Aruna, namanya. Gadis biasa yatim-piatu yang tidak tau darimana asal usulnya, gadis biasa yang baru memulai hidup sendiri setelah keluar dari panti asuhan di usianya yang menginjak 16 tahun hingga kini usianya sudah 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
dua puluh dua
Waktu sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Tama duduk termenung menatap sendu ke arah Aruna yang tengah tertidur dengan mata bengkak, dia memposisikan jongkok di bawah ranjang samping tempat Aruna tidur, satu tangannya terangkat untuk mengelus perut menonjol Aruna dengan lembut dan Hati-hati, takut Aruna terganggu dan terbangun dari tidurnya.
"Maaf, Aruna. " ucapnya dengan lirih, merasa bersalah akan kejadian beberapa jam yang lalu membuat Aruna terluka karena perkataannya.
"Sehat-sehat ya kamu di dalam perut, ibu. Ayah minta maaf karena udah buat ibu menangis dan terluka. "setelah mengatakan itu, Tama dengan sayang mengecup perut Aruna. Dia bangun dari posisi jongkoknya, dan ikut berbaring di samping Aruna, memeluk lembut perempuan itu dan ikut hanyut dalam mimpi.
•••••••
Keesokannya, seperti tidak terjadi sesuatu semalam. Aruna bangun dari tidurnya pada jam enam pagi, melirik sebentar pada Tama yang tertidur di sebelahnya. Dia mengikat asal rambutnya yang berantakan, turun dari ranjang dan menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan gosok gigi.
Memulai ritual pagi yaitu memasak sarapan pagi, setelah selesai, dilanjutkan dengan menyapu seisi apartemen. Itu saja pekerja yang dilakukan Aruna hari ini, waktu terus berjalan hingga pukul jam tujuh pagi.
Aruna duduk di sofa, rasa lelah menderanya, walau pekerjaan di lakukannya tidak begitu berat. Tapi, karena kondisinya yang tengah berbadan dua, apapun dilakukan Aruna akan terasa begitu melelahkan, walau pekerjaan ringan sekalipun.
"Ternyata ada di sini. " suara Tama mengagetkan Aruna yang tengah memejamkan mata, dirinya hampir saja tadi dirinya tertidur karena rasa lelah.
Aruna cuman menoleh sebentar pada Tama, kemudian fokus ke depan- menatap layar persegi di depannya yang menggelap.
Melihat itu, Tama menghembuskan nafas panjang. Dia tau Aruna tengah marah padanya, hingga bersikap acuh seperti itu. Dia melangkah pelan kakinya menuju Aruna, dia duduk depan posisi jongkok di hadapan Aruna, memegang satu tangan Aruna dengan lembut.
"Gua minta maaf, Na. Gua salah, gak seharusnya gua ngomong begitu semalam sama lo. "
Aruna membuang wajahnya kesamping, air matanya entah mengapa jatuh membasahi pipinya. Ingatannya kembali memutar pada kejadian semalam, Aruna tidak menyangka dia akan meledakkan semua perasaan yang di pendamnya selama ini pada Tama, ada rasa lega di hatinya saat mengungkapkan semua itu.
"Na... " Tama mengusap pipi Aruna yang sudah banjir air mata.
"Kamu gak usah minta maaf, aku nya aja yang terlalu baperan semalam. " Aruna tersenyum, menganggap apa yang telah terjadi bukan apa-apa baginya.
"Na, gua yang salah. Maaf, atas sikap gua selama ini yang menyakiti hati lo. " Tama gak mengidahkan ucapan Aruna, dia yang salah disini. Terlalu egois, hanya mementingkan egonya tanpa memperdulikan bagaimana perasaan Aruna selama ini.
"Aku maafin, udah gak usah minta maaf terus. Ayo kita sarapan dulu, aku udah masakin nasi goreng sama ayam. " ujar Aruna tenang, dia bangun dari duduknya, menarik tangan Tama menuju meja makan yang sudah tersedia makanan yang sudah di masaknya tadi.
Tama terdiam, dia tau Aruna berusaha mengalihkan perhatian agar tidak membicarakan soal semalam terus. Dia hanya menatap sendu pada Aruna yang menyiapkan sarapannya ke piring.
"Aku nanti mau ke cafe, mas Arjun. Kangen suasan di sana. " ucap Aruna memecahkan suasana hening di tengah sarapan pagi mereka.
Tama mengangkat kepalanya, menatap Aruna yang tanpa acuh menikmati makannya. "Nanti gua anterin ke sana, mau jam berapa perginya? "
"Gak usah, nanti sekitar jam sebelas siang aku ke sana, pake taksi online. "
"Jangan, biar gua aja yang–
" Aku mau sendiri dulu, Tama. " ucap Aruna memotong ucapan Tama dengan cepat.
Tama menghembuskan nafas gusar, dia menatap Aruna yang masih acuh tanpa menatap balik wajahnya. "Oke, nanti gua yang pesan taksi online nya buat lo. " finalnya, dia tau Aruna membutuhkan waktu sendiri untuk menenangkan diri.
Aruna tidak membalas, dia bangkit dari duduknya. Mengambil piring kotor sehabis makan untuk dia bawa ke belakang dan di cuci. Namun, gerakannya yang hendak ke belakang dapur terhenti saat Tama menahan tangannya.
Aruna menaikkan alisnya, tanda bertanya.
"Lo istirahat aja, piringnya biar gua yang cuci. " ujar Tama.
Aruna terdiam sejenak, kemudian mengangguk setuju dan memberikan tumpukan piring yang tidak banyak itu ke tangan Tama.
"Istirahat ke kamar, sana. Atau baring-baring di sofa ruang tamu sambil nonton. " ujar Tama membuat Aruna mengangguk, dia masih enggan untuk membuka suaranya. Dia memilih menuju ruang tamu, menyalahkan televisi untuk menonton film sambil menunggu jam sepuluh untuk dia mandi dan setelahnya pergi ke cafe.
Sementara Tama yang melihat keterdiaman Aruna, hanya menghembuskan nafas panjang. Sedikit kesal dengan situasi sekarang ini. Tapi ya, ini juga salah dirinya, hingga membuat situasi rumit seperti ini.
•••••••••
Sudah pukul sebelas siang hari. Aruna, pun sudah siap dengan dress simple berwarna cream polos yang melekat di tubuhnya. Keduanya- bersama Tama, tengah menuruni bawah basement apartemen menggunakan lift, menghampiri taksi online yang dipesankan Tama tadi.
Aruna sebenarnya gak tau, dia udah siap mau pergi ke bawah menemui taksi online yang menunggunya. Namun, pergelangan tangannya di tahan Tama, laki-laki itu mengatakan ingin mengantarkan Aruna hingga ke bawah basement. Gak ada kejelasan khusus dari Tama, Aruna juga malas untuk bertanya.
"Kalau udah sampai ke cafe, kabarin ya. Nanti sore sekitar jam lima, gua jemput. " ucap Tama saat keduanya sudah tiba di mobil taksi.
"Iya." jawab singkat Aruna sambil menganggukkan kepalanya.
"Pak, bawa mobilnya jangan ngebut-ngebut ya. Istri saya lagi hamil soalnya. " beritahunya pada pak sopir taksi yang berdiri di dekat pintu mobil pengemudi.
"Iya, mas. "
"Sana masuk ke dalam, di cafe nanti jangan petakilan atau gerak yang berlebihan, ingat lo lagi hamil sekarang. " ujar Tama memberikan peringatan, takutnya di cafe nanti. Aruna malah ikutan bantu-bantu mengantar pesanan seperti saat dia masih bekerja.
"Iya, kamu tenang aja. " Aruna menaikkan kaca jendela, malas melihat lebih lama wajah Tama.
Tama lagi-lagi menghembuskan nafasnya, akan kelakuan Aruna yang seperti menghindarinya. "Jangan lupa kabarin gua nanti kalau udah sampai di sana. " Tama mengetuk kaca jendela kursi penumpang, dia menatap lurus pada mobil taksi yang melaju jauh meninggalkan area apartemen.
Tama termenung sebentar, memikirkan bahwa dirinya seorang diri di apartemen, dan tidak ada kerjaan apapun yang akan dilakukannya. Dia mengambil ponselnya didalam saku belakang celananya, mengirim pesan pada grup bersama temannya untuk berkumpul di tempat biasa bertemu.
Setelah mendapatkan jawaban dari Juan dan Adit, Tama melangkah cepat menuju parkiran motornya berada.
•
•
•
yang udah mampir ke cerita ini, jangan lupa vote dan komen ya biar aku makin semakin untuk updatenya, dan bintang limanya juga jangan lupa.
di cerita kedua aku ini semoga aja kalian suka dan tertarik untuk terus membaca sampai ceritanya akan tamat, jangan lupa follow akun penulis ya.
selamat membaca semuanya 🥰