Winda Hapsari, seorang wanita cantik dan sukses, menjalin hubungan kasih dengan Johan Aditama selama dua tahun.
Sore itu, niatnya untuk memberikan kejutan pada Johan berubah menjadi hancur lebur saat ia memergoki Johan dan Revi berselingkuh di rumah kontrakan teman Johan.
Kejadian tersebut membuka mata Winda akan kepalsuan hubungannya dengan Johan dan Revi yang ternyata selama ini memanfaatkan kebaikannya.
Hancur dan patah hati, Winda bersumpah untuk bangkit dan tidak akan membiarkan pengkhianatan itu menghancurkannya.
Ternyata, takdir berpihak padanya. Ia bertemu dengan seorang laki-laki yang menawarkan pernikahan. Seorang pria yang selama ini tak pernah ia kenal, yang ternyata adalah kakak tiri Johan menawarkan bantuan untuknya membalas dendam.
Pernikahan ini bukan hanya membawa cinta dan kebahagiaan baru dalam hidupnya, tetapi juga menjadi medan pertarungan Winda.
Mampukah Winda meninggalkan luka masa lalunya dan menemukan cinta sejati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
Silvia dan Dewi berdiri di depan rumah mewah bak istana, selembar kertas berisi sebuah alamat tergenggam erat di tangan mereka. Rumah itu begitu megah, jauh melebihi bayangan mereka tentang rumah Winda Hapsari. Keraguan tampak jelas di wajah Dewi.
Mereka memang sengaja datang dua hari sebelum hari H, sesuai permintaan Winda yang akan mempercayakan mereka sebagai bridesmaid, sedangkan Winda sendiri sudah mengambil cuti sejak tiga hari sebelumnya.
"Kamu yakin ini alamatnya, Sil? Rumahnya… semegah ini?" Dewi mengerutkan dahi, matanya tak lepas dari gerbang besi tinggi yang megah.
Silvia memeriksa kembali kertas berisi alamat membandingkannya dengan nomor rumah yang terpampang besar di tembok. "Seharusnya iya, Dew. Lihat, nomornya sama persis!" Ia menunjukkan kertas itu pada Dewi, berharap meyakinkan sahabatnya. Namun, keraguan masih tampak jelas di mata Dewi.
Tiba-tiba, seorang penjaga keamanan dengan seragam rapi mendekati mereka. Senyum ramah terukir di wajahnya. "Ada yang bisa saya bantu, Nona?"
Silvia memberanikan diri. "Permisi, apakah ini rumah Winda Hapsari?"
Penjaga keamanan mengamati mereka berdua sejenak, lalu mengambil ponsel dari sakunya. Ia tampak mengamati sesuatu, sesekali melirik layar ponselnya, lalu kembali menatap wajah Dewi dan Silvia. Sebuah senyum mengembang di bibirnya.
"Rupanya, Anda berdua adalah Nona Dewi dan Nona Silvia?" Sapaan penjaga keamanan itu membuat Dewi dan Silvia saling berpandangan, takjub. Dari mana pria ini tahu nama mereka?
"Silakan masuk, Nona-nona. Nona Winda sudah menunggu di dalam." Penjaga keamanan itu membukakan gerbang, mengundang mereka masuk ke dalam rumah mewah yang sebelumnya hanya mereka lihat dari luar.
“Ternyata benar ini rumah Winda,” bisik Dewi.
“Aku tidak menyangka ternyata Winda sekaya ini. Tapi kenapa kalau di perusahaan penampilannya sama seperti kita.” Silvia membalas bisikan Dewi.
“Dan seingatku, dia juga melamar pekerjaan mulai dari nol bersamaan dengan kita. Padahal dengan kemampuan dan statusnya, seharusnya dia bisa mendapatkan posisi yang lebih tinggi.”
“Ternyata dia Putri konglomerat yang menyamar.”
Sepanjang jalan mengikuti langkah penjaga yang membawa mereka melewati halaman yang luas, keduanya terus saling bisik. Heran sekaligus penasaran, Kenapa Winda melakukan semua itu. Sedangkan di luar sana banyak orang yang berpura-pura kaya agar lebih terhormat, tapi Winda malah sebaliknya.
“Silvi… Dewi… aku seneng ketemu lagi sama kalian. Aku kangen banget tahu.”
Tubuh Dewi dan Silvia menegang, saat keduanya baru masuk ke dalam rumah, lalu tiba-tiba saja mendapat sambutan dari Winda yang menghambur memeluk mereka.
“Kalian kenapa sih?” Winda mengerutkan kening, karena sikap mereka berdua tidak biasanya, kaku. Bahkan kedua temannya itu tidak membalas pelukannya.
“Engg.. itu. Ternyata kamu… “
“Apaan sih?” Winda yang mengerti arah pembicaraan Silvi memotong ucapan sahabatnya. “Yang kaya itu orang tuaku, bukan Aku.”
“Kenapa Kamu nggak pernah cerita?”
“Kenapa Kamu mau berteman dengan Kami?”
Winda berkacak pinggang sambil melotot. “Aku nggak mau ya, setelah kalian tahu statusku lalu kalian berubah sikap padaku. Aku maunya kita tetap berteman seperti biasa!”
Silvia dan Dewi saling pandang lalu mengangguk bersamaan. “Kami juga kangen banget tahu..” keduanya yang kini ganti menghambur memeluk Winda.
“Wahhh, teman Kamu sudah datang, Sayang?” Nyonya Karina yang baru saja turun dari lantai atas mendekat.
“Hallo, Nyonya,” sapa Silvia dan Dewi bersamaan.
“Hallo juga. Panggil tante saja, ya? Gak usah pakai Nyonya.” Nyonya Karina menerima uluran tangan mereka. “Oh iya. Teman Kamu yang dulu biasanya ikut pulang mana? Kok gak ikut?”
Yang ditanyakan oleh nyonya Karina adalah Revi, karena sebelumnya Revi lah satu-satunya teman yang pernah diajak pulang oleh Winda. Bahkan Revi juga sering menginap di rumah mewah itu. Nyonya Karina menyayanginya seperti ia menyayangi Winda, putrinya.
“Oh, Revi gak ikut, Ma. Tapi aku juga sudah mengirimkan undangan untuknya. Dia pasti datang.” Winda memang belum menceritakan soal pengkhianatan Revi pada orang tuanya. Silvia memandang ke arah Winda tapi Winda memberikan isyarat agar temannya itu tidak bicara tentang Revi.
***
Lampu kristal berkelap-kelip, memantulkan cahaya ke wajah-wajah bahagia yang memenuhi ballroom yang megah. Aroma bunga melati dan mawar memenuhi udara, bercampur dengan alunan musik dari kelompok orkestra yang dibawa oleh pihak WO.
Setelah ijab kabul yang berlangsung khidmat tadi pagi, dengan disaksikan oleh keluarga besar Winda dan dua orang kepercayaan Ardan sebagai saksi, kini saatnya resepsi yang digelar dengan sangat megah di sebuah hotel bintang lima pilihan Ardan.
Ardan berdiri gagah di pelaminan dalam balutan jas hitam yang mewah dan maskulin. Di sampingnya, Winda tampak begitu cantik dan anggun dalam gaun pengantin putih. Senyumnya merekah, mencerminkan kebahagiaan yang tak terkira. Impiannya menjadi pengantin seperti putri dari negeri dongeng terealisasi meski dengan orang berbeda. Ia juga tidak tahu, dari mana Ardan memiliki ide membuat pesta pernikahan dengan tema 1001 malam.
Berdiri di tempat yang agak jauh, Revi dan Johan mengepalkan tangannya dengan pemikiran yang berbeda.
Revi merasa geram. Pernikahan Winda ini persis seperti impiannya. Sangat mewah dan megah. Ia mengumpat dalam hati, ia sudah berhasil merebut Johan, tapi Winda tetap saja bahagia. Kenapa? Atas dasar apa Winda selalu bisa mendapatkan segalanya dengan sangat mudah?
“Dasar Johan kurang ajar. Dia bilang calon suami winda hanya seorang pemuda miskin. Tapi kenapa bisa menggelar pernikahan semewah ini? Apa Johan berbohong padaku?”
Revi memang sengaja datang sejak pagi, bahkan menyaksikan acara ijab kabul. Winda yang tak menceritakan apapun tentangnya, merupakan keberuntungan baginya. Nyonya Karina menyambutnya dengan hangat. Dan dia hampir saja pingsan saat mendengar mahar yang disebutkan oleh Ardan.
Johan menenggak habis minuman dalam gelasnya lalu meletakkan gelas dengan kasar.
“Keparat. Mantan Kakak tiri sialan itu sudah merebut semuanya dariku. Kenapa dia bisa tiba-tiba muncul dalam kehidupan Winda. Sekarang dia yang akan menguasai harta keluarga Kusuma. Lihat saja, dia berhasil mendapat pernikahan mewah. Pasti dia hanya ongkang kaki tanpa keluar dana sedikitpun. Semua ini pasti tuan Kusuma yang membiayainya. Kurang ajar kau Ardan. Harusnya aku yang berdiri di samping Winda sekarang!”
Johan baru datang sebelum resepsi dimulai, hingga ia menganggap semua yang berkaitan dengan pesta adalah atas sentuhan tangan sakti Tuan Kusuma sendiri.
Gunawan Aditama, dengan segenap rasa geramnya pria tua itu membawa langkahnya menuju pelaminan. Ia harus memberi ucapan selamat pada tuan Kusuma. Bagaimanapun ia tak boleh bersinggungan dengan pengusaha besar ini. Dan tekad untuk merebut Winda dari si mantan anak tiri masih tetap menyala. Kalau tidak sekarang, suatu saat Winda Kusuma harus menjadi menantunya.
“Selamat, atas pernikahan Putri Anda, tuan Kusuma.” Tuan aditama mengulurkan tangannya.
“Terima kasih, Tuan Aditama.” Tuan Kusuma menyambut uluran tangan dari tamunya dengan ramah.
“Saya sangat menyayangkan karena Anda menolak lamaran saya.”
Tuan Kusuma terperangah. Tak percaya Tuan Aditama akan membahas hal seperti itu di saat seperti ini. Akan tetapi pria tua itu tetap tenang. Menghadapi lawan seperti Aditama bukan untuk pertama kali baginya.
“Apakah saya perlu meminta maaf, Tuan Aditama? Seingat Saya, sejak saat Anda datang pertama kali saya sudah mengatakan kalau Putri saya sudah mau menikah.”
Gunawan Aditama terkekeh. “Ya ya ya, Saya ingat itu. Saya hanya kasihan pada Anda tuan Kusuma. Pasti Anda lah yang telah bersusah payah menyiapkan semua ini. Mau bagaimana lagi, saya menawarkan Putra saya yang mapan, tetapi Anda malah memilih pemuda miskin untuk dijadikan menantu.”
Tuan Kusuma mengerutkan kening, di liriknya Putra menantunya yang tampak biasa saja. Bahkan tampak tak terpengaruh oleh ucapan Aditama. Tak juga tampak raut ingin membela diri.
“Sayangnya Anda salah. Saya bahkan tidak mengeluarkan uang sepeser pun untuk pesta ini. Menantu saya lah yang menyiapkan semuanya.”
“Apa? Mana mungkin?”
duh.. kan jadi gatel jariku/CoolGuy/