Pernahkah kalian membayangkan, bagaimana rasanya bertemu mantan, yang tak lain merupakan cinta pertamamu?
Bella tak menduga jika ia kembali dipertemukan Arfa. Sosok mantan kekasih sekaligus cinta pertamanya, yang tak lain adalah Direktur baru tempatnya bekerja. Semula ia merasa percaya diri menganggap jika keadaan masih sama. Namun, sikap Arfa yang dingin dan ketus terhadapnya, membuatnya harus sadar diri, rasa percaya dirinya itu seketika terenggut dengan paksa. Bella memaksakan diri untuk membuang jauh-jauh perasaannya.
Namun, bagaimana jika keadaan justru membuatnya harus terus berdekatan dengan Arfa. Membuat rasa cinta itu tumbuh semakin besar. Seiring sesuatu alasan yang membuat Arfa berubah pun terkuak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arsyazzahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Peduli
Setelah satu hari di rawat di rumah sakit, dan keadaan sudah membaik. Hari ini Bella kembali berangkat kerja.
“Hai, Bell!” panggil Sima begitu melihat sahabatnya itu turun dari ojek online. Bella membalasnya dengan senyum tipisnya. Wajahnya tampak lebih ceria karena kondisi tubuhnya sudah sehat. Ia melangkah mendekati Sima.
“Kenapa udah masuk kerja? Harusnya kamu istirahat dulu.”
“Aku masih butuh duit untuk melangsungkan hidup, Sim. Lagian mau ngapain juga di kos-kosan. Toh besok udah hari sabtu jadi libur,” ujar Bella.
Sima mengangguk, keduanya berniat untuk melanjutkan langkahnya. Namun, fokusnya terhenti begitu melihat mobil Arfa berhenti di loby. Lelaki tampan itu langsung keluar dari sana.
Sima dan Bella lebih memilih menyingkir memberikan jalan pada Arfa, dan dalam diam lelaki itu melirik ke arah Bella. Namun, perempuan itu justru mengalihkan pandangannya. Terlihat menghindari tatapan matanya.
Hingga punggung Arfa terlihat sudah menjauh, Bella langsung bersikap seperti biasanya. “Kemarin itu yang nolongin kamu Pak Arfa lho Bell,” ujar Sima.
Bella mengangguk, karena ia juga ingat kejadian itu. “Aku tahu.”
“Kok gitu doang jawabnya. Kamu gak terkesan apa gimana gitu?”
“Tidak biasa saja. Itu kan memang tugas seorang atasan melindungi karyawannya. Toh aku tidak tahu apa-apa tentang ucapan perempuan asing kemarin,” jawab Bella tenang. Ia sudah bertekad untuk membuang jauh-jauh harapannya tentang Arfa. Ia akan berusaha bersikap profesional. Bukankah Arfa sendiri yang berkata demikian. Bella masih ingat perkataan Arfa soal kejadian di mana Dario menganggu dirinya. Lelaki itu mengatakan jika ia membantu karena merasa memiliki tanggung jawab sebagai seorang atasan terhadap karyawan. Lantas kini Bella hanya berusaha membenarkan perkataannya.
Sima merasa heran. “Ini perasaan aku atau gimana ya, Bell.”
“Kenapa?” tanya Bella. Keduanya kini berada di dalam lift yang hanya terisi dua orang.
“Kamu dan Pak Arfa itu seperti ada sesuatu. Kalian itu seperti dua orang yang saling mengenal, tapi mencoba saling menjauh.”
Bella tersenyum masam. “Memang. Karena dia adalah mantan kekasihku,” ucap Bella seraya keluar dari lift begitu pintu terbuka.
Sima terkesiap mendengarnya. “Apa?! Kamu serius Bell.”
“Iya. Tapi sudahlah, lupakan semua. Yang harus kamu tahu aku dan Pak Arfa itu hanya seorang atasan dan bawahan tidak lebih.”
Sima hanya mengangguk, meski ia merasa penasaran dengan kisah keduanya. Mungkin lain waktu ia harus meminta sahabatnya itu untuk bercerita.
💞💞
Setengah pekerjaannya sudah beres. Setelah itu Bella berniat untuk turun ke bagian keuangan. Ia berniat untuk menemui Bu Sonia untuk meminjam uang. Namun, tampaknya ia harus menghentikan niatnya lebih dari dulu. Karena Yudi datang menghampiri dirinya.
“Bell, dipanggil sama Pak Arfa.”
“Ada apa ya, Pak?” tanyanya heran.
“Saya tidak tahu. Dia hanya bilang itu sangat penting,” sahut Yudi. “Udah sana buruan,” pintanya.
Bella menyentak nafasnya, lagi-lagi harus berhadapan dengan Arfa.
“Mungkin masalah kemarin itu, Bell.” tebak Sima.
“Iya Bell. Soalnya heboh banget sih. Jangan-jangan kamu mau disidang lagi,” timpal Bakti.
“Kuatkan hatimu menghadapi sifat Pak Arfa, Bell." Dimas pun ikut menimpali.
Bella terkekeh pelan, berusaha bersikap biasa, meski nyatanya ia sendiri merasa ketar-ketir. Satu hal yang ia takutkan adalah dipecat, sedangkan ia masih sangat membutuhkan pekerjaan itu. Ia tahu banyak perusahaan di luar sana. Tetapi, Bella merasa nyaman bekerja di sana. Selain memiliki kenyamanan, gaji di sana juga lumayan baginya itu cukup besar.
Kini setelah berada di depan ruangan Arfa. Bella menyentak nafasnya berkali-kali, jantungnya berdetak lebih kencang. Rasa takut menyelimuti.