𝐒𝐢𝐧𝐨𝐩𝐬𝐢𝐬:
Hanya sepenggal kisah seorang pria yang membutuhkan cahaya sebagai harapan nya.
Kisah tentang pria yang di kurung di ruang gelap, karena penyakit mental yang ia alami dan seorang gadis yang tiba - tiba datang sebagai malaikat penolong nya, membawa nya keluar dari kegelapan.
"Memang.. Masih ada cahaya buat gue?"
.
.
"Gue boleh tanya sesuatu?"
"Lo.. Nyata kan?"
"Mereka bilang, semua yang gue denger, liat atau rasakan, semua itu cuma khayalan. Mereka bilang, gue gila."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cerita Kuh123, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22
[ WARNING ]
1. BANYAK KATA - KATA KASAR.
2. KARYA PERTAMA, MAKLUMI KALAU ADA KESALAHAN DALAM DIKSI.
3. MAKLUMI TYPO.
4. KOMENTAR YANG SOPAN.
5. HARGAI KARYA PENULIS.
TERIMAKASIH!!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
...- 𝐻𝒶𝓅𝓅𝓎 𝑅𝑒𝒶𝒹𝒾𝓃𝑔 -...
Waktu menunjukkan pukul 7, Alina dan Renza baru saja kembali ke apartemen. Kalau Rion, ia punya tempat tinggal nya sendiri. Hanya sesekali ia menginap di apartemen Aurel dan Alina.
"Varez dimana Rel?" Tanya Alina menatap sekeliling.
"Di kamar. Habis minum obat dia, jadi Aurel suruh tidur." Jawab nya. Mata nya beralih pada pria di sebelah Alina itu. Mengerjap beberapa saat sambil membuka kecil mulut nya, menunjukkan rasa terkejut nya. "Lo disini?"
Renza hanya tersenyum tipis. "Iya, mulai sekarang, Renza juga tinggal disini." Alina yang menjawab.
Aurel mengangguk - angguk paham. Setelah nya, Alina pergi ke kamar untuk membersihkan diri. Sedangkan Aurel mengantar Renza ke kamar nya.
...----------------...
"Ini kamar lo. Ga sempet di bersihin, besok aja lah ya." Ujar Aurel.
Renza mengangguk. Ia melirik Aurel dengan ekor mata nya. "Aurel."
"Iya?" Aurel menatap Renza bertanya.
"Lo kerja sama gue, karena mau cari bukti papa gue?"
Aurel merespon dengan anggukan. "Iya."
"Lo mau marah?" Tanya Aurel.
"Engga.. Harusnya gue berterimakasih."
"Kalau aja lo sama mama Alina ga bongkar ini, mungkin gue bakal tau nya setelah penyerahan warisan."
"Dan berakhir gue harus nerusin cara curang papa."
"Bagus lah, kalau lo ngerti." Ujar Aurel sembari tersenyum.
"Alvarez mana?"
"Di kamar sebelah kamar ini."
"Dia lagi istirahat. Kalau mau ketemu dia, besok pagi aja."
Renza mengangguk. Setelah nya, Aurel juga kembali ke kamar nya sendiri.
...----------------...
Pagi nya, Renza langsung menemui Alvarez di kamar nya. Entah lah.. Sudah lama ia tak melihat Alvarez. Jadi, hari ini, ia harus meminta maaf pada Alvarez, karena sebelum nya ia begitu tak peduli dengan Alvarez.
"Varez.."
Tubuh Alvarez menegang, ia meletakkan puzzle dari tangan nya, lalu memundurkan tubuh nya. Ia menunduk. "R-renza?" Tanya nya pelan.
"Iya, ini gue."
Alvarez semakin menunduk, "J-jangan disini.. Nanti, gue di marahin papa.." Ujar nya pelan.
Renza terdiam beberapa saat, "Engga. Papa udah ga ngelarang gue datengin lo lagi."
Alvarez sedikit mengangkat kepala nya, "Renza ngapain kesini?"
"Gue mau minta maaf."
"Buat apa?" Alvarez berucap pelan, sembari mengerjap dengan polos.
Renza terdiam sejenak, "Minta maaf aja. Ga perlu alasan kan?"
Varez tak merespon, mereka sama - sama diam. Sampai, seseorang datang.
"Varez, dokter Dheo dateng nih." Alina melangkah masuk ke kamar Varez, di ikuti oleh dokter Dheo juga seorang perawat di belakang nya.
Renza menoleh, "Oh ada Renza. Za, ini dokter Dheo yang jadi dokter nya Varez." Alina memperkenalkan Dheo pada Varez.
"Salam kenal." Ujar Dheo tersenyum, di balas anggukan oleh Renza.
Kemudian, Dheo beralih menatap Alvarez, ia mendekati pria itu.
"Halo Alvarez.. Apa kabar?" Ucap Dheo akrab.
"Kabar baik.."
Dheo tersenyum.
"Yaudah, Alvarez sama dokter dulu ya. Mama sama Renza keluar." Ucap Alina yang langsung meninggalkan Alvarez bersama Dheo, di ikuti oleh Renza. Ia tak mau mengganggu terapi yang di lakukan Dheo.
Setelah nya, Dheo mulai menjalankan tugas nya. Ia menanyai beberapa pertanyaan untuk Alvarez lagi.
...----------------...
Pagi berganti malam, malam berganti pagi, begitu seterusnya, hingga tak terasa, dua minggu sudah Alvarez mendapatkan perawatan. Kini, ia sudah lebih jarang mendengar suara - suara asing yang biasa selalu memenuhi rungu nya.
Ceklek...
Alvarez tersenyum senang, kala ia mendengar suara pintu di buka. Itu pasti Aurel. Pikirnya. Karena, tadi Aurel pergi untuk berbelanja beberapa kebutuhan dapur, kata Alina. Tapi, senyum nya perlahan pudar, kala ia malah mendengar suara lain juga.
"Ihh Aurell!" Rengek Rion mengekori Aurel sambil membawa banyak plastik berisi sayuran.
"Apa sih?!" Jawab Aurel ngegas.
"Bantuin napa. Barang - barang lo, kok gue yang bawa sih?!"
"Kan lo cowok." Ejek Aurel.
Rion mendengus, lalu menatap ke Alvarez yang duduk di sofa. "Oh! Hai Varez."
Alvarez diam tak merespon.
"Alvarez?" Panggil Rion sekali lagi.
"Hah? Iya?" Alvarez menoleh ke asal suara. "K-kenapa Rion?" Tanya nya.
"Gausah hirauin dia. Lo yang kenapa melamun?" Sebelum Rion menjawab, Aurel lebih dulu menjawab.
"Gapapa kok.." Ujar nya pelan.
Aurel menatap tak yakin Alvarez. "Bohong ya?"
Alvarez menggeleng cepat. "Engga. Beneran gapapa." Ujar nya meyakinkan.
Aurel mengangguk mengerti, lalu melirik Rion. "Yon, bawain ke dapur ya. Gue mau mandi dulu, bau." Ucap Aurel. Tanpa menunggu respon Rion, Aurel melangkah menuju kamar nya.
Sekali lagi, Rion mendengus dengan kesal. Ia melirik Alvarez, "Gue taruh barang nya ke dapur dulu ya Rez. Abistu gue temenin lo disini, kita nonton doraemon."
Alvarez merespon dengan anggukan. Iya, belakangan ini, mereka sering nonton film doraemon bersama. Walau Alvarez belum bisa melihat, ia suka mendengar suara doraemon, lucu kata nya.
.
.
.
...•BERSAMBUNG•...
