Wanita mandul, beban, miskin, tidak tau diri dan kata-kata cemoohan lain sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Laura Sabrina Puti. Tak hanya itu saja tetapi kekerasan dalam rumah tangga pun sering dia dapatkan tentunya dari sang suami juga dari ibu mertuanya. Laura, tentu saja dia hanya diam atas perlakuan kedua orang yang sialnya sangat ia sayangi itu.
Dia lalui semua kepahitan dan kesedihan menjalani kehidupan rumah tangga yang tidak sehat ini sendirian. Hingga suatu ketika, rasa sayangnya kepada suami serta ibu mertuanya mengup begitu saja saat dengan tegasnya sang suami memperkenalkan wanita lain yang akan dijadikan istri kedua. Tentu saja tanpa persetujuan dari Laura. Laura hanya bisa menangis sejadi-jadinya setelah pertengkaran besar yang terjadi. Sungguh Laura benci perselingkuhan. Ia bertekad akan membalas dendam.
Mampukah Laura membalas perbuatan mereka? Dan apakah balas dendamnya akan berhasil? BACA SEGERA!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeni Erlinawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kembali hanya Membawa Luka
Setelah Maikel menghilang selama 4 bulan lebih tiba-tiba laki-laki itu kembali ke kediamannya. Sampai-sampai ketika ia baru keluar dari dalam mobil, terdengar suara gaduh dari dalam rumahnya dan tak berselang lama pintu utama terbuka dengan kasar.
Beti, orang yang mendengar kabar suaminya pulang begitu antusias dan dialah sang pelaku pembuat kegaduhan tadi. Dengan senyum di bibirnya, Beti kembali berlari mendekati sang suami. Ia sudah tak sabar untuk memeluk tubuh Maikel yang sangat ia rindukan. Namun sayang saat ia ingin memberikan pelukan, justru bukan tubuh Maikel lah yang ia dekap melainkan hanya angin.
Beti yang tak berhasil memeluk tubuh sang suami, ia tampak mengerucutkan bibirnya sembari menatap kearah Maikel.
"Sayang, kenapa kamu menghindar sih? Aku kan mau peluk kamu. Aku kangen tau," ujar Beti dengan tangan yang meraih lengan Maikel untuk ia gelayuti.
Maikel yang mendengar nada manja Beti, bukannya ia merasa gemas, ia justru jijik. Tangan Beti yang melingkar indah di lengannya pun segara ia lepas secara paksa.
Tentu saja aksinya itu memicu Beti untuk kembali melontarkan protesannya. Tapi belum sempat wanita paruh baya itu mengeluarkan suara, Maikel lebih dulu menyela.
"Saya lelah dan saya butuh istirahat," ujar Maikel lalu setelahnya tanpa memperdulikan Beti, ia pergi dari samping istrinya yang berhasil membuat Beti melongo tak percaya. Kemudian dirinya bergegas menyusul kepergian Maikel.
"Sayang, kenapa kamu ninggalin aku sih? Aku tau kamu lelah saat ini dan butuh istirahat tapi setidaknya hargai aku yang sudah menyambut kepulangan kamu dong," ucap Beti ketika dirinya berhasil mensejajarkan langkah kakinya dengan Maikel.
Maikel diam, ia tak minat hanya sekedar menimpali ucapan dari Beti. Toh ucapan dari wanita itu tidak penting juga untuk ia balas. Sehingga dengan acuh ia melanjutkan langkahnya, tanpa mendengarkan rengekan dari Beti.
Beti yang sudah kepalang sebal pun, ia menghadang jalan Maikel saat mereka sudah berada di lantai dua.
"Mas, kamu kenapa sih cuekin aku terus? Aku dari tadi tanya kamu ini itu tapi kamu tidak juga membalas pertanyaan dariku. Iya, aku tau kamu saat ini tengah lelah tapi setidaknya ngucapin terimakasih ke aku karena sudah menyambut kepulangan kamu, apa susahnya sih bilang terimakasih ke istri sendiri? Dan aku juga butuh jawaban kamu, tentang keberadaan kamu selama 4 bulan ini kemana? Apa kamu tidak tau jika selama kepergian kamu itu aku mengkhawatirkanmu, Mas? Tidurku selalu tidak tenang saat tak ada kabar darimu, makan pun rasanya hambar, bahkan untuk menjalani hari-hari pun rasanya tidak ada semangat sama sekali. Dan semua itu karena kamu, Mas. Apa kamu juga tau seberapa leganya hatiku saat mendengar suara mobil kamu dan melihat wajahmu, Mas? Dan seberapa hancurnya aku saat melihat kamu bersikap acuh tak acuh kepadaku. Apa salahku Mas sampai-sampai kamu bersikap cuek seperti ini kepadaku? Salah aku apa Mas?!" ujar Beti mengeluarkan segala unek-unek didalam hatinya.
"Sudah? Sudah selesai kamu bicaranya? Jika sudah segera menyingkir dari hadapan saya!" Bukan jawaban ini yang Beti inginkan. Jadi Beti kini menggelengkan kepalanya sebagai bentuk penolakan atas perintah dari Maikel dengan kedua tangan yang ia rentangkan.
"Tidak, aku tidak mau menyingkir sebelum kamu menjawab semua pertanyaanku tadi."
Maikel yang perintahnya di tolak, ia mengepalkan kedua tangannya. Tatapan matanya pun semakin menajam, menghunus kedua mata Beti.
"Kamu ingin saya menjawab pertanyaan kamu itu?" Beti tentu saja menganggukkan kepalanya. Ia terlihat excited menunggu balasan Maikel, bahkan ia saat ini membayangkan setelah penjelasan Maikel nanti, laki-laki itu bisa memahami dirinya sehingga bisa bersikap manis, romantis dan manja kepadanya. Ia bahkan juga membayangkan Maikel akan berterimakasih atas jasanya sebagai seorang istri sekaligus meminta maaf atas semua kesalahan dia dengan cara yang romantis entah mengajak dirinya dinner atau memberikan dia hadiah. Ahhhh membayangkan saja sudah membuat Beti senang bukan kepalang.
"Oke kalau begitu akan saya jawab semua pertanyaanmu tadi. Yang pertama, saya tidak pernah meminta kamu untuk menyambut kepulangan saya! Jadi sudah jelas bukan, jika saya tidak perlu berterimakasih atas apa yang telah kamu lakukan itu karena saya tidak memintanya. Kedua, tentang keberadaan saya selama ini itu bukan urusanmu. Saya mau tinggal dimana ya terserah saya karena ini hidup saya yang artinya saya memiliki hak untuk memutuskan apa yang ingin saya lakukan tanpa ada seorang pun yang menentang, termasuk kamu! Ketiga, saya juga tidak meminta kamu untuk mengkhawatirkan saya dan memikirkan saya karena saya tidak membutuhkan hal itu. Keempat, apa kamu tidak sadar atas pertanyaan yang kamu lontarkan tadi? Kamu masih tanya salah kamu dimana ke saya?! Heh pertanyaan itu sungguh menggelitik perut saya. Perlu kamu sadari Beti jika kesalahanmu itu sangat banyak! Dan saking banyaknya, jika saya menjabarkan satu persatu kesalahan kamu itu, bibir saya bisa berbusa dan bahkan mati saat ini juga! Tapi saya yakin walaupun saya menjabarkan semua kesalahan kamu, kamu tetap tidak akan pernah sadar sampai kapanpun karena sifat kamu yang tidak mau disalahkan! Kamu manusia picik Beti yang memanfaatkan status kamu untuk melakukan segala hal yang ingin kamu lakukan tapi justru tindakan kamu itu melukai orang lain. Dan perlu kamu tau tindakan kamu serta sifat sewenang-wenang kamu ini bisa mencoreng nama baik keluarga Kail! Saya cukup berterimakasih kepada orang-orang yang telah kamu lukai entah hati maupun fisiknya yang terus menutup mulutnya dari orang luar sehingga nama keluarga besar Kail masih bisa terselamatkan! Kamu benar-benar sumber masalah, Beti! Kamu sungguh memuakkan! Saya juga tidak perduli mengenai perasaan kamu selama 4 bulan atau selama kamu menikah dengan saya karena hal itu tidak penting untuk hidup saya!" ujar Maikel panjang kali lebar dengan dada yang naik turun. Jelas sekali jika laki-laki itu tengah menahan luapan amarahnya.
"Saya sudah menjawab semua pertanyaan yang kamu tanyakan. Jadi menyingkirlah dari hadapan saya sebelum saya bertidak kasar!" sambung Maikel. Tidak tau saja dia, jika Beti saat ini begitu shock mendengar penuturan darinya. Angan-angan yang sempat terlintas di otaknya seketika di hempaskan begitu saja saat mendengar jawaban yang justru berbanding terbalik dengan ekspektasinya. Bukan rasa bahagia yang ia dapatkan melainkan rasa sakit yang mendalam.
Maikel yang melihat Beti tak kunjung menyingkir dari depannya, ia berdecak. Ia pun tak sungkan-sungkan lagi untuk mendorong tubuh Beti dengan cukup kasar sehingga tubuh wanita paruh baya itu terjatuh ke lantai bersamaan dengan itu, erangan pun keluar dari bibir Beti saat kepalanya membentur pembatas tangga yang terbuat dari besi itu. Namun sayangnya erangan kesakitan itu tak membuat Maikel merasa bersalah, laki-laki itu justru melanjutkan langkahnya tanpa perduli dengan kondisi sang istri, bahkan untuk sekedar menoleh pun tidak. Dan yakinlah hal itu semakin membuat hati Beti terasa di tikam ribuan belati, sungguh rasa sakitnya tak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata dan hanya air mata lah yang mewakili semua perasaannya atas sikap Maikel.