aku mencemaskan Laras, apa aku jatuh cinta dengannya, ya? Ah tidak mungkin," gumam Juna, sambil berjalan pergi. Sampai matanya menatap sosok Laras yang sedang berjalan, dengan membetulkan tali ikatan rambutnya. "Kenapa denganku, apa aku sudah jatuh cinta sama Laras." ucap Juna sambil memegang dadanya.
Tidak hanya berdebar yang Juna rasakan, tapi ada rasa bahagia sampai ikut tersenyum saat melihat Laras tersenyum, setiap kali ada yang menyapanya. "Ya Tuhan umurku sudah tidak muda, tapi kenapa kelakuanku seperti ABG," malu Juna dengan dirinya sendiri, sampai tanpa sadar memukul pelan kepalanya sendiri.
"Loh, Jun. Kenapa kepalanya, kok di pukul sakit?" tanya Laras, yang berjalan kearah Juna.
Membuat Juna salah tingkah, dengan menggaruk tengkuknya sendiri. "Ohh, tidak ada apa-apa."
"Wah, jangan-jangan lagi mikirin jorok ya, kamu." ledek Laras.
"Enak aja, gak ya." bantah Juna dengan spontan. "Cuma lagi mikir," ucap Juna langsung terhenti, dengan muka memerah.
"Gak mungkin juga, aku jujur lagi mikir kamu, Ras." sambung Juna di dalam hatinya.
"Hayolo, mikir apa? Sampai mukanya merah gitu," ledek Laras. "Apa sedang jemput cewek kamu?"
"Gak ada cewek, mau pulang kan, ayo aku anter?" ucap Juna mengalihkan pembicaraan.
"Ah tidak perlu, aku sudah menyewa rumah kecil, dan minimalis di belakang rumah sakit kok. Jadi cukup jalan kaki, aja."
"Jadi kamu sudah pindah dari kosan?"
"Sudah, jarak kosan terlalu jauh, belum lagi kalau macet." ucap Laras, bersamaan dengan bunyi pesan WA masuk ke ponselnya dari Hanum.
{Hanum : kakek datang dari Jogja}
{Hanum : mama mohon pulang, ya}
{Hanum : kita tinggal dalam satu kota}
Laras menghembuskan nafasnya kasar, sebelum akhirnya membalas pesan Hanum.
{Laras : Baik}
"Ada apa, sepertinya ada berita tidak baik."
"Kakek dari Semarang, datang." Mendengar ucapan Laras, membuat Juna mengangguk pelan. Juna tahu, yang di maksud kakek dari Semarang adalah ayah Hanum, yang tinggal di Semarang.
"Sejak kuliah aku memutuskan keluar dari rumah, dan sejak tahu asal usulku. Aku tidak pernah pulang untuk tinggal satu atap dengan papa, mama lagi. Tapi tidak ada yang tahu, karena kami tidak pernah berada dalam satu kota seperti sekarang." jelas Laras.
"Jadi sekarang kamu mau pulang ke rumah dinas?"
"Ya mau gimana, lagi. Mau gak mau, meski aku masih benci, marah dan kecewa, tapi kakek tidak tahu kelakuan mama Hanum waktu muda. Lagian selama ini, kakek juga menyayangi aku seperti cucunya sendiri."
Juna mengangguk paham. "Bagus, sekalian biar Laras tahu kelakuan Sherly." pikir Juna.
"Mau aku antar," ujar Juna membuat Laras, melihat kearah Juna. "Jika kamu yang datang sendiri, kamu akan kesusahan masuk ke rumah dinas. Kan penjaga di sana, belum tentu kenal kamu."
"Tapi ajudan papa, kenal aku dan kami pernah bertemu beberapa kali, ya."
"Tapi belum tentu ada ajudan papamu dirumah."
"Iya ya...bakal ketahuan kakek kalau aku tak pernah pulang."
"Ayo aku antar." ucap Juna, yang langsung menggandeng tangan Laras menuju parkiran rumah sakit.
**
"Bukannya tante, sudah berpesan untuk berpakaian yang sopan ya, Sher." ucap Hanum, sambil memperhatikan pakaian Sherly yang sore ini menggunakan dress selutut, yang pas body dan tanpa lengan.
"Tante jangan kuno deh, baju kaya begini masih di bilang gak sopan." kesal Sherly, dengan memperhatikan penampilannya sendiri.
Hanum menghembuskan nafasnya kasar. "Emang lebih baik dari biasanya, tapi terlalu ketat dan menunjukkan lekuk tubuhmu. Buruan ganti lagi, tante tunggu di depan." ucap Hanum, yang langsung berjalan ke ruang keluarga dengan membawa kopi, dan camilan meninggalkan Sherly.
"Siapa wanita yang duduk di kursi roda itu?"
"Itu Sherly, anaknya Cindy yang sementara tinggal di sini karena habis kecelakaan, karena Cindy sedang berobat ke luar negeri." jelas Hanum, sambil menaruh kopi di atas meja.
"Suruh berpakaian yang sopan, di sini banya kaum lelaki."
"Iya yah, sudah aku tegur Sherly nya."
"Laras belum pulang?"
Hanum menelan ludahnya kasar, " Hmm, belum yah, mungkin ada situasi mendesak. Tahu sendiri sekarang dia dokter bedah, yang bisa di panggil 24 jam."
"Assalamu'alaikum!"
"Walaikumsalam."
Mata Hanum memandang Laras dengan tatapan lega, sekaligus rasa terimakasih karena Laras mau pulang. Hanum tidak mau penyakit jantung ayahnya kambuh, atau semakin parah kalau sampai tahu kondisi rumah tangganya.
"Dasar cucu gak berbakti, sudah berapa lama kamu gak ketemu kakek." marah kakek, saat Laras mencium punggung tangannya, yang meski hanya pura-pura marah, tapi terlihat kasih sayang yang tulus.
bisa bahaya Juna,,, ayok Laras bongkar kebusukan BSI Serly dan emak nya
dasar jalang