NovelToon NovelToon
Memiliki Bayi Bersama Pria Yang Kubenci

Memiliki Bayi Bersama Pria Yang Kubenci

Status: tamat
Genre:Tamat / Nikahmuda / Single Mom / Nikah Kontrak / Pengganti / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati
Popularitas:7.5k
Nilai: 5
Nama Author: khayalancha

Jenar dan Gena bertemu di Pantai Pangandaran. Mereka sedang terluka hatinya dan saling menyembuhkan satu sama lain. Namun di hari terakhir Gena mendengar pembicaraan Jenar dan sahabatnya di telepon. Jenar mengatakan bahwa Ia hany mengisi hatinya dan tidak menganggap serius. Gena sakit hati karena Ia menyukai Jenar. Pergi tanpa mengatakan apapun. Jenar merasa juga dibodohi Gena. Lalu memang takdir tak bisa ditolak, Kakak mereka jodoh satu sama lain dan akan menikah mereka diperkenalkan sebulan sebelum pernikahan sebagai calon ipar. Walaupun saling membenci, mereka tahu bahwa ini demi kebahagian Kakak yang mereka sayangi. Berpura-pura tidak saling mengenal. Tanpa berkata apapun. Sembilan bulan kemudian saat musibah terjadi, saat Kakak mereka kecelakaan dan meninggalkan seorang bayi. Mereka mau tidak mau harus bersama, mengurus keponakan mereka. Dan saat itulah cinta mereka bersemi kembali. Apakah ini sebuah takdir dengan akhir bahagia atau hanya luka lama yang terbuka lagi? -You Never Know What Happen Next-

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22 - Pengakuan

Sejak pagi, sudah ada 2 kandidat orang tua asuh yang datang ke rumah ini. Jika kemarin Gena tidak ikut serta mengawasi calon pengasuh tersebut, maka hari ini Gena meliburkan diri dari kedai kopinya, full di rumah untuk menerima tamu berupa calon pengasuh.

Sudah dua pasutri yang datang kemari, bisa dibilang wajah Jenar terlihat kurang bersahabat. Gena bisa merasakan perubahan di wajah Jenar. Benar-benar loyo seperti tidak memiliki semangat.

“Nanti kami kabari ya, Mas, Mbak. Kami diskusiin dulu,” kata Gena pada dua orang yang baru saja akan pamit pulang.

“Kalau bisa tolong banget kasih Jihan ke kami, ya, Mas. Kami ingin sekali memiliki buah hati. Kami janji akan merawat Jihan seperti anak kami sendiri.”

Better. Dua orang ini memperlihatkan kesungguhannya untuk mengadopsi anak. Terlihat dari cara mereka menenangkan Jihan yang tengah menangis, cara memberi susu Jihan, dan cara menggendong Jihan yang kelihatannya sudah profesional. Gena juga memeriksa latar belakang keluarga kecil itu. Mereka adalah pemilik usaha snack online yang cukup terkenal di salah satu aplikasi belanja online, dan memiliki omset puluhan juta perbulan. Tidak susah bagi mereka menafkahi Jihan. Bisa terjamin hidup keponakannya itu.

“Akan kami beritahu secepat mungkin, Mbak, Mas.”

Setelah itu, pasutri tersebut pamit pulang. Tinggal Gena dan Jenar yang berada di ruang tamu. Jihan sudah mereka tidurkan di ayunan.

“Gimana menurut kamu? Aku tertarik sama yang barusan ini.” Gena mendudukkan diri di samping Jenar. Ia menyeruput kopi yang tadi sempat Jenar buatkan ketika tamu datang.

“Aku ngikut,” jawab Jenar lesu.

“Kamu kenapa dari tadi lesu gitu mukanya? Sakit?”

Gena menempelkan punggung tangannya di kening Jenar, membuat perempuan itu menghela napas panjang. Badan Jenar tidak panas. Jika begini, sudah dipastikan Jenar sedang banyak pikiran.

“Aku nggak kenapa-kenapa. Lagi capek aja.” Jenar kemudian berdiri dari dudukannya, lantas berjalan menuju kamar. Sebelum masuk ke kamarnya, Jenar berkata, “Aku sore ini izin keluar sebentar, ya?”

“Mau ke mana kamu?”

“Ketemu teman lama.”

“Cowok apa cewek?”

“Cowok.”

“Oh ...” Hanya itu respon Gena. Mau melarang, memangnya ia harus apa? Melarang Jenar bertemu dengan teman cowoknya? Atau bertanya siapa teman cowok itu? Tidak. Gena tidak mungkin melakukannya. Memangnya dia siapanya Jenar sampai harus melarang-larang segala?

Walau terbesit rasa penasaran dalam diri Gena saat tahu Jenar akan bertemu dengan teman lelakinya. Ia tidak munafik. Rasanya ... seperti tidak rela.

“Aku nggak akan kemalaman baliknya. Paling jam tujuh udah pulang.”

“Ya. Sebaiknya begitu. Jangan terlalu malam. Ingat ada Jihan,” kata Gena mengingatkan.

“Aku ingat, kok. Aku cuma kepengen cari udara segar.”

Setelahnya Jenar masuk ke dalam kamar, meninggalkan Gena dengan perasaan aneh di dada. Ada rasa tidak rela, rasa penasaran, rasa sakit hati, dan banyak lagi yang membuat Gena kehilangan mood. Tapi ia tidak berani bilang....

Sementara Jenar di kamarnya merasa sedih karena Gena tidak melarangnya pergi. Padahal ia berharap tadinya Gena bertanya dengan siapa ia pergi. Nyatanya lelaki itu malah tidak peduli sekali pun ia bilang temannya adalah lelaki.

Mungkin benar kamu selama ini nggak ada perasaan sama aku. Jenar membatin sedih.

Storia Kafe. Itulah nama tempat di mana Hanif mengajak Jenar bertemu. Kafe yang sangat cocok dijadikan tempat nongkrong anak muda. Dekorasinya aesthetic memanjakan mata. Dulu, Hanif pernah mengajak Hana dan Jenar ke kafe ini. Dan selanjutnya kafe ini menjadi tempat nongkrong favorit Hana dan Jenar sewaktu mereka kuliah.

Tempat yang sama, dengan suasana yang berbeda. Dulu Jenar pasti bahagia jika bertemu Hanif. Muka Jenar sampai memerah tiap diajak Hanif cari udara segar—meski sebenarnya lelaki itu hanya mengajak Hana. Namun sekarang, rasanya biasa saja. Seperti melihat kakak dari teman sendiri. Tidak ada debaran, tidak ada lagi sorot kekaguman seperti dulu.

Ah, ternyata, satu minggu bersama Gena di pantai waktu itu mampu menghapuskan seluruh perasaannya terhadap Hanif. Mungkin sebagian orang bilang; orang lama tetaplah pemenangnya. Namun, itu tidak berlaku bagi Jenar. Ia sendiri tidak tahu pastinya kapan ia mulai menaruh hati pada sosok Gena.

“Kamu nggak ada niatan nyambung S2 gitu?” Hanif membuka percakapan setelah mereka memesan minum.

“Untuk sekarang enggak dulu, Mas. Aku lagi ngurusin perusahaan Mas Leknor. Belum lagi ada Jihan yang harus aku urus. Mau fokus sama Jihan dan karirku aja, sih, untuk ke depannya.”

Terjadilah percakapan ringan antara mereka. Jenar jadi tidak sebebas dulu mengobrol dengan Hanif karena lelaki itu sudah memiliki tunangan. Bagaimana pun, Jenar tidak ingin dicap sebagai pengganggu hubungan orang. Ini saja Jenar sudah tidak betah. Serasa ingin kabur dari sini, tapi tidak enak jika tiba-tiba memotong pembicaraan Hanif yang tampak nyaman ngobrol dengannya.

“Kalau Mas pikir-pikir, kamu manis juga ya. Mas sering, lho, merhatiin kamu sejak kamu main ke rumah.”

“Uhuk!” Jenar terbatuk mendengar ucapan Hanif. Air di mulutnya hampir menyembur karena kaget.

“Lho, kenapa kamu kaget? Mas serius, Je. Kamu memang manis. Semakin cantik dan keibuan sejak kamu mengasuh anak. Calon istri idaman,” kekeh Hanif.

Muka Jenar mendadak merah. Bukan karena tersipu dipuji, melainkan kaget kenapa Hanif bisa bicara sefrontal itu padanya.

“Mas, jangan gitu. Nanti Mbak Yuna marah,” tegur Jenar.

“Sebenarnya Mas capek, Je....” Hanif menghela napas lelah. Lelaki itu mulai bercerita panjang lebar. Anggap saja dia curhat.

“Hubungan Mas dan Yuna nggak berjalan lancar. Mas seperti salah memilih pasangan.”

“Kenapa memangnya?”

“Dia lebih mementingkan karirnya. Padahal Mas sudah sangat ingin menikah. Kamu tahu ‘kan Mas sudah berumur. Rasanya akan lama menunggu Yuna menyelesaikan S3. Katanya dia juga nggak mau nikah cepat. Mas jadi mikir dua kali. Takut salah memilih pasangan. Seumur hidup itu lama...,” papar Hanif.

Jenar bingung bagaimana menanggapi. Jadi, ia memberikan saran-saran yang masuk akal sebagai seorang adik pada kakaknya. Jenar bilang itu adalah batu loncatan dalam hubungan, cobaan menuju pernikahan, dan lain sebagainya. Sepanjang Jenar menjelaskan, Hanif tersenyum menatap wajah gadis itu. Ah, ia baru sadar sekarang. Ternyata benar apa yang dikatakan Hana dulu. Jenar sangat cantik dan menarik.

Ke mana saja Hanif sampai baru menyadari itu sekarang? Bahkan saat Hana mencomblangkan dirinya dengan Jenar, dulu Hanif malah tertawa dan menganggap adiknya itu hanya memberi lelucon. Namun sekarang baru terasa debaran di dada Hanif.

Hanif tidak bodoh. Ia tahu sejak lama Jenar menyukainya. Hanya saja, Hanif berpura-pura tidak tahu karena takut melukai hati Jenar. Ia tidak berani menolak gadis itu karena Jenar juga tidak pernah mengungkapkan perasaannya. Hanya saja ia pernah mendengar secara tidak sengaja percakapan Hana dan Jenar ketika waktu itu Jenar menginap di rumahnya.

“Gue senang banget diajak jalan bareng sama abang lo. Rasa suka gue ke dia sulit dijabarin. Siap-siap lo, Han. Gue bakal jadi calon kakak ipar lo!” Hanif yang kebetulan lewat di depan kamar Hana sehabis dari dapur waktu itu—untuk mengambil minum—hanya tertawa mendengar ucapan bocah itu. Namun ia tidak menduga sama sekali jika sekarang, saat Yuna jauh, ia baru bisa melihat Jenar sebagai seorang perempuan. Bukan lagi teman dari adik bungsunya.

Kenapa saya baru menyadari sekarang? Jenar ... dia jauh lebih dewasa dibanding ketika bersama Hana. Andai dia begini sejak lama. Saya pasti tidak akan berpikir dua kali untuk menerima cintanya.

Tangan Hanif tergerak menggapai jemari mungil Jenar. Ia genggam jemari gadis itu, membuat sang empu mengerjap terkejut. Hanif berkata—

“Jen ... Mas tahu, lho, dulu kamu naksir sama Mas.”

“Ya?!” Jenar terkejut bukan main.

“Kalau misalnya ... Mas balas perasaan kamu gimana? Kamu mau sama Mas?”

Bersamaan dengan itu, Fadlan kebetulan baru datang untuk mengambil bubuk kopi di kafe ini. Saat mengedarkan pandangan ke sekeliling kafe, tidak sengaja Fadlan melihat sosok Jenar yang tengah berduaan dengan lelaki lain. Mata Fadlan membelalak saat tangan Jenar dipegang oleh cowok itu. Terlihat sangat romantis.

“Itu kan cewek yang bikin hati Gena patah,” celetuk Fadlan asal.

Ia berinisiatif mengambil gambar perempuan itu dan mengirimkannya pada Gena.

Jepret! Berhasil. Fadlan terkikik jahil sambil membuka ruang chat Gena. Ia kirimkan gambar tersebut dengan caption—

Cewek lo nih. Nemplok amat sama cowok. Yang sabar ya, Gen. Janji nggak nangis?

***

Mata Gena menyipit tajam saat memperbesar gambar yang dikirimkan Fadlan. Satu fakta yang ia dapatkan dari foto itu. Yaitu; Jenar pergi bersama Hanif. Ternyata lelaki itu yang dimaksud teman cowok oleh Jenar.

Gena merasa dibohongi. Padahal tidak ada yang membohonginya. Ia saja yang terlalu cupu tidak mau bertanya siapa orangnya.

Gena membanting ponsel, kemudian mengacak rambut frustrasi. Ingin rasanya ia susul Jenar ke kafe tersebut, namun itu tidak mungkin ia lakukan mengingat ada Jihan yang harus ia jaga.

“Ngapain, sih, pegangan tangan? Dia kenapa mau-mau aja lagi digituin sama cowok gila itu?”

“Harusnya dia sadar siapa yang udah sakitin dia. Malah mau-mau aja jatuh kedua kalinya. Nggak ngehargai gue banget!”

Gena sibuk mengomel untuk mengobati hatinya yang terasa patah. Ini menyakitkan, saking sakitnya mata Gena jadi memerah.

Dua puluh menit uring-uringan, akhirnya sosok yang menjadi penyebab kacaunya perasaan Gena pulang. Melihat Jenar membuat dada Gena terasa sesak. Ia berdiri dari dudukannya, lantas menghampiri Jenar ke pintu.

“Jadi dia cowok yang kamu maksud?!”

Tanpa basa-basi, Gena langsung ngegas. Hal itu membuat Jenar terkejut. Ia baru pulang masa langsung dibentak? Jenar bahkan tidak tahu apa kesalahannya sampai membuat Gena tampak semurka itu.

“Kamu kenapa marah-marah? Aku—“

“Harusnya kamu bilang dari awal kalau cowok itu Dokter Hanif. Kenapa kamu mau-mau aja terima ajakan dia? Atau kamu masih ada rasa sama dia? Jujur aja!”

Emosi Jenar tersulut mendapat bentakan seperti itu. Hatinya menjadi sakit karena perlakuan Gena sangat aneh begini. Ucapannya seperti seorang cowok yang marah pada ceweknya saat ketahuan jalan dengan cowok lain. Padahal mereka bukan siapa-siapa.

“Memangnya kamu siapa aku sampai aku harus lapor semua kegiatan aku ke kamu?!” Jenar balas marah.

Gena terdiam. Ia langsung sadar diri jika di antara mereka memang tidak ada hubungan apa-apa.

“Mau aku ada rasa sama dia atau enggak, apa urusan kamu? Kamu kelihatan kayak orang cemburu ke ceweknya. Padahal kamu cuma anggap aku orang asing. Kit—“

“Ya. Aku cemburu! Aku cemburu banget lihat kamu deket sama cowok lain, apalagi dokter sialan itu. Puas kamu?!”

Satu kalimat panjang yang diucapkan Gena ... mampu membuat mata Jenar membulat tajam. Berbanding terbalik dengan Gena yang mukanya memerah karena kelepasan bicara.

1
Wirda Wati
😇😇😇😇😇😇
Wirda Wati
😭😭😭😭😭😭
Wirda Wati
semoga mereka bersatu
Nur Adam
lnjur
Wirda Wati
😂😂😂😂
Wirda Wati
nikah aja Jenar sama gena kan aman
Wirda Wati
cari baby siter aja....dan pembantu
Wirda Wati
🥰🥰🥰🥰
Wirda Wati
😂😂😂😂😂😂
Wirda Wati
senang dg ceritamu thort
Wirda Wati
semoga baik baik saja
Wirda Wati
😂😂😂😂
Wirda Wati
ya kamu juga sih ngomongnya sembarangan.
hanya mengisi kekosongan dan move on.
siapun pasti kesal dengarnya.
Wirda Wati
sebenarnya mereka serasiii...
Wirda Wati
cepat kali....
cinta atau obsesi
😇😇😇
Wirda Wati
cinta kilat namanya😂
Wirda Wati
semoga hubungan mereka berkelanjutan..
Wirda Wati
kereeen thort
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!