Sinopsis Singkat "Cinta yang Terlambat"
Maya, seorang wanita karier dari masa depan, terbangun di tubuh Riani, seorang wanita yang dijodohkan dengan Dimas, pria dingin dari tahun 1970-an. Dengan pengetahuan modern yang dimilikinya, Maya berusaha mengubah hidupnya dan memperbaiki pernikahan yang penuh tekanan ini. Sementara itu, Dimas yang awalnya menolak perubahan, perlahan mulai tertarik pada keberanian dan kecerdasan Maya. Namun, mereka harus menghadapi konflik keluarga dan perbedaan budaya yang menguji hubungan mereka. Dalam perjalanan ini, Maya harus memilih antara kembali ke dunianya atau membangun masa depan bersama Dimas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon carat18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 – Rencana Licik
Selamat membaca guys ❤️ 🐸 ❤️ ❤️ ❤️ ❤️
*****
Matahari mulai meninggi ketika Riani sedang sibuk di dapur. Tangannya lincah menguleni adonan roti, tetapi pikirannya melayang pada peringatan pria misterius semalam. Ia berusaha menepis rasa cemas, tetapi bayang-bayang ancaman Sinta terus menghantui pikirannya.
Sinta bukan tipe orang yang menerima kekalahan begitu saja. Wanita itu selalu mendapatkan apa yang diinginkannya, dan sekarang, ia menginginkan kehancuran rumah tangga Riani dan Dimas.
Riani menarik napas panjang dan mencoba fokus. Namun, baru saja ia mengeluarkan loyang berisi roti yang mengembang sempurna dari oven, suara ketukan keras di pintu depan mengagetkannya.
Siapa yang datang sepagi ini?
Dengan cepat, ia membersihkan tangannya dan berjalan ke pintu. Begitu ia membukanya, matanya langsung membelalak kaget. Seorang wanita paruh baya dengan wajah ketus berdiri di sana, mengenakan kebaya cokelat dengan selendang tersampir di bahunya.
"Kamu Riani?" suara wanita itu terdengar dingin dan penuh penilaian.
Riani mengerutkan kening. "Iya, saya sendiri. Ibu siapa?"
Wanita itu melipat tangannya di depan dada. "Saya ibunya Sinta."
Darah Riani berdesir. Ia sudah menduga bahwa Sinta akan mencoba sesuatu, tapi ia tidak menyangka ibunya sendiri yang akan datang ke rumahnya.
"Ada perlu apa, Bu?" tanyanya, berusaha bersikap tenang meski perasaannya tidak nyaman.
Ibunya Sinta menatapnya tajam, lalu berkata dengan nada penuh kebencian, "Kamu pikir kamu siapa, berani mempermalukan anak saya di depan banyak orang? Apa yang kamu lakukan malam itu benar-benar keterlaluan!"
Riani menegakkan punggungnya. Ia sudah cukup mengenal orang-orang seperti Sinta dan ibunya. Mereka tidak pernah mengakui kesalahan sendiri, hanya tahu menyalahkan orang lain.
"Saya hanya membela diri, Bu. Sinta yang mulai lebih dulu."
"Itu tidak penting!" suara wanita itu meninggi. "Sinta terluka karena ulahmu! Kamu mungkin merasa menang sekarang, tapi lihat saja nanti. Anak saya tidak akan membiarkan ini berlalu begitu saja."
Riani menghela napas, berusaha tetap sabar. "Dengar, Bu. Kalau Sinta masih belum bisa menerima kenyataan, itu bukan urusan saya. Saya tidak akan diam saja kalau dia terus mengganggu pernikahan saya."
Wanita itu mendengus dan tersenyum sinis. "Kamu pikir pernikahan ini akan bertahan lama? Jangan terlalu percaya diri, Riani."
Setelah berkata begitu, ibunya Sinta berbalik dan pergi, meninggalkan Riani yang masih berdiri di ambang pintu dengan perasaan campur aduk.
Beberapa jam kemudian, Dimas pulang lebih awal dari biasanya. Begitu masuk ke rumah, ia langsung menyadari ada sesuatu yang tidak beres.
"Kamu kenapa?" tanyanya sambil menatap wajah Riani yang terlihat tegang.
Riani mendesah, lalu duduk di kursi dapur. "Ibunya Sinta datang tadi pagi."
Dimas langsung menegang. "Dia mau apa?"
"Ngancam aku. Katanya Sinta nggak akan tinggal diam."
Mata Dimas menyipit. Ia mengepalkan tangannya, berusaha menahan emosi.
"Mereka benar-benar keterlaluan," gumamnya.
"Aku nggak tahu apa yang mereka rencanakan, Mas. Tapi aku yakin mereka nggak akan berhenti sampai dapat yang mereka mau," kata Riani lirih.
Dimas menarik napas panjang, berusaha berpikir jernih. "Kalau itu yang mereka inginkan, kita harus lebih siap."
Riani mengangguk. Ia tahu badai besar sedang menanti mereka. Namun, kali ini, ia tidak akan tinggal diam.
Malam harinya, Dimas pergi ke rumah temannya, Rudi, seorang pengacara yang sudah lama dikenalnya. Ia ingin berjaga-jaga jika Sinta mencoba melakukan sesuatu yang lebih jauh.
Riani, di sisi lain, tidak bisa tidur dengan tenang. Ia duduk di ruang tengah, memandangi secangkir teh yang sudah dingin di tangannya. Pikirannya masih dipenuhi kemungkinan-kemungkinan buruk.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Ia mengambilnya dan melihat pesan masuk dari nomor tak dikenal.
"Jaga suamimu baik-baik. Karena sebentar lagi, dia akan menjadi milikku."
Riani merasakan jantungnya berdetak kencang.
Sinta benar-benar mulai bergerak.
******
Terima kasih sudah membaca guys ❤️🐸❤️❤️❤️❤️❤️