NovelToon NovelToon
CEO'S Legal Wife

CEO'S Legal Wife

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: salza

Leora Alinje, istri sah dari seorang CEO tampan dan konglomerat terkenal. Pernikahan yang lahir bukan dari cinta, melainkan dari perjanjian orang tua. Di awal, Leora dianggap tidak penting dan tidak diinginkan. Namun dengan ketenangannya, kecerdasannya, dan martabat yang ia jaga, Leora perlahan membuktikan bahwa ia memang pantas berdiri di samping pria itu, bukan karena perjanjian keluarga, tetapi karena dirinya sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon salza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

Jam menunjukkan pukul dua belas siang ketika Leora melangkah ke ruang kantin. Jam kerja pertamanya akhirnya selesai. Ia mengambil makanan lebih dulu dan duduk di meja dekat jendela.

“Hai, Leora.”

Dimas sudah menarik kursi di depannya dengan santai. Belum sempat Leora merespons, Arga langsung nyelonong duduk di kursi sebelahnya.

Leora melirik sekilas, lalu tersenyum kecil. “Cepat amat. Ini kursi langganan, ya?”

Dimas terkekeh.

Tak lama, Riani dan Selin datang menyusul. Begitu melihat mereka berdua sudah duduk manis, Riani mendengus.

“Kalian berdua ini pasti sukanya nyelonong, huft.”

Arga santai. “Yaelah, kita kan sekarang satu tim. Apalagi nambah satu personil.”

Ia menyenggol bahu Leora ringan.

Leora terkekeh pelan sambil menggeser duduknya sedikit. “Pelan-pelan, nanti dikira aku udah gabung geng.”

Selin duduk sambil menggeleng. “Belum apa-apa udah rame aja.”

Riani menatap Leora penasaran. “Gimana hari pertama?”

“Lumayan,” jawab Leora ringan. “Otak kerja, kaki juga kerja.”

Dimas mengangguk. “Adaptasi itu emang capek.”

Arga menyeringai. “Tapi dia keliatan santai sih.”

Leora mengangkat sendoknya. “Santai itu penting. Tapi lebih penting makan dulu.”

Riani langsung tertawa. “Setuju banget!”

Selin ikut tersenyum. “Baru sehari, tapi udah nyetel ya.”

Dimas menatap Leora. “Fix, kita dapet anggota baru yang seru.”

Leora mengangguk kecil. “Selama nggak disuruh traktir terus.”

Arga terkekeh. “Belum juga.”

Tawa kecil masih terdengar di meja mereka ketika suasana kantin mendadak berubah. Riani yang duduk membelakangi lorong utama tiba-tiba berhenti makan.

“Eh—” matanya melebar, suaranya diturunkan cepat, “bos.”

Refleks, Selin langsung menoleh. Dari arah timur kantin, Leonard Alastair melangkah lebih dulu—tegap, rapi, jas gelap membingkai wibawanya. Di belakangnya menyusul Nyonya Sherly, wajahnya datar dan tajam, serta Adriel, sekretaris pribadi Leonard, berjalan setengah langkah di sisi kanan.

“Berdiri, berdiri,” bisik Riani panik sambil berdiri lebih dulu.

Dimas dan Arga ikut berdiri cepat.

“Selamat siang, Bos,” ucap mereka hampir bersamaan, menunduk sopan.

Leora tidak.

Ia justru menatap Leonard dengan seksama, pandangannya tenang, seolah sedang menilai sesuatu yang asing tapi familiar.

Oh… ternyata gini kalau lagi ‘tinggi’, batinnya singkat.

Siku Dimas menyenggol lengannya pelan tapi buru-buru. “Ra—”

Leora tersentak kecil, baru menyadari. Ia langsung berdiri dan menunduk menyusul yang lain.

Leonard berhenti sesaat. Tatapannya dingin, lurus ke arah Leora—tanpa ekspresi, tanpa pengakuan. Seolah mereka benar-benar orang asing.

Sorot mata Nyonya Sherly menyapu meja mereka, lalu berhenti di Leora. Sinis.

Ia melangkah maju setengah langkah, menunjuk ke arah Leora.

“Lain kali kalau ada atasan, yang sopan.”

Suasana menegang.

“Baik, Nyonya Sherly,” jawab Leora singkat, nada suaranya tenang dan terkendali.

Di sisi lain, Adriel memperhatikan Leora lebih lama dari seharusnya. Pandangan mereka bertemu. Leora memberi anggukan kecil—halus, nyaris tak terlihat—seolah berkata tidak apa-apa.

Leonard melirik sekilas ke arah meja itu lagi. Pandangannya jatuh pada posisi Leora yang duduk terlalu dekat dengan Dimas dan Arga. Rahangnya mengeras samar. Ia membenarkan jasnya, lalu berbalik tanpa berkata apa pun dan melangkah pergi. Sherly dan Adriel mengikutinya.

Keempat langkah kaki itu menjauh, menyatu dengan hiruk pikuk kantin.

Baru setelah mereka benar-benar hilang dari pandangan, kelima orang di meja itu duduk kembali.

Riani menepuk dadanya. “Ya ampun… aku kira jantungku mau copot.”

Dimas menghela napas panjang. “Aura bos tuh beda level, ya.”

Arga menyeringai tipis. “Tatapannya dingin banget barusan.”

Selin menoleh ke Leora. “Kau kenapa tadi nggak langsung berdiri?”

Leora tersenyum kecil, santai. “Kaget. Kukira cuma lewat biasa.”

Riani menatapnya tajam. “Itu Leonard Alastair, Ra.”

“Iya,” jawab Leora ringan sambil mengambil sendoknya lagi. “Sekarang aku tahu.”

Dimas menggeleng-geleng. “Berani juga kamu.”

Riani langsung nyaut, suaranya dilebihkan. “Iya. Kalau dia sudah marah, kita bisa mati berdiri.”

Dimas mengangguk setuju. “Belum lagi auranya. Lewat aja bikin salah tingkah.”

Selin ikut nimbrung. “Apalagi Bu Sherly. Dia memang bukan direktur sih, tapi jangan ditanya deh. Bisa bikin orang nangis di tempat.”

Arga tertawa pendek. “Bu Sherly itu levelnya beda.”

Di tengah obrolan itu, Leora justru tertawa kecil sambil menyeruput es matcha di depannya.

Selin langsung menoleh. “Kok malah ketawa sih?”

Leora menurunkan gelasnya perlahan. “Lucu aja.”

“Lucu apanya?” tanya Riani, heran.

Leora mengedikkan bahu. “Kalian kayak lagi cerita monster kantor.”

Dimas terkekeh. “Lah emang iya.”

Arga menyeringai. “Kau belum pernah lihat bos marah beneran, Ra.”

“Semoga nggak,” jawab Leora ringan. “Aku masih sayang hidup.”

Riani tertawa. “Pinter, langsung pasrah.”

Selin menatap Leora penuh selidik. “Tapi kamu aneh tau.”

“Aneh yang gimana?”

“Biasanya orang habis ketemu bos langsung pucat. Kamu malah santai.”

Leora mengaduk es matcanya. “Mungkin karena aku mikir… yaudah, toh juga manusia.”

Dimas mengangkat alis. “Manusia dengan aura pembunuh.”

Leora tertawa kecil. “Nah itu. Makanya lucu.”

Arga mencondongkan badan sedikit. “Kamu nggak takut diincer Bu Sherly?”

Leora menyesap lagi minumannya. “Takut sih enggak. Lebih ke… waspada.”

Riani menunjuk Leora. “Ini anak baru tapi mentalnya aneh.”

“Terlatih,” balas Leora santai.

Selin menghela napas. “Pokoknya satu saran: jangan macam-macam.”

Leora mengangguk. “Siap. Aku anak baik.”

Kelima orang itu tertawa bersamaan.

......................

Jam kerja kembali dimulai setelah makan siang. Suasana kantor yang tadinya santai perlahan kembali serius. Suara ketikan keyboard memenuhi ruangan.

Leora duduk di depan komputernya, fokus mengetik berkas yang sejak tadi ia kerjakan. Matanya menelusuri layar dengan tenang—hingga tiba-tiba suara riuh terdengar dari berbagai sudut.

“Cepat berdiri—Bu Sherly!”

Refleks, Leora langsung bangkit dari kursinya. Ia merapikan rok pendeknya sekilas, lalu berdiri tegap seperti yang lain.

Langkah sepatu terdengar jelas mendekat. Nyonya Sherly masuk ke ruangan dengan gaya berjalan yang—menurut Leora—sedikit berlebihan. Posturnya tegak, dagu terangkat, sorot matanya tajam. Di tangannya ada beberapa berkas.

Sherly berhenti di depan meja Arga dan meletakkan berkas itu di sana.

“Ini berkas untuk pertemuan klien besok,” katanya datar. “Tolong diurus.”

“Baik, Bu,” jawab Arga cepat sambil menerima map itu.

Sherly lalu memutar badan, menatap seisi ruangan. “Sepuluh menit lagi ke ruang rapat. Ada rapat penting dengan Direktur Leonard terkait kerja sama dengan Yhop Group.”

“Baik, Bu,” sahut mereka hampir bersamaan.

Sherly mengangguk singkat. “Jaga sikap.”

Ia melangkah, lalu berhenti tepat di depan meja Leora. Sorot matanya menyipit. Dengan gerakan sengaja, ia menyilangkan rambutnya ke belakang bahu.

“Kau anak baru,” katanya dingin. “Datang tepat waktu. Dan jangan macam-macam. Kau masih pemula di sini.”

Ujung jarinya menunjuk ke arah dada Leora.

Leora menurunkan pandangannya, menatap tangan Sherly yang menyentuh dadanya. Sesaat ia diam, lalu menarik napas kecil dan menunduk sopan.

“Baik.”

Tidak ada nada menantang. Tidak ada ekspresi berlebihan.

Sherly mendengus kecil, lalu berbalik dan pergi meninggalkan ruangan.

Begitu langkah itu menjauh, suasana baru kembali bernapas.

Riani langsung mendekat ke Leora dan berbisik pelan, “Sabar, ya.”

Leora mengangguk kecil, lalu kembali duduk dan menyalakan layar komputernya. Tangannya kembali mengetik seperti tidak terjadi apa-apa.

Padahal, di balik ketenangannya, ia tahu—

ini baru permulaan.

1
pamelaaa
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!