Alam Dongtian berada di ambang kehancuran. Tatanan surgawi mulai retak, membuka jalan bagi kekuatan asing.
Langit menghitam, dan bisikan ramalan lama kembali bergema di antara reruntuhan. Dari barat yang terkutuk, kekuatan asing menyusup ke celah dunia, membawa kehendak yang belum pernah tersentuh waktu.
Di tengah kekacauan yang menjalar, dua sosok berdiri di garis depan perubahan. Namun kebenaran masih tersembunyi dalam bayang darah dan kabut, dan tak seorang pun tahu siapa yang akan menjadi penyelamat... atau pemicu akhir segalanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YanYan., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hujan Pedang Surgawi
Langit mendidih oleh tekanan spiritual yang membara. Ketika ribuan binatang roh menggempur dari segala penjuru, deru dan raungan tak henti-hentinya bergema seperti orkestra kehancuran. Angin terbelah, udara bergetar, dan bumi di bawah mereka terus retak oleh kekuatan para kolosal yang tak terbendung.
Zhang Wei berdiri di tengah medan, tubuhnya dibalut aura kelabu yang memancar seperti bintang jatuh. Dari segala penjuru, cakaran, semburan api, panah es, dan lidah-lidah petir menghujani langit dan daratan bersamaan. Tubuhnya menari di antara serangan itu, tapi tekanan yang datang bukan dari satu atau dua musuh—melainkan dari kekuatan setara kehancuran dunia.
BOOOMMMM!
Seekor binatang roh raksasa menerjang dari udara, mulutnya terbuka dengan semburan racun ungu. Zhang Wei menebasnya dalam sekali gerakan, memecah tubuhnya menjadi dua, tapi ledakan racunnya menyebar dan menabrak perisai pelindungnya.
CRAASSSHHHH!!
Empat kolosal menyerbu bersamaan. Ular baja bercula sepuluh menghantam tanah dengan tubuh logamnya, menciptakan retakan selebar puluhan kilometer. Phoenix Salju Hitam menurunkan badai es setajam pisau dari langit. Naga Batu Tanah Murni menghantam udara dengan tinju batu besarnya, dan gurita pemakan jiwa melepaskan getaran jiwa yang menyayat ruang batin.
Zhang Wei menahan tekanan itu—tapi hanya sesaat.
BOOOMMM!! DRAAAK!! ZRRRRAAAARRHHH!!
Serangan demi serangan menghantam perisai dimensinya. Dari arah kejauhan, para siluman mengibaskan tangan mereka—ledakan kilat, aliran api jiwa, semburan aroma pembunuh, dan gelombang racun hitam turut bergabung dalam badai serangan.
“Bahkan kau… Martial Sovereign sekalipun, tidak akan bertahan menghadapi semua ini!” seru Guo Shi dengan tawa merendahkan.
Lang Ke menyeringai dari balik ular besinya, “Kau hanya seorang bocah sialan dengan keberuntungan yang terlalu tinggi!”
Namun detik berikutnya…
WUUUUUUMMMMM——!!!
Langit mendadak menggelap. Suara rendah menggema, seperti teriakan dimensi itu sendiri. Semua serangan berhenti sejenak. Udara seakan tersedot ke satu titik.
Zona Embun Kekacauan tersebar.
Garis kelabu menyelimuti langit, menggulung seperti pusaran neraka. Ruang di sekitar Zhang Wei tidak lagi stabil—ia telah masuk ke dalam bentuk sempurna. Matanya bersinar kelam. Nafasnya teratur. Jiwa pedangnya menyatu.
CRRAAAAAAACK——!!
Pedang kelabu muncul di tangannya, tapi berbeda dari sebelumnya. Kali ini bilahnya tak lagi memantulkan cahaya. Ia menelan cahaya. Ujungnya retak-retak, seolah tidak stabil, namun aura yang dipancarkannya melebihi apapun yang pernah dirasakan para siluman.
“Penghancur Semesta!”
Zhang Wei menurunkan pedang itu perlahan. Suara gesekannya mencakar hati.
ZZZZRRAAAAAAKKK!!!
Satu tebasan dilepaskan.
Bukan hanya binatang roh biasa yang terbelah—bahkan udara, cahaya, suara, dan ruang waktu ikut terurai. Langit terbelah seperti kain lapuk. Tanah terguncang hebat. Ratusan binatang roh meledak menjadi kabut darah. Seekor kolosal terpental puluhan li jauhnya, menghantam bukit dan menghancurkannya.
DRAAKKK!!!
BOOMMMM!!
KRAAAAASHHHH!!
Semua makhluk yang menyerangnya menjerit. Suara ledakan dan dentuman terus menghantam langit, membuat langit malam berubah warna, dari biru ke ungu, lalu ke merah darah.
Zhang Wei melangkah maju, satu langkah menghancurkan daratan di bawahnya.
“Siapapun yang mencoba menyatu dengan kehendak dewa siluman… akan kuhentikan.”
Suara itu tidak lantang, namun mengguncang hati siapapun yang mendengarnya. Para siluman saling melirik, kesombongan mereka kini berganti dengan tatapan serius.
Keempat siluman yang berdiri di balik medan pertempuran menatap pemandangan itu dengan wajah membeku. Dada mereka naik turun, tidak percaya apa yang sedang mereka lihat.
"Bagaimana mungkin... dia bisa bertahan?" suara Guo Shi terdengar tercekat, tatapannya membakar penuh amarah.
“Dia telah menembus garis pertahanan tiga kali! Bahkan Naga Batu dan Gurita Pemakan Jiwa sempat terlempar!!” seru Yan Nuo sambil mengepalkan tinjunya, wajahnya pucat penuh kegusaran.
Lei Mo menggertakkan giginya. "Tidak logis... dengan gempuran ini, bahkan jika raja kita sendiri yang berada di tengah medan—dia tak akan keluar utuh!"
“Dari mana sebenarnya asal bocah tidak normal itu?!” Lang Ke menggeram, suaranya nyaris mengaung, matanya penuh dengan kemarahan dan... kekhawatiran yang sulit ditutupi.
Zhang Wei, dengan tubuh berdarah dan aura bergetar, berjalan menembus gelombang binatang roh dan dentuman kekuatan. Setiap langkahnya membuat ruang terlipat. Zona Embun Kekacauan menyelimuti tubuhnya, membuat para roh tak berani mendekat. Gurita Pemakan Jiwa melesat untuk menghalangi—namun dihantam tebasan pedang kelabu yang mengoyak angkasa dan melemparkannya ratusan meter ke belakang.
DRAAAK!! KRAAAANG!! ZRRRRAAAHHH!!!
Batu raksasa runtuh, salju pecah menjadi kabut, dan kilat yang menyambar pun ditelan kehampaan. Zhang Wei terus melaju.
“Jika aku gagal menghentikan mereka…” gumamnya lirih, napasnya berat, “...dunia ini akan jatuh kembali ke era kegelapan. Itu tak akan kuizinkan terjadi!.”
Lian Xuhuan muncul di sisi jiwanya, wajahnya serius. “Jangan tahan lagi, Wei'er. Waktumu terbatas… Terlalu lama menggunakan penghancur semesta bisa membebani tubuhmu. Tapi langkahmu… hanya kau yang bisa melanjutkannya.”
Zhang Wei mengangguk. Ia meledak ke depan, membelah langit dan daratan. Keempat kolosal menggempur serentak, tubuh raksasa mereka menubruknya bersamaan.
KRAAKKK!!
DUARRR!!
CRAAAAANG!!
Tubuh Zhang Wei terpental, namun sebelum menghantam tanah, dia sudah berputar dan menjejakkan pedangnya di udara, lalu meluncur ke depan lagi tanpa ragu.
Siluman-siluman itu mulai panik. Kui masih duduk dalam kesadaran, memurnikan segel ketiga, auranya mulai tak stabil—pertanda bahwa dia hampir menyatu dengan kehendak dewa siluman.
Guo Shi menggeram. “Kita tak punya pilihan lagi! Keluarkan artefaknya sekarang!”
Lei Mo langsung melemparkan gulungan perak ke udara. Yan Nuo menyalakan api biru dari telapak tangannya. Lang Ke menyibakkan jubah dan mengangkat kristal hitam gelap dari sabuknya.
Tiga cahaya membentuk simbol segitiga di langit.
“Artefak Tingkat Semesta, aktifkan: Perisai Kekosongan Abadi!”
BLAAAAAAMMMM——!!!
Langit pecah oleh gelombang cahaya ungu pekat. Udara seolah membeku. Sebuah kubah raksasa terbentuk mengelilingi kuil tempat mereka berada. Zhang Wei menghentikan langkahnya, menatap benteng baru itu dengan mata menyipit.
Craaakkkk…!
Pedangnya bersinar, tapi bahkan dia bisa merasakan—ini bukan pelindung biasa. Ini… artefak tingkat semesta. Energinya tidak bisa dihancurkan dengan satu serangan biasa.
“Tidak…” gumam Lian Xuhuan dengan wajah kelam. “Kalau artefak itu tak segera dihancurkan… Mahluk terkutuk itu akan selesai menyatu.”
Waktu mereka… hampir habis.
Aura perisai ungu pekat yang mengelilingi kuil purba tampak stabil dan tak tergoyahkan. Retakan dimensi yang ia ciptakan sebelumnya pun tak mampu mengguncangnya sedikit pun. Didalam perisai, empat siluman itu berdiri angkuh, yakin tak ada satu pun kekuatan di dunia ini yang bisa menembus pelindung mereka sebelum Kui selesai menyatu dengan kehendak dewa siluman.
Sementara itu, keempat mahluk kolosal terus menggempur. Gelombang serangan tak berhenti datang dari segala arah—petir, salju, racun jiwa, hingga gelombang suara mematikan. Zhang Wei, dengan tubuh yang sudah penuh luka dan napas yang berat, masih bertahan di tengah badai.
Craaaaang!!
Suara dentuman ledakan energi menghantam area di belakangnya, membuat batu-batu besar melayang dan tanah retak hebat. Zhang Wei melompat ke udara, lalu melesat turun menghindari serangan susulan gurita pemakan jiwa. Tubuhnya mendarat keras di tanah, debu mengepul, darah menetes dari sudut bibirnya.
Lian Xuhuan muncul di sisi, suaranya serius. “Wei'er, tubuhmu sudah tidak mampu menahan bentuk ketiga terlalu lama. Kau akan runtuh sebelum mendekati perisai jika terus bertahan seperti ini.”
Zhang Wei menggertakkan gigi. Pandangannya menembus kabut pertempuran, menatap kuil purba yang bersinar di balik perisai. Di sana, Kui masih duduk bersila dalam kehampaan, dan auranya kini perlahan menyatu dengan sesuatu yang jauh lebih gelap dan purba.
Waktu mereka benar-benar menipis.
“Tak ada pilihan lain…”
Zhang Wei berdiri perlahan, meskipun lututnya bergetar. Tubuhnya hampir remuk oleh tekanan bentuk ketiga dari pedangnya. Aura penghancur semesta berkedip-kedip di sekitar bilah abu-abu gelap yang kini nyaris tak stabil. Tapi matanya tetap dingin.
Dia mengangkat pedangnya ke langit. Aura mengalir deras dari tubuhnya, menciptakan pusaran energi raksasa di angkasa.
KRRRRAAAAARRRRRRRRHH!!
Suara dimensi berderak. Langit terbuka membentuk lingkaran hitam. Awan terbelah. Cahaya langit surut. Udara menjadi dingin dan tajam seperti bilah logam.
Zhang Wei memusatkan kekuatannya. Aura dunia terkumpul ke satu titik.
“Hancurkan… segala yang menghalangi jalan ini… Teknik pamungkas eksklusif: Hujan Pedang Surgawi!”
ZRAAAAAHHHHHHHH——!!!
Ribuan pedang ilusi muncul di langit, terbentuk dari partikel kehampaan, esensi jiwa, dan fragmen kekuatan dimensi. Setiap bilah mengandung kekuatan setara dengan satu serangan penuh dari seorang ahli Deific Realm.
Hening sejenak.
Lalu, suara menggelegar membelah dunia.
DRAAAAAAAAAAK!!
KRAAAAAAANG!!
ZZZZRRRAAAAAMMMM!!!
Pedang-pedang itu turun seperti hujan dewa yang murka. Ribuan binatang roh hancur dalam sekejap, tubuh mereka tercabik dan meledak menjadi kabut darah. Keempat kolosal meraung dan berusaha bertahan, tapi tubuh mereka yang sempat terluka sebelumnya mulai runtuh satu demi satu, dihantam gelombang serangan dari langit.
Dan akhirnya, ratusan pedang tertuju ke satu titik—perisai semesta.
BRUUUUUUMMMM!!
GGRRRAAAAARRRHHHH!!
Suara tumbukan dahsyat terdengar. Perisai ungu berguncang hebat, retakan muncul di permukaannya. Cahaya mulai goyah. Para siluman panik, tubuh mereka terdorong ke belakang oleh tekanan yang luar biasa.
“Tidak… ini mustahil…!” seru Yan Nuo dengan mata membelalak.
“Tunggu! Perisai ini tidak akan bertahan jika… dia terus menyerang dengan kekuatan tak masuk akal itu!” Guo Shi berteriak, aura paniknya jelas.
Zhang Wei tak menghentikan serangan. Pedang-pedang surgawi terus menghujani dari langit. Tubuhnya mulai bergetar hebat, darah menetes deras, namun tatapannya membara seperti kobaran bintang yang hendak meledak.
Dia hanya butuh satu celah.
Satu celah saja… untuk mengakhiri semuanya.
tetap semangat berkarya Thor, msh ditunggu lanjutan cerita ini