Siapa yang tidak menginginkan harta berlimpah. Segala keinginan dapat diraih dengan mudah. Tak heran banyak orang berfoya-foya dengan harta.
Berbeda dengan keluarga Cherika. Mereka menggunakan hartanya untuk menolong sesama dan keluarga.
Tapi tidak disangka, karena harta lah Cherika kehilangan harta keluarganya. Orang tuanya menghilang sejak mendapatkan kecelakaan. Hanya Cherika yang selamat.
Cherika kemudian tinggal bersama saudara ibunya. Dan tanpa sengaja, Cherika mendengar penyebab tentang kecelakaan orang tuanya.
Kabar apakah itu?
Ikuti jalan ceritanya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 Tumbal
BYUUUUUUUR!
Laudya kaget saat dia masuk kembali ke dalam air. Laudya takut dan panik. Laudya terus berusaha menggerakkan tubuhnya agar mengapung di permukaan. Laudya banyak menelan air kolam.
Laudya sama sekali tidak mempunyai pengetahuan ataupun kemampuan untuk berenang. Seberapa kuat usahanya menggerakkan kaki dan tangannya, bukannya naik tubuhnya semakin tenggelam ke dalam.
Gelembung udara keluar dari mulut Laudya. Laudya sudah tidak bisa lagi bernapas. Laudya tidak ingin mati. Laudya berharap ada seseorang yang akan menolong dan semua ini hanyalah mimpi.
DHIKAAAAAAA! TOLOOOOOOONG! Laudya berteriak dalam hati.
Dhika tersenyum puas saat Laudya tercebur ke dalam kolam renang. Dhika duduk sembari mengangkat kedua kakinya. Dhika sangat menikmati penderitaan yang dialami Laudya.
Laudya berteriak meminta pertolongan. Laudya timbul tenggelam di permukaan kolam renang. Dhika bukannya menolong malah tertawa cekikikan.
"Rupanya kamu ingin membunuh Cheri, jangan harap kamu bisa hidup!" Dhika menatap tajam ke dalam kolam renang.
Tukang kebun Dhika mendengar teriakan Laudya. Dia pergi ke samping rumah. Dia melihat Laudya yang tenggelam ke dasar kolam. Tukang kebun itu mengambil inisiatif untuk menolong Laudya. Dia menceburkan diri ke dalam kolam.
Tukang kebun berhasil menarik tubuh Laudya dan membawanya naik ke permukaan. Susah payah sendirian dia menaikkan Laudya dan merebahkannya di tepi kolam renang.
"Ah, gak seru!" Dhika bangkit dari tempat duduknya.
"Tuan! Nyo ... Nyonya gimana?" Tukang kebun mengejar Dhika.
"Terserah kamu!" Dhika tidak perduli. Dhika mengambil kunci mobilnya dan pergi meninggalkan rumah.
Tukang kebun panik melihat Laudya yang tidak ada pergerakan. Tukang kebun itu memeriksa denyut nadi Laudya. Dia mencoba melakukan kompresi dada.
Dia meletakkan pangkal telapak tangannya di tengah dada Laudya dan tangan lainnya di atasnya. Dia terus melakukan CPR sampai akhirnya Laudya terbatuk mengeluarkan air kolam yang banyak ditelannya.
Tukang kebun mengambil handuk dan memberikannya kepada Laudya.
"Nyonya, ayo saya bawa ke rumah sakit," kata tukang kebun.
"Tidak perlu, Tuan mana?" Laudya mencari Dhika.
"Tuan pergi," jawab tukang kebun.
Laudya mengumpat, mencaci maki dan mengutuk Dhika. Laudya masuk ke dalam kamarnya. Laudya mengganti pakaiannya. Laudya menghubungi Nyai dan menceritakan semuanya. Nyai menyuruh Laudya untuk segera datang ke rumahnya.
Laudya dengan kesal masuk ke dalam mobil. Laudya melarikan mobilnya sekencang mungkin. Laudya tidak mengerti mengapa Dhika berubah. Selama ini Dhika di bawah kendalinya.
"Apa jangan-jangan, Dhika jatuh cinta pada Nayyara? Sejak hari itu! Iya, sejak hari itu!" Laudya memukul keras stir mobilnya.
Laudya memasuki halaman rumah Nyai. Dengan keras Laudya menutup pintu mobilnya. Nyai tersenyum melihat Laudya dari balik kaca rumahnya.
Laudya mengadu kepada Nyai. Tentang pertemuannya dengan wanita yang bernama Nayyara. Laudya juga dipermalukan dan difitnah di depan orang banyak. Dan lebih anehnya lagi, Dhika sama sekali tidak membelanya.
Dhika juga menampar wajah Laudya. Tidak hanya itu, Dhika juga memutuskan hubungan kerja. Laudya dipecat sebagai sekertaris Dhika.
"Dhika kembali dengan sifat aslinya. Apa yang terjadi Nyai?"
Nyai bertanya, apakah Laudya punya foto wanita yang bernama Nayyara. Laudya mengambil ponsel dan membuka aplikasi tokotok. Laudya menemukan foto dirinya dan punggung Nayyara.
Nyai memperhatikan punggung Nayyara. Nyai sama sekali tidak melihat keanehan dari Nayyara. Dia hanya orang biasa, tidak punya kekuatan yang bisa melepaskan pelet yang dia tanamkan di dalam diri Dhika.
Nyai diam. Siapakah Nayyara. Apa semua ini hanyalah kebetulan. Selama ini, tidak ada yang bisa mengalahkan ilmu peletnya. Klien Nyai tidak pernah komplain. Apa yang terjadi pada Dhika.
Nyai dalam diam bertanya kepada sosok hitam yang ada di belakang Laudya apa yang telah terjadi. Sosok itu juga sama seperti Nyai, dia tidak menemukan kejanggalan pada diri Nayyara. Nayyara hanyalah seorang wanita biasa sama seperti Laudya.
Bahkan sosok hitam itu memberitahu Nyai, keluarga Nayyara tidak pernah mempercayai adanya alam ghaib. Berubahnya Dhika, karena Laudya tidak lagi memberikan sesajen. Laudya menganggap, Dhika sudah sepenuhnya menjadi miliknya. Laudya lengah.
Nyai mengangguk tanda mengerti. Nyai memperhatikan wajah Laudya yang berbeda dari sebelumnya. Wajah Laudya mengeluarkan aura gelap. Nyai menganggap inilah yang menyebabkan Dhika berubah.
"Auramu gelap. Apa kamu sekarang jarang memberikan sesajen yang aku perintahkan?" tanya Nyai.
"Untuk apa? Bukannya Dhika sudah tunduk?"
"Tapi mengapa Dhika berubah? Jangan anggap sepele hal itu! Kalo kamu merasa hebat, biarkan!" Nyai emosi.
"Nyai, maaf Nyai. Apa yang harus aku lakukan?"
"Kali ini, kamu harus memberikan tumbal."
"Tumbal? Apa gak salah?" Laudya mengernyit kaget.
"Ya sudah. Menurut ramalanku, kamu akan ditendang Dhika keluar dari rumah. Kamu tidak bisa lagi menikmati kekayaannya. Mungkin saja, Dhika akan mendekati Nayyara," Nyai menyeringai.
Laudya hening sejenak. Otaknya mulai membayangkan Dhika menceraikannya. Laudya sangat mengenal Dhika. Pasti Dhika akan membuat gembel dirinya. Laudya tidak mau miskin. Walaupun tersiksa tapi setidaknya Laudya masih seorang istri wakil direktur.
Jika terjadi perceraian, kedua orang tuanya juga akan merasakan dampaknya. Toko yang selama ini menjadi sumber kehidupan keluarganya pasti akan dirampas oleh Dhika dengan kekuasaannya. Laudya tidak ingin semua itu terjadi.
"Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana aku bisa mencari tumbal untukmu?" hati-hati Laudya bertanya.
"Sangatlah mudah. Beri aku uang seratus ribu," Nyai membuka telapak tangannya.
Dengan cepat Laudya membuka tas dan mengambil uang seratus ribu di dalam dompetnya.
Laudya memberikan uang itu kepada Nyai. Nyai mengambil uang itu dan mengasapinya di atas kemenyan. Mulut Nyai komat kamit membaca mantra.
"Taruh uang ini di jalanan. Siapa yang mengambil, dialah tumbalnya," Nyai memberikan uang itu kepada Laudya.
Laudya menyimpan uang itu di dalam tasnya. Seperti biasa, setelah mendapat sesuatu dari Nyai, Laudya mentransfer sejumlah uang. Laudya harap, kali ini Dhika akan kembali kepadanya.
Laudya meninggalkan rumah Nyai. Laudya mulai menyusuri jalan dengan mobilnya. Laudya melewati perumahan warga yang terbilang sederhana. Tempat itu banyak terdapat warga-warga yang kurang mampu.
Laudya mulai memperhatikan sekitar. Laudya menjatuhkan uang seratus ribu itu ke pinggir jalan. Laudya perlahan menjauh dengan mobilnya.
Laudya yang berada di seberang jalan, memperhatikan jalan itu. Tidak ada seorangpun yang lewat. Laudya dengan sabar menunggu.
Terdengar suara ketukan mangkuk dari kejauhan. Seorang abang bakso dengan gerobaknya melewati perumahan warga. Abang bakso itu berhenti tepat di tempat Laudya melempar uang.
Abang bakso yang seharian keliling belum dapat penglaris, melepas lelah duduk sejenak. Dengan wajah lesunya dia menatap ke gerobak yang masih penuh dengan bakso. Kebutuhan rumah tangga menjadi beban pikirannya.
Angin perlahan menghembus pelan. Uang seratus ribu milik Laudya terbang mengenai kaki tukang bakso. Abang bakso mengambil uang itu. Tanpa pikir panjang, abang bakso langsung mengantongi uang itu dan bergegas pulang ke rumah.
Laudya tersenyum bahagia. Akhirnya, Laudya sudah mendapatkan tumbal untuk Nyai. Laudya kemudian menjalankan mobilnya mendekati abang bakso.
"Bang, Bang!" Panggil Laudya dari dalam mobilnya.
Abang bakso menghampiri Laudya. Betapa terkejutnya abang bakso, Laudya memborong baksonya dan Laudya minta bakso itu dibagikan gratis kepada orang-orang. Laudya memberikan uang satu juta kepada abang bakso.
"Terima kasih ya, Bang" ucap Laudya sambil melambaikan tangannya.
Abang bakso begitu bahagia mendapatkan rezeki berlimpah. Abang bakso tidak menyadari dibalik rezeki nomploknya, bahaya sedang mengintai hidupnya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...