Menceritakan tentang Raya seorang perempuan yang memiliki kelebihan yaitu Indra keenam. Raya adalah seorang vokalis bend nya yang berada KapRal. Raya juga merangkap sebagai pencipta lagu yang dia ambil dari kisah-kisah arwah penasaran.
Suatu hari Genk KapRal didatangkan beberapa musibah dan malapetaka, pertama Raya nyaris terbunuh, kedua bend KapRal mendapati sebuah fitnah bahwa bend mereka melakukan plagiat atas lagu-lagu yang diciptakan Raya.
Saat merasa frustasi Raya tiba-tiba mendapat ide untuk datang ke villa milik kakeknya.
Di Sana dia yang ditemani sagara menemukan beberapa hal ganjil serta berhasil menemukan sebuah syair atau mantra yang akan di ubah oleh Raya menjadi sebuah lagu.
Dari sanalah malapetaka besar itu akan muncul. Setelah Raya memperkenalkan lagi ciptaanya kepada teman-teman bend nya.
Satu persatu teman-teman bend mati dengan cara yang mengenaskan, pembunuh nya hanya meninggalkan jejak yang sama yaitu kedua bola mata korban lenyap tiada bekas.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kuireputih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22 Lagu
Sagara terus menunggu. Ia tak tega membiarkan Raya terpuruk seperti ini. Apalagi anggota KapRal yang lain mulai tak mempercayai gadis itu. Karena itu, sepeninggal Raya dari cafe, Sagara membuntuti dengan mobil, sementara Karin pulang dengan taksi.
Entah berapa menit Sagara menunggu dengan berjongkok di depan pintu. Namun, ia tak peduli dan terus menunggu Raya. Tak peduli pada handphone yang bergetar dari tadi.
Tak lama kemudian, pintu dibuka.
Sagara terkesiap dan berdiri. Di hadapannya, Raya yang mengenakan piyama satin dan kepala dililit handuk hanya menatap hampa. Cukup lama keduanya membisu, menciptakan keheningan. Namun, tiba-tiba Raya menghambur, memeluk sagara sambil menangis tersedu-sedu. Sagara membalas pelukan itu dan membelai rambut Raya.
"Semua sudah berakhir, Gara! Karena semua ini, posisiku makin tersudut. Aku keluar saja dari KapRal!" putus Raya di antara isak tangis.
"Kau ini bicara apa? Kita pasti bisa melewati ini semua, Ray!" hibur Sagara.
"Aku sudah tidak tahan lagi. Nggak ada yang percaya padaku! Lebih baik aku pergi. Lagipula tabunganku sudah cukup untuk modal usaha lain!" tegas Raya dengan suara meninggi.
"Tenang, Ray. Tenang. Kita duduk dulu saja. Oke? Jangan emosi seperti ini!" pinta Sagara.
Raya menggangguk setuju dan membuka pintu lebih lebar. Setelah Sagara masuk, Raya kembali menutup pintu dan langsung menghempaskan diri pada bangku piano.
Dibelainya badan piano dengan lembut, seakan itu merupakan bagian dari jiwanya. Memang Raya merasakan suatu kehampaan yang tak bisa didefinisikan, bahkan oleh Raya sendiri.
"Aku tak pernah bertemu Santi, Gar." Raya membuka percakapan.
Sagara tertegun sejenak, lalu memutuskan duduk di sofa. Karena masih belum menemukan kalimat yang pas, ia memutuskan untuk diam dan menunggu Raya meneruskan ceritanya.
"Santi saja meninggalkanku. Tidak ada lagi yang percaya padaku." desah Raya. Sebutir air menetes dari matanya.
"Tidak semua. Buktinya aku percaya padamu. Karin juga. Mungkin selama ini Pita yang mempengaruhi semuanya untuk menyudutkanmu. Dia kan dari dulu menyimpan dendam pribadi, gara-gara tidak dipilih untuk menjadi vocalist KapRal." duga Sagara.
Raya tersenyum kecut. Ia pun sadar kalau Pita tak pernah suka padanya, begitu juga Bara.
"Tapi tepat setelah aku mengenalkan lagu Irama Kematian, semua ini terjadi!" ujar Raya.
"Semua hanya kebetulan, Ray. Percayalah. Aku tak percaya pada kutukan lagu itu. Aku yang mendengarkannya pertama, tapi tak terjadi apa-apa. Lagipula, bukankah sejak awal kau memang nyaris terbunuh?" kata Sagara panjang lebar.
Raya diam. Dalam pandangan hampa, jarinya menari menekan tuts demi tuts sehingga menghasilkan serangkaian nada. Begitu indah.
"Ada arwah yang bicara denganku, Gara. Aku akan membuatnya menjadi sebuah lagu. Kau mau dengar?" tawar Raya.
Sagara mengangguk.
Nada-nada minor mengalun. Sungguh merupakan lagu yang syarat dengan kesedihan. Namun, lirik yang mendalam ini dipenuhi dengan dendam dan pikiran jahat.
Bibir Raya berucap, melafalkan kalimat demi kalimat dengan lancar, seakan telah menghafal selama berhari-hari.
~~
Aku dikejar dosa masa lalu....
Kala menjadi sampah...
Yang menodai sampah...
Aku terus menyerapah....
Tapi tak bisa sampai...
Karena ragaku telah mati....
Nyawaku melayang....
Kasih...
Dulu kau kukagumi....
Sebelum menjadi belati....
Yang menembus napas...
Rasanya ingin kubalas...
mengoyak tubuhmu....
Menghirup segar darahmu....
Kasih....
Dendamku terus abadi....
Dalam titian nada.....
Nikmatilah....
Merasa berdosalah....
Meski kutahu....
hatimu beku bak iblis....
Iblis yang merenggut satu-satunya jiwaku.....
~~
Angin berhembus tiba-tiba, meniup tirai yang menghiasi jendela apartemen Raya. Sagara merasa bulu kuduknya berdiri. Raya tampak memejamkan mata, terus menyanyi dan memainkan piano bak orang kesurupan.
Namun, Sagara tak mengusik. Mungkin ini memang cara Raya dalam berkarya.
Setelah lagu sampai pada bagian terakhir dan Raya sudah tampak normal, Sagara baru berani membuka suara.
"Dendam kesumat, ya?" tanyanya lugu.
tapi kerennnnn 👍👍👍👍