Rahmat Azmi, begitulah namanya, tidak akan ada yang menyangka kalau cowok itu masih berumur 24 tahun, karena kumis tebal yang dimilikinya, membuat dia seperti cowok yang sudah berusia 30 tahun.
Dia adalah lelaki playboy yang suka gonta ganti pacar, hingga kebiasaan itu perlahan hilang karena kehadiran seorang perempuan bernama Lili, gadis cantik yang merupakan temannya saat SMP dulu. Apakah Lili akan menjadi cinta sejatinya?
Ayo ikuti kisah mereka di "Cinta sejati buaya berkumis."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sera Menyesal
Tari pulang sekolah dengan wajah cemberut,dari awal dia menginjakkan kakinya dalam rumah,sampai menaiki tangga,gadis itu terus-menerus mengomel.
Bi Inem yang saat itu tengah membersihkan debu di lemari kaca,hanya bisa geleng-geleng kepala melihat ocehan yang terus keluar dari mulutnya Tari.
"Awas saja kalau aku ketemu sama dia,aku bakal penyet-penyet itu orang!"
"Dasar,cowok-cowok kurang ajar!" pekik Tari saat kakinya sudah menginjak lantai atas.
"Pulang sekolah kok marah-marah? Ck-ck-ck..."
Bi Inem tersenyum saja melihatnya.
Lima belas menit kemudian Tari sudah keluar lagi dengan memakai baju santainya. Dia berjalan ke arah meja makan dan duduk dengan wajah masam.
"Kenapa non Tari?" tanya bi inem
"Lagi sebel aja,bi."
"Di putusin sama pacarnya,ya?"
"Bukan!!!"
???
Kok Tari jadi emosional begitu ya? Bi inem jadi heran.
Wanita muda itu tidak berani lagi bertanya pada nona majikannya
"Bibi tahu,nggak? Tadi,pas jam istirahat aku di maluin sama teman-teman,katanya aku di antar sama Om-Om," adu Tari.
Sambil menaikkan ujung bibir kirinya Tari kembali berkata. "Dan ini itu,gara-gara kak Rahmat!"
"Pasti gara-gara kumisnya den Rahmat,mending disuruh potong aja non!" saran bi Inem
"Mana mau dia."
"Mungkin kalau mbak Lili yang nyuruh,den Rahmatnya bakal mau." Ucap Inem.
"Betul juga ya!" seru tari kegirangan,kenapa dia tidak kepikiran sama sekali soal itu?
"Sekarang kak Rahmatnya dimana,bi?"
"Bantuin Nyonya di resto,"
"Owh!" Tari manggut-manggut. "Tumben sekali." Lanjutnya.
Segera saja Tari menghabiskan semua makan siangnya,dan setelah itu dia bergegas menuju halaman depan dan mengendarai mobilnya,dia akan pergi ke restoran sang mama.
\*\*\*
"Kenapa kamu baru pulang sekarang,Ra?" tanya bu Rena,mamanya Sera.
"Sera baru gajian,bu." Sera menjawab lemah.
"Maaf,ibu sudah menyusahkan kamu," wanita itu pun terlihat sedih.
"Ini sudah menjadi kewajiban Sera,bu. Kalau ayah tidak menikah dengan wanita itu,hidup kita pasti tidak akan sesusah ini." Keluh Sera
"Ibu sudah mengikhlaskan semuanya,jangan lagi mengungkit masalah yang sudah lalu,Ra."
Ujar Bu Rena.
Sera menghela nafas panjang,pikirannya benar-benar kacau,ibunya sedang sakit parah. Beliau harus berjuang dengan penyakitnya,dan dia bahkan belum punya cukup uang untuk biaya operasi.
"Kamu masih belum berangkat kerja,Sera?" Lili bertanya,dia duduk di samping Sera. Sera yang tengah membayangkan kembali obrolannya dengan sang ibu kemarin,jadi kaget dengan kedatangan Lili. Lamunannya pun buyar seketika.
Sera menatap ke arahnya,melihatnya dengan ujung mata,mungkin Sera masih tidak suka dengan Lili.
Lho,memangnya Lili salah apa?
Bukankah selama ini yang salah itu Sera,ya? Dan dia juga yang terus-menerus mencari gara-gara sama Lili?
"Aku heran sama kamu Ra,kenapa marah sama aku? Aku kan nggak pernah nyinggung perasaan kamu?" Ucap Lili,dia tidak peduli meski Sera terus mengabaikannya.
"Jangan berpura-pura baik di depanku Li,aku tahu kamu pasti senang melihat aku kehilangan pekerjaanku. Iya,kan?" Sera tersenyum sinis,matanya sayu,tidak ada semangat di sana. Air mata yang sejak tadi bertengger di pelupuk matanya,sudah bergulir jatuh.
What???
Sera yang mulutnya kayak jarum itu,bisa nangis juga?
Mungkin benar,kehidupannya sangat berat. Apalagi dia sedang mencari uang untuk mencukupi biaya operasi ibunya. Tapi sekarang,dia malah di pecat dari salon tempatnya bekerja.
"Kamu pasti senang dan sangat berbahagia atas apa yang tengah menimpaku. Iya,kan?"
Sera tersenyum kecut. Lili melihat ada kesedihan mendalam disana,dia sudah dapat menebak, pasti mamanya sudah memecat Sera dari salon kecantikan itu.
"Apa kamu melakukan kesalahan,makanya kamu di pecat?"
"Ya,aku memang melakukan kesalahan,karena sudah memfitnah anak pemilik salon!" ungkap Sera,dia melihat Lili dengan penuh kebencian.
"Kenapa kamu sangat membenci aku Sera? Padahal aku tidak pernah menyakiti perasaan kamu." Tanya Lili lagi,masih dengan pertanyaan yang sama,dia tidak mau Sera terus menaruh rasa benci terhadap dirinya.
"Karena kamu terlalu cantik,kamu disanjung banyak orang,memiliki kehidupan yang baik,kamu memiliki segalanya," beber Sera,dia mengatakan penyebab dirinya membenci Lili selama ini.
Mendengar pengakuan Sera,membuat Lili tertawa. "Alasan kamu benar-benar konyol,tidak seharusnya kamu membenci aku hanya karena alasan demikian."
"Kalau saja aku tahu bahwa mama kamu adalah pemilik salon itu,mungkin aku tidak akan pernah mencari gara-gara sama kamu." Ucap Sera penuh sesal.
Mereka bebas berkata apa saja saat itu,tanpa takut didengar oleh penghuni kos,karena mereka semua sudah pergi melakukan kegiatannya masing-masing. Ada yang sudah pergi kuliah,dan ada yang sudah berangkat kerja,jadi kos siang itu dalam keadaan sepi.
"Aku yakin mama hanya sedang mencoba memberi pelajaran untuk kamu,mama tidak berniat serius dengan memecat kamu dari salonnya." Hibur Lili.
"Aku juga yang salah Li,aku mengaku salah,aku minta maaf!" Sera menunduk dalam. Dia memegang kedua lututnya.
Permintaan maaf dari Sera,juga rasa bersalah yang terlihat dari matanya membuat Lili semakin menaruh rasa simpati pada gadis itu.
"Aku sudah memaafkan kamu,jauh hari sebelum kamu meminta maaf." Lili memang sangat baik hati,dia bahkan tidak menaruh dendam pada Sera.
"Terimakasih! Kamu memang sangat baik,pantesan saja kalau ibu kos dan yang lainnya selalu ngebelain kamu." Puji Sera.
"Kamu jangan takut,tentang masalah itu biar nanti aku yang ngomong sama mama," Lili berusaha meyakinkan.
"Rasanya tidak usah aja,Li. Aku bisa cari pekerjaan lain nanti." Cegah Sera,sebenarnya dia tidak mau terlalu berharap pada Lili. Dia juga tidak mau Lili mengetahui tentang kesusahan yang tengah dihadapinya.
Sera malu pada dirinya sendiri,karena dulu dia selalu merendahkan Lili,tapi sekarang Lili bahkan begitu tulus ingin membantu dirinya.
\*\*\*
Di Restoran...
Rahmat begitu bersemangat membantu mamanya di restoran,dia mau melakukan apa saja,membersihkan meja,bahkan membersihkan kamar mandi yang disediakan untuk para pelanggan. Ya,meski itu pekerjaan tukang bersih-bersih di restorannya,tapi dia tetap mau membantu.
Berasa aneh nggak? Ya aneh lah,nggak biasanya dia serajin itu,kalau sudah begini bu Dian malah merasakan perasaannya jadi tidak enak.
"Waw... Jagoan mama rajin bangat!" puji Tari,pura- pura takjub dengan perubahan kakaknya.
"Nggak usah ngeledek." Ucap Rahmat,malas mendengar bacotnya Tari.
"Kok ngeledek? Aku serius,lho!"
"Kalau nggak ada yang penting,mending kamu segera pergi dari sini,gangguin aja!" cowok itu masih fokus memeriksa biaya pengeluaran bulan November.
"Kasihan banget aku sama mama,seharusnya kakak itu kerjanya bukan di sini,tapi ditempat lain. Cari dong tempat lain!"
Dengan kesal Rahmat melempar buku yang dipegangnya ke arah Tari,membuat gadis itu lari keluar sambil tertawa penuh kemenangan karena sudah berhasil membuat kakaknya marah.
"Tu anak memangnya nggak punya kerjaan lain apa? Selain bikin gue naik darah?" omel Rahmat,dia memungut kembali buku yang tadi dilemparnya.