Patah hati saat mengetahui kenyataan kekasihnya menikahi perempuan lain yang sudah dihamilinya. Membuat Elena terpaksa menerima lamaran seorang lelaki yang jauh dari impiannya selama ini. Hal ini terpaksa dia lakukan demi menutupi rasa malu kedua orang tuanya karena undangan pernikahannya yang sudah tersebar.
Diliputi rasa sedih, akhirnya kini dia sah menjadi istri Anggara seorang lelaki yang usahanya sedang bangkrut, dan terkenal dingin juga arogan.
Menikah tanpa cinta dengan kondisi ekonominya yang sulit ditambah sikap arogan dan dingin suaminya, sungguh merupakan tantangan berat baginya. Namun tekatnya yang ingin mempertanggung jawabkan keputusan yang telah diambil dan hanya ingin menikah sekali seumur hidup membuatnya harus bertahan dan berusaha menyesuaikan diri dengan situasi ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jesi Jasinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Antara Hidup Dan Mati
Jangan mikir yang aneh-aneh. Ini aku sudah hati-hati, kamu terus berdoa saja semoga kita selamat sampai tujuan, " sahut suamiku tanpa memgurangi kecepatan mobilnya.
Mobil terus melaju membelah jalan raya, sakit perut yang Nina rasakan sebentar berhenti kemudian setelah beberapa menit lalu sakit lagi, begitu seterusnya dan semakin kesini durasi sakit yang dia rasakan semakin lama. Sedangkan rentang waktunya semakin pendek.
Kulihat baju yang Nina kenakan basah oleh keringat. Aku segera mengambil tisu untuk mengelap keringat yang membasahi seluruh wajahnya.
"Kasih dia minum air putih, itu didekat kamu ada air putih yang masih tersegel," titah kak Anggara.
Aku segera melihat kesampingku, ternyata ada kardus berisi air mineral yang laksbannya telah terbuka. Aku segera mengambil satu gelas dan menusuknya dengan sedotan yang ada dalam kardus tersebut, lalu memberikannya pada Nina saat sakitnya tengah berhenti.
"Terimakasih Elen, " ujar Nina menerima segelas air mineral yang aku berikan. Dia langsung menyedotnya hingga habis. Aku menawarkan segelas lagi, namun dia menolaknya karena rasa sakit yang dia rasakan datang lagi.
Nina mencengkeram pergelangan tanganku dengan kuat untuk menahan rasa sakit. Kulihat langit berwarna hitam pekat pertanda akan hujan lebat.
Akhirnya mobil yang dikendarai oleh suamiku memasuki area rumah sakit bersalin Kasih Bunda, yang merupakan rumah sakit bersalin paling dekat dengan kediaman kami.
"Kamu tunggu disini, biar aku saja yang keluar memberitahu suster yang bertugas," ujar kak Anggara sambil keluar dari mobil dan berlari kecil menuju UGD.
Tak lama kemudian kukihat kak Anggara datang bersama dua orang suster yang mendorong bankar rumah sakit. Aku segera memapah Nina untuk keluar.
Suster tadi membantu Nina keluar dari mobil lalu membaringkan tubuh Nina diatas bankar, sementara aku mengikuti saja dibelakang. Saat tubuh Nina telah terbaring diatas bankar, tiba-tiba hujan turun dengan sangat lebat membasahi kami semua yang setengah berlari mendorong tubuh Nina untuk masuk ruang UGD.
Tetesan air hujan yang terasa besar-besar seketika membuat sekujur tubuh kami semua basah kuyup. Setelah sampai diruang UGD suster mendorong Nina keruang penanganan. Sedangkan aku dan kak Anggara menunggu diluar sambil menggigil.
"Sayang kamu bawa baju ganti kan, sebaiknya kamu ganti baju dulu, takutnya nanti masuk angin,"ucap suamiku.
Aku mengangguk lalu menuju ketoilet umum membawa tas yang berisi baju ganti dan mengganti seluruh pakaianku kemudian kembali ketempat dimana kak Anggara sedang menunggu Nina.
"Keluarga pasien bernama ibu Nina, siapa yang akan menemani melahirkan"
Seorang dokter wanita dengan wajah cantik dan menenangkan, keluar dari ruangan dimana Nina sedang ditangani. Aku segera masuk kedalam untuk menemani Nina sedangkan kak Anggara tetap menunggu diluar.
Sampai didalam sebuah ruangan dengan berbagai alat bantu untuk melahirkan dan beberapa petugas berpakaian putih. Nina terbaring disebuah ranjang dengan kedua paha terbuka siap untuk melahirkan.
Aku mendekati Nina membelai rambutnya,lalu mencium keningnya sambil mengucapkan beberapa kata untuk memberinya semangat.
"Ini sudah pembukaan penuh sekarang tarik nafas dalam-dalam lalu dorong dengan sekuat tenaga. Semangat ya bu, sebentar lagi ibu akan memiliki bayi perempuan yang cantik. Jadi harus selalu semangat, optimis dan jangan lupa bahagia, karena rasa sakit yang ibu rasakan saat ini akan segera terbayarkan.
Kita mulai ya…. Satu… .dua… tiga… tarik nafas dan dorong
Nina mengikuti aba-aba yang diberikan oleh dokter. Dia mengejan sekuat tenaga untuk mendorong bayinya agar keluar. Keringat terus membasahi seluruh wajahnya, seluruh urat-urat wajah dan lehernya terlihat jelas. Dia mencengkeram kedua lenganku sembari berteriak"
Aku merasa sangat tegang, baru kali ini menyaksikan wanita yang sedang melahirkan. Teriakkan Nina disaat kesakitan benar-benar menyayat hati. Keringat dingin tiba-tiba membasahi seluruh tubuhku. Dari lubuk hatiku yang paling dalam, kulirihkan doa tulus pada Tuhanku, tuk memohon keselamatan Nina dan bayinya.
Berulang kali Nina menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya sambil mendorong bayi dalam perutnya.
Aku terus berdoa tanpa henti, dengan bibir bergetar aku memberanikan memandang wajah Nina yang sedang menahan rasa sakit untuk memgeluarkan buah hatinya. Perjuangan seorang ibu benar-benar menakjubkan, benar kata orang, perjuangan ibu melahirkan rasanya seperti diantara hidup dan mati.
"Terus bu… .terus… sedikit lagi ya, itu sudah keluar kepalanya," bu Dokter menengadahkan kedua telapak tangannya tepat didepan pintu rahim Nina.
Hoeeek… .hoeeeek… .hoeeek…
Seorang bayi mungil penuh darah keluar dari mulut rahim Nina dan langsung disambut kedua telapak tangan bu dokter lalu diletakkan diatas perut Nina, kedua tangan Nina langsung menyambut bayinya, memeluknya dan membelainya. Seorang perawat langsung memberikan sehelai kain untuk mengeringkan tubuh bayi agar bayi tidak kedinginan.
Sementara bu dokter langsung menjahit rahim yang sobek akibat melahirkan tanpa membiusnya terlebih dahulu. Namun kulihat wajah Nina terlihat tenang seperti tak lagi merasakan sakit. Yang aku lihat justru wajah bahagia penuh senyum.
Aku memandang bayi mungil yang sedang berjuang mencari ****** susu ibunya hingga akhirnya dia berhasil. Sungguh luar biasa, aku seperti merasakan bahagia menyaksikan pemandangan indah yang ada dihadapanku.
"Elena sini"
Dengan suara yang masih lemah, Nina memanggilku. Aku segera mendekatinya dan mencium keningnya.
"Selamat ya Nina, bayimu cantik sekali. Kamu harus bangga memilikinya," ucapku memberinya semangat.
Kini baru aku lihat ada bulir bening mengalirkan dari pelupuk matanya.
"Terimakasih Elen, aku tidak menyangka kamu dan suamimu benar-benar orang baik. Kalian menolong orang benar-benar tulus tanpa memandang kalau orang itu pernah menghancurkan hidup kalian," ujar Nina terisak.
"Hehe…. "
Aku tertawa sembari menghapus air mataku menahan haru.
"Aku memang pernah berniat menghancurkan hidupku, tapi kamu lihat kan, apakah hidupku hancur karena ulahmu. Itu semua berkat pertolongan Tuhan, Tuhan yang maha memberi kukuatan, Tuhan yang maha segala-galanya. Jadi aku harus bersyukur karena apa yang kamu lakukan adalah bentuk kasih sayang Tuhanku agar aku tidak memiliki suami seperti Andrea dan menjadi jalanku untuk menikah dengan kak Anggara.
Jadi apa yang aku lakukan kepadamu adalah sebagai bentuk rasa syukurku atas segala anugerah yang Tuhan kasih untukku, yaitu dengan berbuat baik kepada siapapun. Karena sejatinya Tuhan menyukai umatnya yang suka berbuat kebajikan," ujarku pada Nina.
Setelah selesai menjahit jalan lahir Nina, dokter mengambil bayi Nina untuk dibersihkan.
"Tolong siapkan perlengkapan bayinya bu"
Ucap salah seorang suster kepadaku. Aku. Aku baru ingat kalau kami tak membawa pakaian bayi barang selembarpun.
"Apa dirumah sakit menjual pakaian bayi bu, kalau ada tolong saya beli saja Sekalian," ujar Nina dengan wajah sedih dan dia memandang kearahku.
"Sayang sekali belum ada bu, " jawab suster tersebut.
"Tenang Nina….aku akan kasih tahu suamiku untuk mencarinya diluar sana," ucapku meninggalkan Nina, tanpa mendengar dulu apa yang akan Nina katakan. Bagiku pakaian bayinya lebih penting, takutnya dia kedinginan.
Dengan tergesa-gesa aku melangkah menghampiri kak Anggara yang menunggu diruang tunggu. Betapa aku terkejut saat kak Anggara menyerahkan sebuah koper kecil yang aku tidak tahu apa isinya.
*******