Valentine Lee mengalami malam terburuk dalam hidupnya. Ia diperkos4 oleh pria yang mencintainya selama ini, lalu mendapati tunangannya berselingkuh. Dalam kepedihan itu, ia mengalami kecelakaan dan kehilangan ingatannya.
Saat sadar, seorang pria tampan dan berkuasa bernama Vincent Zhao mengaku sebagai tunangannya dan membawanya pulang untuk tinggal bersamanya.
Namun ketika ingatannya pulih, Valentine akhirnya mengetahui siapa Vincent Zhao sebenarnya. Akankah ia memilih Vincent yang selalu melindunginya, atau kembali pada tunangan lamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
Malam hari
Club malam yang penuh dentuman musik. Lampu warna-warni berputar, asap rokok mengepul, dan suara tawa bercampur dengan alunan musik DJ.
Jacky duduk di sofa VIP bersama dua temannya, Ken dan Ben. Di meja mereka berserakan botol-botol minuman keras, beberapa sudah kosong, sebagian masih penuh. Jacky menenggak minumannya dengan kasar, wajahnya memerah karena emosi yang bercampur alkohol.
"Aku ingin melampiaskan kemarahanku malam ini juga. Panggilkan lebih banyak wanita. Aku akan membayar dua kali lipat kalau layanan mereka memuaskan!" seru Jacky dengan suara berat, sambil menghantamkan gelas ke meja hingga isinya sedikit muncrat.
Ken meliriknya, sedikit terkejut dengan nada Jacky yang lebih garang dari biasanya.
"Jacky, apa yang membuatmu marah? Apakah karena masalah Alexander? Bukankah kau sudah menidurinya. Untuk apa lagi kau peduli padanya?" tanya Ken sambil menyulut rokoknya.
Jacky hanya tersenyum miring, lalu menyalakan cerutunya.
"Jacky, Alexander ataupun Valentine bukan tipemu, bukan? Lalu apa yang membuatmu tidak bahagia?" tanya Ben, mencoba menenangkan situasi.
Jacky meledak. Ia membanting puntung cerutu ke asbak dan menatap mereka dengan mata merah menyala.
"Ben, Ken, apakah kalian tahu, aku ini seorang pria! Tapi harga diriku tidak ada saat di hadapan Vincent Zhao. Dia merendahkanku, menganggapku hanya sampah!" geramnya.
Ken dan Ben saling pandang. Mereka tahu betapa tajam dan berbahayanya pamannya Jacky itu.
"Pamanmu itu memang tegas dan kejam, Jacky. Kau memiliki rencana apa?" tanya Ben hati-hati.
Ken langsung menyela dengan nada waspada.
"Jangan katakan kau ingin melenyapkan pamanmu!"
Jacky tersenyum miring, meneguk lagi minumannya, lalu bersandar santai seolah sedang membicarakan hal sepele.
"Keluarga Zhao hanya ada dua pria: aku dan dia. Kenapa dia selalu berada di atas, sementara aku selalu di bawah? Aku sudah berusaha menunjukkan kemampuanku, tapi tidak pernah ada kesempatan. Pamanku itu selalu mencari cara untuk menyingkirkan aku."
Senyumnya memudar, berganti tatapan penuh dendam.
"Lalu apa yang kau ingin kami lakukan?" tanya Ken dengan suara lebih rendah, takut didengar orang lain.
"Jatuhkan dia dengan cara menjebaknya," jawab Jacky datar, namun dingin dan penuh tekad.
Ben hampir tersedak minumannya. "Menjebaknya? Dengan cara apa? Pamanmu selalu waspada. Bahkan seekor lalat saja sulit mendekatinya. Mana mungkin dia bisa begitu mudah terkena jebakan?"
Jacky mendekatkan wajahnya, berbicara dengan suara rendah namun penuh keyakinan.
"Semua orang pasti punya kelalaian. Tidak ada yang sempurna. Vincent Zhao... kalau sudah lumpuh atau hancur, maka perusahaan akan menjadi milikku. Jadi, aku harus menyusun rencana mulai sekarang."
Ia lalu berbisik panjang pada kedua temannya.
Beberapa saat kemudian, Ben menggeleng dengan wajah cemas.
"Ha? Apa mungkin itu akan berhasil? Lagi pula kalau sampai media tahu, bukankah perusahaan kalian juga akan terancam?"
"Kalau Vincent tidak melakukan kesalahan, maka aku tak akan bisa menyingkirkannya. Tapi kalau rencana ini berhasil, para investor akan menurunkan dia dari posisi Direktur Utama. Dan saat itu juga, aku yang akan menggantikan posisinya."
Mansion Vincent. Malam hari.
Ruang tamu yang luas hanya diterangi cahaya lampu gantung, menciptakan suasana tenang tapi menekan. Vincent duduk di kursi dengan wajah serius, sementara Valentine duduk di sampingnya, tampak gelisah.
"Valentine, apa yang dikatakan Jacky siang tadi?" tanya Vincent dengan suara datar, namun sorot matanya penuh curiga.
Valentine menggenggam jemarinya sendiri, "Dia tidak mengaku kalau berselingkuh…"
"Hanya itu yang dia katakan?" desak Vincent, nadanya meninggi sedikit.
"Benar," jawab Valentine cepat, lalu menunduk. "Dia bahkan ingin membawaku pergi dan tidak suka saat melihatku bersamamu."
"Valentine, dua hari lagi aku akan membawamu pulang bertemu dengan ibuku. Apakah kau siap? Aku ingin segera mengadakan acara pernikahan kita."
Valentine terkejut, matanya membesar. "Kenapa buru-buru?"
Vincent menghela napas dalam,
"Aku hanya tidak ingin membuang waktu. Menjadi suamimu, hidup bersamamu… itu adalah impianku."
Ia meraih kedua tangan Valentine dan menggenggamnya erat.
"Sebelum ingatanmu pulih, aku harus segera menikah denganmu. Kata dokter, mungkin dalam waktu dekat ingatanmu akan perlahan kembali."
Valentine menggeleng pelan, suaranya bergetar.
"Tapi… bagiku ini terlalu cepat. Aku belum mengenalmu dengan baik, juga keluargamu."
Vincent menatap dalam ke matanya, lalu menarik Valentine ke dalam pelukannya. Pelukan itu begitu erat, seakan ingin meyakinkan sekaligus mengikatnya.
"Setelah menikah, kita akan punya banyak waktu," bisiknya lembut di telinga Valentine. "Dan saat itu… kau akan memahamiku perlahan. Aku hanya ingin kau menjadi milikku sepenuhnya."
Valentine terdiam dalam pelukan itu. Hatinya berkecamuk antara ragu, takut, dan anehnya… ada rasa nyaman yang ia sendiri tak mengerti.
“Vincent terlalu misterius, sehingga aku mulai merasa sedikit takut saat bersamanya,” batin Valentine.
Dua hari kemudian.
Mansion keluarga Zhao.
Vincent datang bersama Valentine. Begitu mereka melangkah masuk ke ruang tamu yang megah, Samantha dan Anita langsung menyambut dengan ramah.
"Valentine, akhirnya kita bertemu lagi. Sebelumnya Bibi sempat bimbang dengan keadaanmu. Sekarang sepertinya kondisimu sudah membaik," ucap Samantha penuh perhatian.
"Bibi, maaf… karena sudah membuat Anda khawatir," jawab Valentine sopan, menundukkan kepala.
"Kita adalah satu keluarga. Marilah duduk," ujar Anita, mengulurkan tangan dan merangkul Valentine. Ia menuntunnya duduk di sampingnya.
Suasana hangat itu tiba-tiba dipotong oleh suara Vincent yang tenang tapi tegas.
"Tujuan kami datang adalah membahas masalah pernikahan. Dua minggu lagi pesta pernikahan akan diadakan."
"Dua minggu? Bukankah sebulan lagi?" tanya Anita dengan nada hampir tidak percaya.
Vincent melirik Valentine sebentar sebelum kembali menatap ke arah keluarganya.
"Dua minggu atau sebulan, kami akan tetap menikah. Lokasi akan dipilih Valentine, sesuai keinginannya."
Semua mata beralih ke Valentine. Gadis itu hanya diam, hatinya masih diliputi keraguan yang tak bisa ia ungkapkan.
"Valentine, apakah kau sudah membuat keputusan di mana lokasinya?" tanya Samantha lembut.
"Untuk saat ini… belum," jawab Valentine lirih.
Suasana baru saja akan kembali tenang ketika suara riang terdengar dari pintu masuk.
"Nenek, Paman, Ma, aku pulang!" seru Jacky sambil masuk dengan langkah santai.
Semua menoleh. Di sampingnya berdiri seorang gadis cantik berpenampilan menawan. Rambutnya tergerai rapi, bibirnya merah segar, dan ia mengenakan dress merah di atas lutut yang memperlihatkan kaki jenjangnya yang putih mulus.
"Jacky, Nona ini adalah?" tanya Anita sambil mengamati gadis itu dari ujung kepala hingga kaki.
Jacky tersenyum penuh percaya diri. "Ma, aku perkenalkan Yiyi, teman yang baru aku kenal."
Yiyi tersenyum ramah, lalu menyapa dengan sopan.
"Nenek, Bibi, senang bertemu dengan Anda. Nama saya Yiyi."
"Yiyi, silakan duduk. Kamu sangat cantik," puji Anita dengan tulus.
"Terima kasih, Bibi," balas Yiyi manis.
Jacky dengan nada sengaja menekankan perkenalannya, melirik sekilas ke arah Vincent dan Valentine.
"Yiyi, ini adalah pamanku, Vincent… dan ini calon bibiku, Valentine."
Yiyi segera berdiri sedikit, menatap Vincent dengan fokus, sorot matanya seperti tak bisa lepas darinya.
"Paman, Bibi," sapa Yiyi sambil tersenyum menawan.
Valentine yang menangkap tatapan intens itu, langsung merasa tidak nyaman. Raut wajahnya murung, hatinya perih.
"Yiyi sangat anggun… Dua hari lalu Jacky baru saja memintaku menikah dengannya, dua hari kemudian dia sudah bersama wanita lain. Hati pria memang tidak bisa dipercaya," batin Valentine getir.
Vincent yang sejak tadi mengamati, akhirnya angkat bicara.
"Dari keluarga mana kau berasal?" tanyanya, suaranya datar namun mengandung kewaspadaan.
"Keluarga Lee, Paman. Papaku seorang pebisnis. Kalau ada waktu, aku ingin mengajak Paman makan bersama… untuk membahas bisnis," jawab Yiyi dengan nada menggoda halus.
Tatapan Vincent mengeras. "Jangan memanggilku Paman. Kita belum menjadi satu keluarga."
Yiyi tidak kehilangan senyumnya. Ia justru mencondongkan kepala sedikit, suaranya manja.
"Kalau begitu… aku akan memanggilmu Kakak Vincent."
Valentine menunduk, dadanya terasa sesak, sementara Jacky tersenyum puas di balik diamnya.
"Kali ini dengan wanita secantik Yiyi, tidak mungkin Paman tidak tergoda. Yiyi bahkan lebih cantik dan seksi dari Valentine. Pria mana yang bisa menahan godaan seperti ini?" batin Jacky dengan tatapan licik.