Hasna berusaha menerima pernikahan dengan seorang laki-laki yang tidak pernah ia kenal. Bahkan pertemuan pertama, saat keduanya melangsungkan akad nikah. Tak ada perlakuan manis dan kata romantis.
"Ingat, kita menikah hanyalah karena permintaan konyol demi membalas budi. jadi jangan pernah campuri urusan saya."
_Rama Suryanata_
"Terlepas bagaimanapun perlakuanmu kepadaku. Pernikahan ini bukanlah pernikahan untuk dipermainkan. Kamu telah mengambil tanggung jawab atas hidupku dihadapan Allah."
_Hasna Ayudia_
Mampukah Hasna mempertahankan keutuhan rumah tangganya? Atau justru menyerah dengan keadaan?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ujungpena90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Rama memperhatikan Hasna yang tengah berjalan menuju pintu gerbang dari balkon kamarnya. Tak lama kemudian, datang sebuah mobil berwarna putih dan berhenti tepat dihadapan Hasna. Mobil pun kembali melaju setelah Hasna naik dan duduk di kursi penumpang.
Lelaki itu tetap pada posisinya. Tiba-tiba pikirannya berputar pada kejadian tadi pagi. Dimana ia melihat sang istri begitu berbeda dari yang sebelumnya.
Perempuan itu terlihat begitu mempesona. Mata Rama benar-benar terpusat padanya. Ia begitu mengingat jelas bagaimana penampilan istrinya saat itu.
Hasna yang terbiasa menutup seluruh tubuhnya, terlihat berkali-kali lipat lebih mempesona hanya dengan berpenampilan seperti itu. Bahkan saat dia bersama Resty dulu, kerap pacarnya itu berpakaian seksi. Tapi entah mengapa Hasna terlihat jauh lebih menggoda hanya dengan berpakaian yang sangat sederhana. Bahkan tanpa polesan make up.
Hatinya mulai berdesir. Entah getaran apa yang menjalari hatinya saat ini. Hanya dengan membayangkannya saja sudah membuat jantungnya berdetak dua kali lebih cepat.
Cepat-cepat ia enyahkan pikiran itu. Hasna terlihat mempesona hanya karena ia menanggalkan pakaian yang menjadi identitasnya, tidak lebih.
***
Hasna sampai restoran tepat saat jam makan siang. Segera ia menuju ruangannya setelah berbasa basi dengan para pegawainya terlebih dahulu.
Sudah bisa dipastikan jika tumpukan map akan menghiasai meja kerjanya. Sengaja ia meminta laporan keuangan langsung dikirimkan ke restoran. Ia akan memeriksanya satu persatu, setelah "cuti" panjangnya seminggu yang lalu.
Namun langkahnya terhenti saat ada seseorang memanggil namanya.
"Hasna."
Perempuan berjilbab krem itu pun menoleh ke arah sumber suara.
"Mas Kevin?"
Kevin pun tersenyum dan berjalan mendekat ke arah Hasna.
"Sungguh kebetulan sekali bertemu kamu di sini." Ucap Kevin berbasa basi.
Karena tanpa sepengetahuan Hasna, dia beberapa kali makan siang di restoran ini. Berharap akan bertemu si pemilik restoran, tapi tujuannya tidak pernah tercapai, mungkin ini adalah keberuntungan bagi lelaki itu.
"Mas Kevin ada perlu sama Hasna?" Tanya perempuan itu.
Hasna sedikit merasa tidak enak jika seandainya ada keperluan yang mendesak, mengingat ponselnya ia matikan seminggu ini. Dan sekarang malah ponselnya tertinggal di kamar.
"Ah tidak. Hanya saja kebetulan saat aku kesini ketemu sama kamu." Jawab pemuda itu asal.
Hasna sedikit memaksakan senyuman saat mendengar jawaban yang diberikan oleh Kevin. Seolah lelaki itu memang tengah mencarinya. Karena sudah bisa dipastikan akan bertemu dengannya kalau berkunjung di restoran. Mengingat ia sudah memutuskan untuk memantau semua gerai usahanya dari restoran. Apalagi ruang kerjanya yang ada disini lebih luas dan nyaman.
Kevin merasa sedikit kecewa karena Hasna tidak menemaninya makan siang kali ini. Perempuan itu mengatakan akan menyelesaikan pekerjaannya, dan Kevin tidak memiliki alasan untuk menahannya. Tapi setidaknya sudah mengobati rasa rindunya pada perempuan itu.
***
Hasna kembali menjelang maghrib, karena mengambil mobilnya terlebih dahulu di rumah almarhum kakek.
Rama yang tengah bersantai di balkon kamarnya, sejenak memperhatikan mobil merah yang memasuki pekarangan rumahnya. Lelaki itu penasaran, siapakah yang datang ke rumahnya saat ini. Mengingat hanya dia, Hasna, juga Ivan yang mengetahui jika ia tinggal di sini sekarang.
Rama pun bergegas turun, ia ingin memastikan, siapakah yang datang. Disibaknya sedikit tirai yang menutupi jendela ruang tamunya.
Diperhatikannya mobil itu. Tak lama, keluarlah perempuan berjilbab krem dari dalam sana. Siapa lagi kalau bukan Hasna, istrinya.
Rama segera meninggalkan ruang tamu menuju dapur, sebelum Hasna memasuki rumah.
Selang beberapa menit kemudian, Hasna muncul dari balik pintu. Perempuan itu menyunggingkan senyuman tatkala menjumpai suaminya berada di dapur, yang tak jauh dari kamarnya.
Hasna melangkah mendekat ke arah Rama yang duduk di pantry. Laki-laki itu hanya melihatnya sekilas.
"Assalamu'alaikum, Mas." Ucap Hasna.
"Wa'alaikum salam." Jawab Rama tanpa menoleh ke arah istrinya.
Hasna meletakkan tas di atas meja makan, dan berjalan mendekat pada suaminya.
"Mau Hasna siapin sesuatu? Atau mas Rama mau makan?" Tawar Hasna.
Rama diam sesaat, tak langsung menjawab sang istri. Hasna tetap pada posisinya, berdiri di dekat lelaki itu. Dan itu, membuat Rama sedikit tidak nyaman.
"Tolong buatkan saya kopi, dan jangan terlalu manis." Ucap Rama pada akhirnya.
Seulas senyuman terbit di kedua sudut bibir Hasna, sungguh senyuman yang membuatnya semakin cantik. Dan itu tak luput dari pandangan Rama.
Hasna meletakkan secangkir kopi yang masih mengepulkan asap di hadapan suaminya. Sungguh aromanya sangat menggoda penciuman Rama.
Diangkatnya cangkir itu dan menyesapnya perlahan. Rasanya begitu pas di lidah. Sekali lagi ia sesap untuk merasai kenikmatan kopi buatan istrinya.
Sekali lagi, Hasna menampilkan senyuman saat sang suami menikmati kopi buatannya. Sejujurnya, perempuan itu ingin sesekali mendengar pujian atau bahkan komentar atas apa yang ia sajikan untuk suaminya. Tapi tak pernah sekalipun kata-kata itu keluar dari mulut sang suami.
"Mama meminta kita untuk makan malam di sana. Segera bersiaplah, kita akan pergi setengah jam lagi." Kata Rama pada istrinya.
"Baiklah, kalau begitu Hasna akan bersiap. Hasna pamit ke kamar dulu."
Perempuan itupun beranjak menuju ke kamarnya. Sungguh lucu sekali, disaat mereka telah menikah dan tinggal satu rumah, justru mereka menempati kamar yang berbeda.
***
Satu jam perjalanan mereka tempuh dalam kesunyian, selalu seperti itu. Hasna memilih diam, karena perempuan itu bingung jika akan memulai obrolan dengan suaminya. Sedangkan Rama lebih memilih fokus pada jalanan yang mereka lalui.
Jalanan cukup ramai malam ini, dan sedikit macet. Lampu merah pun masih menyala.
"Ehemm..."
Deheman Rama mengalihkan sedikit fokus Hasna yang memandang ke arah jendela di sampingnya. Sepertinya akan ada yang disampaikan oleh suaminya itu.
Terlihat lelaki itu mengambil sesuatu dari jok belakang. Sebuah paperbag berwarna ungu, dan menyerahkannya pada Hasna.
"Nanti berikan ini pada Nayla." Ucap Rama memecah kesunyian di antara mereka.
"Ada dua paperbag lagi, untuk mama dan juga papa." Lanjutnya.
Hasna Hanya mengangguk dan menoleh sekilas di jok penumpang. Ada dua bingkisan yang diperuntukkan untuk kedua mertuanya. Sungguh manis sekali.
Hasna diam tak menanggapi, hingga tak terasa mobil sudah memasuki pekarangan rumah keluarga Suryanata. Bunyi klakson membuat Bu Diana segera berdiri untuk menyambut putra dan menantunya di teras depan.
"Assalamu'alaikum, Ma."
"Wa'alaikum salam, sayang."
Hasna langsung mencium tangan mertuanya, dan disambut dengan pelukan hangat wanita paruh baya itu. Begitupun dengan Rama, melakukan hal serupa dengan yang dilakukan oleh istrinya.
"Dasar anak nakal, seminggu kalian ke Jepang, kenapa nggak ngasih Mama kabar?." Kata Bu Diana sambil menepuk punggung putranya.
Hasna dan Rama seketika saling pandang, keduanya pun tak menjawab.
"Emmm...Ma, Nayla di dalam?" Hasna mencoba mengalihkan pertanyaan mertuanya dengan pertanyaan lain.
"Iya, sayang, ayo masuk."
Ketiganya langsung menuju ruang makan, karena Pak Andi juga Nayla sudah menunggu di sana. Hasna dan Rama pun menyalami pak Andi.
"Mbak Hasna, Nay kangen." Ucap Nayla yang langsung memeluk kakak ipar perempuannya itu. Heboh sekali gadis satu ini.
"Iya mbak Hasna juga kangen sama semua yang ada di sini."
"Ah mbak Hasna bohong, buktinya Nay telepon, chat, nggak aktif hape nya." Protes Nayla.
Sungguh Hasna tak mempersiapkan jawaban ini. Tapi pikirannya mulai fokus saat ia menyadari jika ditangannya masih ada bingkisan.
"Oh ya, ini ada sedikit oleh-oleh buat kamu, semoga suka ya." Hasna menyodorkan paperbag ungu dihadapan adik iparnya.
"Ah...mbak Hasna.... Makasih ya udah repot-repot beliin." Ucap gadis itu dengan nada yang begitu manja.
Hasna hanya tersenyum mendengarnya. Kemudian menyerahkan dua paperbag kepada Bu Diana.
"Semoga Mama sama Papa suka ya."
"Makasih ya, sayang." kata Bu Diana.
"Sama-sama, Ma."
"Udah ayo, kita mulai makan malamnya. Papa sudah lapar nih." Canda Pak Andi.
Hasna dan Rama segera memposisikan diri untuk segera ikut makan malam bersama keluarga Suryanata.
***
maaf kalo salah 🙏