NovelToon NovelToon
Sistem Game Uang Gratis

Sistem Game Uang Gratis

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Sistem / Kebangkitan pecundang / Harem / Anak Lelaki/Pria Miskin / Dikelilingi wanita cantik
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Quesi_Nue

Alvan hanyalah seorang anak petani yang baru lulus kuliah.

Hidup sederhana di desa, membantu orang tuanya di sawah sambil mencari arah hidup yang belum pasti.

Satu kalimat dari gurunya dulu selalu terngiang:

“Nak, ibu sarankan kamu lanjut kuliah"

Namun dunia Alvan berubah bukan karena gelar tinggi, melainkan karena satu tindakan kecil, menolong seorang anak yang terjatuh di sawah.

Ding!

[Sistem berhasil terikat]

Sejak hari itu, kehidupannya tak lagi sama.
Setiap kebaikan kecil memberinya “misi,” setiap tindakan membawa “hadiah”
dan setiap bibit yang ia tanam… bisa muncul nyata di hadapannya.

Namun, seiring waktu berjalan, Alvan menyadari sesuatu, bahwa selain hal-hal baik yang ia dapatkan, hal-hal buruk pun perlahan mulai menghampiri dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Quesi_Nue, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 21 - Sapu Tangan

Nadia mengangguk pelan, pipinya memerah malu. Suaranya terdengar pelan tapi penuh harap, “Tapi… janji ya? Kalau aku suruh kamu datang, kamu pasti datang, kan?”

Alvan menatapnya sejenak, tersenyum tipis, lalu mengangguk mantap. “Iya… pasti nad.”

Momen itu sejenak hening, hanya ada kedekatan dan rasa saling percaya di antara mereka.

Nadia menunduk, masih merasa wajahnya panas, sementara Alvan kembali duduk di sofa masih menatapnya dengan lembut namun tenang.

Zai dan Diana saling berpandangan, sama-sama terkejut melihat pemandangan di depan mata mereka.

Putri tertua mereka yang selama ini dikenal "kepala batu", selalu ingin menang sendiri, dan sulit diarahkan tiba-tiba terlihat begitu tenang di hadapan seorang pria yang bahkan baru mereka kenal.

“Luar biasa juga anak ini,” gumam zai lirih, matanya sedikit melembut melihat putrinya.

Diana menutup mulut, menahan senyum kecil.

Perlahan, udara yang semula tegang berubah hangat seakan ruangan itu pun ikut bernapas lega.

Namun suasana hangat itu tiba-tiba pecah ketika suara adik Nadia terdengar dari sofa.

“Ibu, Ayah… ayolah nikahin, keburu Alvan sadar,” ucapnya santai sambil menggigit biskuit, nada suaranya polos tapi penuh sindiran.

Ruangan langsung hening sejenak sebelum tawa tertahan pecah dari Diana.

Nadia langsung menoleh dengan wajah merah padam.

“Deeek! Jangan asal ngomong, ih!” teriaknya langsung berdiri panik sambil menepuk kepala adik nya pelan.

Sementara itu, Alvan hanya tersenyum kaku, sedikit menggaruk tengkuknya, tidak tahu harus menanggapi dengan apa.

Zai pun akhirnya ikut tertawa kecil, menepuk pundak Alvan pelan.

“Hahaha… sabar ya, Nak Alvan. Anak-anak di rumah ini memang kadang suka asal ngomong.” Ucapnya.

“Haha, biasa aja, Pak… adik perempuan di rumah juga kayak gitu,” ucap Alvan sambil tersenyum santai.

Nada suaranya ringan, membuat suasana yang semula kikuk berubah hangat kembali.

Zai tertawa kecil, sementara Diana menatap Alvan dengan pandangan simpatik.

“Oh, jadi kamu juga punya adik perempuan?” tanyanya, mulai terdengar lebih akrab.

“Iya, Bu. Satu. Mirip… cerewet juga,” jawab Alvan dengan nada bercanda halus, membuat semua yang ada di ruang tamu tertawa kecil.

“Haha… begitu ya, Nak,” sahut Zai sambil tersenyum termasuk Nadia, yang masih berusaha menutupi wajahnya karena malu dirinya ikut dibicarakan.

Alvan merogoh saku celananya dan membuka ponsel.

Matanya sedikit membesar begitu melihat jam ternyata tinggal sekitar tiga puluh menit lagi sebelum ia harus menuju lokasi pembelian tanah, milik kawan akrab ayahnya.

Ia segera berdiri, lalu menatap sopan ke arah pasangan suami-istri di depannya.

“Maaf, Pak, Bu… saya pamit dulu. Baru teringat ada urusan dengan ayah,” ucapnya dengan nada sedikit tergesa.

“Oh, begitu ya. Baiklah, hati-hati di jalan,” balas sang ibu dengan ramah.

Alvan menunduk kecil sambil menjabat tangan keduanya.

“Mari, Pak, Bu,” ucapnya sopan sebelum melangkah pergi.

Tapi langkahnya baru beberapa inci ketika suara lembut memanggil.

“Alvan… tunggu…”

Alvan menoleh setengah, sedikit bingung.

“Ada apa, Nad?”

Nadia tampak ragu sejenak, lalu menggigit bibirnya pelan.

Ia menggenggam sesuatu yang di sembunyikan di saku rok baju nya, lalu melangkah mendekat.

“Ehm… ini…” ucapnya pelan sambil menunduk.

Di tangannya ada sapu tangan keemasan kecil dengan sulaman halus di pinggirnya ada inisial “N.Z.” di pojok bawah.

“Buat kamu,” katanya hampir berbisik.

“Sebagai tanda terima kasih… dan supaya nggak lupa pernah nolong orang ceroboh kayak aku.”

Alvan menerima sapu tangan itu dengan tatapan heran.

“Wah… ini nggak perlu repot-repot, Nad.”

“Pokoknya terima aja,” potong Nadia cepat, pipinya merah padam.

Ia menunduk dalam, lalu menambahkan lirih,

“Dulu mama bilang… kalau seorang perempuan kasih sapu tangan ke pria, berarti ia tulus sama orang itu…”

Seketika Nadia sadar ucapannya, dan buru-buru menutup mulutnya sendiri.

“Ah! Maksudku ya pokoknya jaga baik-baik!” katanya terbata, lalu berlari kecil ke kamarnya sambil menutupi wajahnya yang sudah memanas.

Alvan berdiri mematung sejenak, masih memandangi sapu tangan di tangannya.

Ia tersenyum kecil, menatap sulaman huruf itu dengan mata lembut.

“Hmm… halus juga ya..,” gumamnya datar, sekadar mengamati hasil jahitannya.

Setelah beberapa saat,

Alvan pun kemudian berpamitan lagi, menunduk sedikit dengan sopan.

“Mari, Pak, Bu. Saya pulang dulu,” ucapnya tenang sebelum lanjut melangkah pergi.

“Iya, hati-hati di jalan, Nak Alvan.” Ucap Diana, ibunda Nadia.

Alvan membalas dengan anggukan kecil.

Ia kemudian melangkah ke arah pintu, memutar gagangnya perlahan, lalu membukanya dengan sopan

Sebelum keluar, ia sempat menoleh sebentar dan menundukkan kepala dengan hormat.

Begitu pintu tertutup, suara langkahnya perlahan menjauh di koridor apartemen.

Suasana ruang tamu pun kembali tenang, meninggalkan Zai dan Diana yang masih duduk di tempat, memandang arah pintu dengan ekspresi penuh arti.

Mereka melangkah perlahan ke arah meja, dan Diana mengambil cangkir tehnya yang mulai dingin.

Lalu mereka, saling bertatap sejenak sebelum tawa ringan pecah di antara mereka.

“Haha… bocah itu rupanya sudah berani juga memberi sapu tangan pada lawan jenis dan yang bersulam N.Z pula,” ujar Zai, nada suaranya terdengar geli namun tetap berwibawa.

Diana menutup mulutnya, menahan tawa kecil.

“Biarlah. Kita lihat saja nanti, apakah pria itu benar-benar pantas dipercaya mendekati putri kita.” Ucap Diana selaku ibu dari Nadia.

Dalam tradisi keluarga, memberikan sapu tangan bukanlah hal yang di anggapsepele.

Jika dilakukan kepada lawan jenis yang belum menikah, itu melambangkan adanya rasa ketertarikan atau bahkan awal dari cinta.

Sementara itu, sulaman N.Z pada sapu tangan tersebut bukan sekadar hiasan belaka.

Di kalangan keluarga atas, simbol itu merupakan tanda kehormatan bagi orang kepercayaan keluarga.

Yang juga secara otomatis bisa melakukan pembelian produk yang disponsori oleh keluarga Zai hingga batas maksimal satu miliar rupiah.

Namun, bagi keluarga Zai, jumlah sebesar itu hanyalah perkara kecil belaka.

1
Syahrian
👍😍
black
lanjutkan thor, jangan berhenti di tengah jalan, ceritanya menarik,
ALAN: iya bener tuh Thor 👍
total 2 replies
ALAN
lanjut Thor 💪😍
ALAN
hadir Thor 😍👍
Aryanti endah
ET buset, Mak bapak adek JD transparan 🤣🤣🤣🤣
ALAN: iya, alvan tak ada malu - malu nya dengan mertua 🤣
total 1 replies
Syahrian
👍💪😍
ALAN
Bagus, lumayan
ALAN
lanjut Thor
Dewiendahsetiowati
hadir thor
Lala Kusumah
lanjuuuuuuuuut, semangat sehat ya 💪💪
Lala Kusumah
sepertinya bakal seru nih, lanjutkan 👍👍👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!