NovelToon NovelToon
Sang Muhallil Yang Tidak Mau Pergi

Sang Muhallil Yang Tidak Mau Pergi

Status: sedang berlangsung
Genre:Penyesalan Suami / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Uwais menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, Stela, setelah memergokinya pergi bersama sahabat karib Stela, Ravi, tanpa mau mendengarkan penjelasan. Setelah perpisahan itu, Uwais menyesal dan ingin kembali kepada Stela.
Stela memberitahu Uwais bahwa agar mereka bisa menikah kembali, Stela harus menikah dulu dengan pria lain.
Uwais lantas meminta sahabat karibnya, Mehmet, untuk menikahi Stela dan menjadi Muhallil.
Uwais yakin Stela akan segera kembali karena Mehmet dikenal tidak menyukai wanita, meskipun Mehmet mempunyai kekasih bernama Tasya.
Apakah Stela akan kembali ke pelukan Uwais atau memilih mempertahankan pernikahannya dengan Mehmet?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21

Stela berdiri di depan resepsionis yang sedang memandangnya.

"Ada keperluan apa kesini?" tanya resepsionis dengan wajah yang sangat jutek.

"Saya mau bertemu dengan Mehmet." jawab Stela.

Resepsionis itu langsung mengernyitkan keningnya saat Stela hanya menyebut nama Mehmet tanpa ada kata 'Tuan'.

"Maaf, Anda tidak bisa langsung menyebut nama Tuan Mehmet begitu saja. Anda sudah membuat janji? Atau dari perusahaan mana?" tanya resepsionis itu dengan tatapan tidak suka.

Stela menghela nafas panjang saat menghadapi resepsionis itu.

"Saya istrinya dan tolong beritahu saja kepada Mehmet kalau istrinya sudah datang."

Resepsionis itu langsung tertawa terbahak-bahak dan memanggil beberapa temannya.

Mereka juga langsung tertawa terbahak-bahak saat mendengar cerita dari resepsionis.

"Nona, sepertinya anda sedang bermimpi, ya? Kalau anda istri Tuan mehmet. Lalu, wanita ini siapa?"

Resepsionis menunjuk tangannya ke arah wanita cantik yang sepertinya karyawan yang bekerja di perusahaan Mehmet.

"Siapa nama kamu? Lita, ya?" tanya Stela sambil melihat papan nama di dada kiri resepsionis.

"Ya, benar, nama saya Lita. Kenapa, Bu? Mau laporkan saya karena sudah tertawa? Silakan saja. Tapi saya rasa Tuan Mehmet tidak akan percaya dengan cerita lucu ini. Anda pikir Tuan Mehmet hanya punya satu istri? Cih. Kalau Anda istrinya, kenapa Tuan Mehmet tidak pernah menceritakan tentang Anda?" Lita melipat tangannya di dada.

Wajah Stela memerah menahan rasa malu dan amarahnya .

Matanya menajam ke arah Lita dan para karyawan yang berbisik sambil tertawa geli.

"Dengar, ya," ujar Stela dengan suara tertahan.

"Saya tidak punya waktu untuk drama murahan seperti ini. Saya datang untuk bertemu suami saya. Terserah Anda mau percaya atau tidak."

Lita mendengus, raut wajahnya semakin meremehkan. Ia melirik cangkir keramik berisi sisa air mineral di meja kerjanya.

Tiba-tiba, dengan gerakan cepat, ia menyambar cangkir itu dan melemparkan sisa air ke wajah Stela.

Byur!

Air dingin itu membasahi wajah Stela, membuat rambutnya yang tertata rapi menjadi lepek.

Keheningan langsung menyelimuti area resepsionis. Semua tawa dan bisikan berhenti.

Stela terdiam sejenak, merasakan tetesan air mengalir dari dagunya.

Air di wajahnya tidak lebih dingin dari tatapannya yang kini penuh kobaran api.

Ia menyeka wajahnya dengan punggung tangan, senyum tipis yang sangat berbahaya terukir di bibirnya.

"Anda benar-benar keterlaluan," bisik Stela, suaranya terdengar serak dan rendah, jauh lebih menakutkan daripada teriakan.

Stela tidak membuang waktu untuk berdebat lagi. Dan tangannya langsung mengambil ponselnya.

Ia menekan tombol panggil tanpa ragu, bahkan tanpa beranjak sedikit pun dari tempat ia berdiri, berhadapan langsung dengan Lita yang kini tampak sedikit terkejut dengan reaksinya.

"Halo, Sayang? Apakah kamu sudah berada di kantorku?" tanya Mehmet.

"Tidak perlu basa-basi, Mehmet. Aku di lobi kantormu, dan aku baru saja disiram air oleh resepsionis judesmu."

Seketika, tawa Lita dan teman-temannya yang tadi sempat tertahan langsung lenyap.

Wajah Lita langsung pucat pasi saat mendengar kata-kata Stela dan, yang lebih penting, mendengar sebutan 'Sayang' dari seberang telepon.

Ia menatap Stela dengan mata terbelalak, berusaha membaca apakah Stela benar-benar istri sang direktur utama.

Di telepon, suara Mehmet yang ceria langsung berubah menjadi dingin dan tegas.

"Apa?! Tunggu di sana, aku turun sekarang."

Stela memutuskan panggilan, menyimpan ponselnya kembali, dan menatap lurus ke mata Lita.

"Kita lihat sekarang, siapa yang bermimpi, Lita," ucap Stela tajam.

Ia tetap berdiri tegak di tengah lobi, dengan sisa air di wajahnya sebagai saksi bisu penghinaan yang baru saja ia terima.

Tak berselang lama pintu lift terbuka dan Mehmet langsung menghampiri istrinya.

Ia melihat Stela yang basah kuyup sambil membawa kardus.

"SIAPA YANG MELAKUKANNYA?!" bentak Mehmet dengan wajah penuh emosi.

Mereka semua langsung menundukkan kepalanya dengan wajah ketakutan.

"Apa benar dia istrimu, Met? Lalu, aku apa?" tanya Stela dengan wajah kesal.

Stela menunjuk tangannya ke arah Lita yang sudah menyiramnya.

Ia juga menunjuk tangannya ke arah wanita yang berdiri disamping Lita.

"Lita, Arum! Cepat kemari!" perintah Mehmet dengan suara yang sangat rendah dan menakutkan, membuat kedua wanita itu bergidik.

Lita dan Arum melangkah maju dengan lutut gemetar, kepala tertunduk.

"Lita," suara Mehmet terdengar seperti guntur yang tertahan.

"Kamu berani melecehkan istriku, menyiramnya dengan air, dan tertawa padanya di depan umum di kantor ini? Di atas semua itu, kamu juga mendengarkan, bahkan mendukung, omong kosong dari wanita ini?"

Lita mencoba berbicara, "Tuan, saya hanya menduga, Tuan. Saya pikir Nona Stela hanya..."

"Diam!" potong Mehmet.

"Tidak ada alasan untuk kurang ajar, apalagi pada Nyonya Mehmet. Dan kamu, Arum. Kamu pikir kamu bisa berbuat seenaknya di perusahaanku dengan menyebarkan fitnah rendahan seperti itu?"

Arum mengangkat wajahnya sedikit, mencoba memohon.

"Tuan Mehmet, saya mohon..."

Mehmet tidak memberinya kesempatan mereka berdua bicara

"Mulai detik ini, kalian berdua dipecat!"

Suara Mehmet menggema di lobi yang kini hening total.

"Kalian tidak perlu lagi melangkahkan kaki di perusahaan ini. Keamanan, urus mereka. Pastikan mereka tidak mengambil apa pun selain barang pribadi mereka dan segera tinggalkan area kantor!"

Kedua wanita itu terbelalak, wajah mereka benar-benar pucat pasi.

Lita dan Arum mulai menangis, memohon ampun, tetapi Mehmet tak bergeming.

Ia langsung berbalik menghadap Stela, wajahnya berubah menjadi penuh penyesalan.

"Sayang, maafkan aku," bisik Mehmet sambil menyentuh wajah Stela

"Ini kesalahanku karena tidak memperkenalkanmu secara resmi pada seluruh staf. Ayo kita naik. Jangan biarkan mereka merusak suasana hatimu."

Kemudian Mehmet mengambil kardus yang dibawa Stela dan merangkul pinggang istrinya, membawanya masuk ke lift, meninggalkan suasana lobi yang masih tegang dan penuh bisikan ngeri dari karyawan lain.

Pintu lift terbuka dan mereka berdua masuk kedalam ruang kerja Mehmet.

"Sayang, aku minta maaf. Aku tidak tahu kalau mereka seperti itu." ucap Mehmet.

Stela masih membersihkan rambutnya yang basah karena air.

"Met, kamu yakin nggak ada hubungan apa-apa sama Arum"? Tanya Stela.

Mehmet menghela napas panjang. Ia menutup pintu ruangannya yang kedap suara, lalu menghampiri Stela.

Tangannya meraih handuk kecil di sofa dan menyerahkannya pada Stela.

"Tentu saja aku yakin, Sayang," jawab Mehmet, suaranya kini kembali lembut, jauh dari nada membentak yang ia gunakan di lobi.

"Arum itu salah satu manajer di departemen Pemasaran. Tidak lebih. Aku bahkan hampir tidak pernah berinteraksi langsung dengannya, kecuali dalam rapat besar."

Stela mengambil handuk itu dan mulai mengeringkan rambutnya dengan kasar.

"Tapi kenapa dia berani-beraninya berakting seolah dia punya hubungan khusus denganmu sampai Lita si resepsionis itu begitu percaya diri meledekku? Mereka terang-terangan mengatakan 'Kalau Anda istrinya, lalu wanita ini siapa?' Itu ditujukan padanya, Met!"

Wajah Mehmet tampak berpikir keras, rahangnya mengeras.

"Aku mengerti, Sayang. Itu pasti sangat menyakitkan. Aku minta maaf. Mungkin saja Arum yang menyebarkan gosip itu sendiri demi status atau demi membuat orang lain menjauh dariku. Atau mungkin ada kesalahpahaman. Apapun alasannya, itu tidak bisa dibenarkan. Tindakannya menyebarkan fitnah dan ikut campur urusan pribadi sudah melewati batas, makanya aku memecatnya. Aku sudah lama mencurigai ada 'drama' tidak penting di kantor ini, tapi aku tidak menyangka ini akan menimpamu."

Mehmet melangkah mendekat, perlahan mengambil handuk dari tangan Stela, dan mulai mengeringkan rambut istrinya dengan lebih lembut.

"Dengar, Sayang," bisik Mehmet sambil menatap mata Stela melalui pantulan cermin di dinding.

"Wanita yang aku cintai, yang akan berbagi hidup denganku, yang merupakan Nyonya Mehmet sejati, hanya kamu. Tidak ada yang lain. Tidak ada yang bisa menggantikan posisimu, apalagi hanya karyawan kantor."

Stela merasakan sentuhan hangat dan ketulusan di mata suaminya.

Meskipun rasa malu dan amarahnya belum hilang sepenuhnya, hatinya mulai melunak.

"Belikan aku bakso, aku lapar." ucap Stela.

"Ok, Nyonya Mehmet. Mau bakso apa? Mercon? Nuklir? Atau apa?"

Stela dengan tatapan nakal memandang celana suaminya.

"Huft, Ok. Ayo sekarang kita lakukan."

Mehmet membopong tubuh istrinya dan membawanya ke ruang rahasia yang ada di balik ruangan kerjanya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!