Cinta akan menemukan pemiliknya. Sebuah ketidaksengajaan, keterpaksaan, dan perjodohan, bisa menjadi jalan untuk menyatukan dua hati yang berbeda.
Seorang gadis SMA bernama Aira, terjebak dalam sebuah pernikahan dengan seorang duda bernama Affan yang merupakan ayah sahabatnya, Faya.
Mengapa pernikahan itu bisa terjadi?
Akankah pasangan beda usia itu bisa saling mencintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ria aisyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Trauma
Memori tentang Kayra kembali terputar di dalam ingatan Affan. Istrinya itu meninggal beberapa saat setelah melahirkan Faya. Luka sayatan pisau operasi telah merenggut nyawanya dan menorehkan luka mendalam di hati Affan.
Sejak saat itu, Affan selalu dirundung kesedihan setiap kali melihat luka. Dia juga selalu menjaga Faya sebaik mungkin agar tidak tergores sedikitpun. Pernah suatu kali Faya terluka saat bermain bersama temannya waktu kecil, dia langsung membawanya ke rumah sakit.
Affan menderita phobia tentang luka gores setelah kematian Kayra. Luka sekecil apapun akan membuatnya panik dan cepat-cepat membawanya pergi ke rumah sakit.
Mobil yang mereka kendarai telah sampai di depan sebuah klinik. Affan keluar dari mobilnya dengan cepat lalu membukakan pintu untuk Aira.
Banyak pasien yang mengantri di sana, tetapi Affan mengatakan pada perawat bahwa istrinya terluka dan harus segera mendapatkan pertolongan. Aira pun dibawa ke ruang IGD dan segera mendapatkan penanganan.
Di ruang pemeriksaan, Aira tampak kebingungan saat para perawat itu menanyakan lukanya. Dia meminta perawat wanita saja yang melihat lukanya.
"Maaf, Sus. Sepertinya suami saya terlalu berlebihan. Dia sangat panik saat melihat aku terluka." Aira membuka jilbabnya dan menunjukkan lukanya.
"Apakah hanya luka ini saja, Nyonya?" tanya perawat itu sambil meneliti wajah dan leher Aira.
"Benar. Seseorang menarik tubuh saya dengan kuat sehingga jarum jilbab ini melukai kulit," jelas Aira.
Perawat itu mengangguk dan berkata, "Anda sangat beruntung memiliki seorang suami yang sangat menyayangi Anda, Nyonya."
Setelah mengetahui jika pasiennya tidak memerlukan tindakan khusus, perawat lain meninggalkan ruangan itu. Hanya ada satu orang saja yang mengobati luka Aira.
Perawat itu membersihkan luka itu, mengoleskan obat, lalu menutupnya dengan plester. Setelah selesai, dia melaporkan kondisi Aira pada dokter yang berjaga untuk membuatkan resep.
"Ini resep yang harus Anda tebus, Nyonya. Ada beberapa antibiotik dan obat untuk luka." Perawat itu menyerahkan secarik kertas pada Aira.
"Terimakasih, saya permisi. Assalamu'alaikum," pamit Aira dengan sopan.
"Wa'alaikum salam. Sama-sama, Nyonya."
Affan segera beranjak dari duduknya saat melihat Aira keluar dari ruang pemeriksaan. Dia berjalan tergesa-gesa menghampirinya.
"Cepat sekali, Aira. Apakah mereka sudah memeriksamu dengan benar?" Affan melihat plester di dagu Aira.
"Sudah, Om. Ini tinggal menebus obatnya saja." Aira menunjukkan resep di tangannya.
Affan menghela nafas lega. Tangannya meraih tangan Aira dan menggenggamnya erat. Mereka berjalan melewati antrian para pasien yang duduk di sepanjang koridor yang terpana menatap keduanya.
Wajah tampan Affan membuatnya terlihat lebih muda dari usianya. Tidak ada yang mengira jika keduanya memiliki perbedaan usia yang cukup jauh.
Seorang wanita hamil sedang mengantri di depan mereka saat sedang menunggu obat. Dia duduk ditemani oleh suaminya yang juga terlihat lebih tua darinya. Aira terus menatapnya dan membayangkan jika wanita itu adalah dirinya.
'Apakah Om Affan juga akan memperlakukanku seperti pasangan di depanku ini, ya. Aku tidak merasa yakin, tetapi itu juga mungkin. Entahlah ....' Aira menatap Affan yang juga melihat pasangan di hadapannya itu. Wajahnya terlihat murung.
'Kayra, aku telah menemukan penggantimu. Aku mulai takut kehilangan dia setelah aku kehilanganmu. Sepertinya aku ragu untuk memiliki anak lagi setelah ini.' Affan tiba-tiba meraih bahu Aira lalu memeluknya dengan erat.
Aira terkejut menerima perlakuan Affan. Dengan ragu-ragu dia pun membalas pelukannya. Tanpa mereka sadari, orang-orang di sekeliling mereka memperhatikan apa yang mereka lakukan.
"Ehem!" Wanita yang sedang hamil itu berdehem.
Affan dan Aira pun segera melepaskan pelukannya. Mereka terlihat salah tingkah saat melihat orang-orang di sekelilingnya memperhatikan keduanya.
"Apakah istri Anda juga sedang hamil, Pak?" tanya suami dari wanita hamil itu.
"Belum, Pak. Kami baru saja menikah," jawab Affan gugup. Tangannya menjadi berkeringat dengan wajah yang terlihat malu-malu.
Pria itu mengangguk.
"Semoga segera memiliki keturunan. Kami juga baru mendapatkan keturunan setelah lima tahun menikah dan menjalankan program kehamilan," jelasnya tanpa malu-malu.
Affan hanya mengangguk. Hatinya kembali merasa bimbang. Di saat orang lain berjuang untuk mendapatkan keturunan, dia malah berusaha untuk menolak rejeki itu dengan alasan yang tidak masuk akal.
'Entah sampai kapan rasa takut ini akan berlalu. Ampuni aku, Ya Allah, aku tidak kuasa melawan takdirmu, tetapi aku tidak ingin kehilangan orang yang aku sayangi untuk kedua kalinya.
****
Bersambung ....