Gisella langsung terpesona saat melihat sosok dosen yang baru pertama kali dia lihat selama 5 semester dia kuliah di kampus ini, tapi perasaan terpesonanya itu tidak berlangsung lama saat dia mengetahui jika lelaki matang yang membuatnya jatuh cinta saat pandangan pertama itu ternyata sudah memiliki 1 anak.
Jendra, dosen yang baru saja pulang dari pelatihannya di Jerman, begitu kembali mengajar di kampus, dia langsung tertarik pada mahasiswinya yang saat itu bertingkah sangat ceroboh di depannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sansus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
“Eughh?” Perempuan membelalak kaget melihat apa yang dilakukan oleh dosennya itu.
Gisella tahu ini hal yang salah, mereka tidak sedekat ini sebelumnya. Tapi melihat apa yang sedang keduanya lakukan saat ini sudah seperti menjelaskan bahwa hubungan mereka bukan hanya sebatas mahasiswi dan dosen.
Merasa jika dirinya sudah mulai kehabisan napas, Gisella mencoba untuk mendorong tubuh Jendra agar menjauh dan melepaskan tautan bibir mereka. Begitu tautan itu terlepas, terlihat benang saIiva yang membentang.
Melihat tatapan tajam dari Gisella membuat Jendra terkekeh pelan. “Tadi udah saya bilang kamu nggak boleh marah kan?”
Gisella lantas menganggukan kepalanya dengan bibir yang mencebik, walaupun tindakan Jendra itu salah, tapi dia menyukainya.
***
“Kak Sella, hp lo bunyi terus tuh daritadi!” Suara teriakan itu berasal dari sang adik yang sedang berada di ruang tengah.
Gisella saat ini sedang berada di dalam kamar mandi, perempuan itu sedang menggosok gigi memilih untuk tidak menanggapi teriakan sang adik dan melanjutkan aktivitasnya di dalam sana.
“SELLA HP LO BUNYI TERUS NIH!!” Vina kembali berteriak lebih keras, bahkan sekarang memanggil Gisella tanpa embel-embel Kakak lagi.
“Yang sopan sama Kakak kamu Vina!” Kali ini Mamahnya yang ikut bersuara, wanita paruh baya itu memberi teguran pada Vina.
Vina adalah adik Gisella yang usianya tidak terpaut begitu jauh, adiknya itu saat ini sudah kelas 3 SMA dan sebentar lagi akan lulus. Gisella juga mempunya satu adik perempuan lagi yang bernama Killa, adik bungsunya itu masih kelas 6 SD.
Ketiga anak perempuan itu adalah putri-putri cantik yang dimiliki oleh orangtuanya, walaupun hanya memiliki 3 anak, jangan kalian pikir keadaan di dalam rumah akan damai tentram, yang ada malah sebaliknya, rumah itu sudah seperti area bertempur bagi mereka.
Setelah selesai dengan urusannya di dalam kamar mandi, Gisella langsung ke ruang tengah menghampiri Vina dan Mamahnya yang ada di sana. “Ada apaan deh?” Tanyanya pada sang adik.
“Hp lo tuh bunyi terus daritadi!” Vina menjawab dengan kesal pertanyaan sang kakak.
Gisella tahu kalau adiknya itu pasti kesal karena baru saja ditegur oleh sang mamah karena memanggil dirinya tanpa embel-embel kakak.
Sebenarnya itu sudah menjadi kebiasaan Vina, karena memang adiknya itu hanya memanggil Gisella dengan panggilan kakak jika hanya sedang ada orangtua mereka saja.
Lantas Gisella meraih ponsel miliknya yang sedang dia cas dan langsung mencabut benda pipih itu dari casan. Setelah ponsel itu menyala, dia mendapati ada banyak pesan masuk dari chat pribadi ataupun dari group chatnya.
“Biasalah, namanya juga orang penting.”
Ucapan Gisella itu dibalas dengan dengkusan kesal oleh Vina yang ada di sana, lantas Gisella beranjak dari sana dan berniat untuk masuk ke dalam kamarnya.
Sebelum masuk ke dalam kamar, Gisella melewati ruang keluarga dimana sedang ada Papahnya yang sedang menonton pertandingan bola yang ada pada televisi, perempuan itu menghampiri Papahnya yang ada di sana.
“Bola siapa lawan siapa, Pah?” Tanya Gisella pada sang Papah.
“Indonesia VS Bahrain.”
Mendengar jawaban sang Papah membuat perempuan itu hanya mengangguk-anggukan kepalanya saja, dia tidak begitu paham soal pertandingan bola, jadi Gisella memilih untuk melanjutkan tujuan awalnya yaitu masuk ke dalam kamar.
Tapi sebelum masuk ke dalam kamar, Gisella sempat mengintip sebentar ke kamar adik bungsunya yang ada di sebelah kamarnya. Terlihat adik bungsunya itu sedang bersandar pada kursi yang ada di dalam kamar itu.
Double kill!
Tanpa harus Gisella jelaskan, kalian pasti sudah tahu game apa yang sedang dimainkan oleh adiknya itu. Vina dan Killa sudah terlalu sering dimarahi oleh mamahnya itu karena keterusan bermain game sampai lupa waktu untuk belajar dan tidur lebih awal, tapi kedua adiknya itu sama-sama keras kepala dan tetap melakukan hal itu.
“Tidur cil! Udah malem.”
“Nyenyenye berisik banget.”
Dasar adik kurang ajar! Kalau saja mamah dan papahnya tidak sedang berada di rumah saat ini, tangan Gisella bisa saja melayang untuk memukul adiknya itu.
Daripada kesal menghadapi tingkah adik bungsunya itu, Gisella memilih untuk segera masuk ke dalam kamarnya. Perempuan itu merebahkan dirinya di atas kasur dan juga meraih boneka beruang kesayangannya untuk dia peluk.
Setelah mendapatkan posisi yang nyaman di atas kasur, barulah Gisella memulai aktivitasnya, yaitu bermain ponsel sebelum tidur. Perempuan itu memilih untuk membuka chat yang dikirimkan oleh Leon terlebih dulu, teman kuliahnya.
Libur semester akan segera berakhir, jadi tidak lama lagi Gisella harus kembali ke kontrakannya. Ah, bukan kontrakan sebenarnya, dia tinggal di rumah Maudy, teman SMA-nya.
Tentu saja itu tidak gratis, Gisella juga ikut membantu Maudy untuk membayar listik, air dan juga WiFi. Untungnya saat itu Maudy menawarinya untuk tinggal bersama, jadi karena tidak ingin ribet karena harus mencari kostan atau kontrakan, maka Gisella memilih untuk tinggal bersama dengan Maudy walaupun mereka berdua tidak berkuliah di kampus yang sama.
Baru saja Gisella membaca pesan yang dikirim oleh Leon, teman kuliahnya itu malah langsung menelpon dirinya, maka mau tidak mau Gisella menjawab panggilan itu.
“Apaan sih Yon?!” Memang perempuan itu tidak bisa berbicara santai jika bersama dengan temannya.
“Santai dong Sel, ngegas amat. Lo buruan deh baca group sekarang!”
“Group yang mana?” Karena memang mereka berdua memiliki banyak group yang sama.
“Group ‘Pejuang Cumlaude’, cepetan elah.”
“Iye-iye, lo juga ngapain sih pake telepon-telepon gua segala.” Setelah mengatakan hal itu Gisella langsung mengakhiri panggilan tersebut secara sepihak.
Sesuai dengan perintah Leon tadi, perempuan itu segera membuka group yang berisikan dirinya bersama dengan keempat teman seperjuangannya.
Pada bubble chat paling atas ada Dika yang heboh menyuruh teman-temannya yang lain agar segera mengisi LIRS agar mereka bisa mendapatkan dosen yang baik-baik dan tidak kejam seperti Pak Dion, salah satu dosen killer yang ada di kampus.
Maka sesuai perintah Dika, perempuan itu segera mengisi LIRS dengan cepat. Setelahnya Gisella memilih untuk tidak bergabung dalam percakapan group, dia malah mematikan ponselnya dan menyimpannya di atas meja nakas.
Dirinya ingin beranjak untuk menutup pintu kamarnya yang memang sedari tadi belum ditutup, untungnya saja bertepatan dengan itu ada Vina yang melintas di depan kamarnya.
“Vin, tolong tutupin pintunya dong.”
Mendengar perintah dari Gisella, Vina menatap kakaknya itu dengan tatapan datar seraya mengacungkan jari tengahnya pada sang kakak. Gisella yakin kalau saja tidak sedang mamah dan papah di rumah, adiknya itu pasti sudah mengumpati dirinya.
Tapi walaupun malas untuk melakukannya, Vina tetap melakukan apa yang diperintahkan oleh Gisella, sekarang pintu kamar itu sudah tertutup.
“Duh semoga aja semester 5 ini hidup gua aman damai tentram, kalo praktikum bisa dapet dosen yang baik hati dan punya akhlak. Eum… dan yang terakhir deh, Tuhan,” Gisella menjeda sebentar perkataannya seraya menatap langit-langit kamarnya. “Boleh kali kalo semester ini dapet pacar? Pengen aja gitu pas nyusun laporan ada yang nemenin.”
“KAK SELL, BESOK ANTERIN GUE KE SEKOLAH!”
Teriakan dan pintu yang terbuka secara mendadak itu membuat Gisella yang sedang berandai-andai itu terkejut, lalu kemudian berdecak saat melihat Vina sedang berdiri di ambang pintu kamarnya.
“Bawa motor sendiri makanya!”
“Kan nggak diizinin sama Mamah.” Balas sang adik.
“Ya salah lo sendiri, lagian bawa motor kek punya 9 nyawa aja.”
“Bacot.” Vina mengucapkan hal itu tanpa suara, hanya melewati gerakan mulutnya saja, Gisella dapat menebaknya, setelah itu pintu kembali tertutup.
Setelah kepergian Vina dari pintu kamarnya, Gisella memilih untuk memiringkan badannya ke samping seraya memeluk bantal gulingnya dan mulai mencoba untuk memejamkan mata.
Tidak lama lagi dia harus pergi lagi dari rumah ini, kembali ke kontrakan karena sebentar lagi kuliahnya akan kembali masuk, jadi dia harus menikmati sisa waktunya di rumah bersama dengan keluarga.
Tapi usaha Gisella untuk memejamkan matanya itu harus terganggu karena suara dering dari ponselnya yang ada di atas meja nakas, lantas tangannya terulur untuk meraih benda pipih itu.
Gisella melihat di layar ponsel, nama Malik tertera di sana, mengetahui siapa pelaku yang menelponnya membuat Gisella menerbitkan senyum di wajahnya.
Dengan segera perempuan itu menjawab panggilan tersebut. “Halo, Lik?”
“Lo belom tidur, Sell?” Suara lelaki yang sangat dia kenali itu terdengar dari seberang sana.
“Kalo gua udah tidur, terus yang angkat telepon lo ini siapa?”
Bukannya menjawab, Malik malah tertawa di seberang sana, suara tawa yang terdengar sangat menyenangkan di telingan Gisella.
“Lo mau ngapain telepon malem-malem gini?”
“Jadi nggak boleh nih gua telepon lo malem-malem kalo nggak ada urusan?” Pertanyaan yang dilontarkan oleh Malik dari seberang sana tidak benar-benar serius.
“Ya boleh dong Aa Malik, lo mau telepon gua tiap jam juga boleh-boleh aja, apasih yang nggak buat lo.” Balas Gisella.
Terdengar suara tawa Malik dari seberang, membuat Gisella juga ikut tertawa karena tawa lelaki itu memang sangat menular.
“Gua cuma mau ingetin lo biar gak bergadang sama jangan lupa baca doa sebelum tidur.” Ucap Malik setelah tawanya mereda.
“Asyiapp, gua mana pernah skip doa sebelum tidur.” Bohong! Padahal tadi dirinya memejamkan matanya begitu saja tanpa berdoa.
“Ya siapa tahu lo cuma haluin Jeno doang sebelum tidur.”
“Ya itu mah udah kegiatan wajib.”
Malik terkekeh pelan dari seberang sana. “Udah lo tidur sana, semoga mimpiin pacar lo si Jeno Jeno itu.”
“Iye ini juga gua mau tidur, bye Malik!”
Setelah itu panggilan mereka berdua berakhir, senyum di wajah Gisella daritadi tidak pernah luntur. Malik memang lelaki yang manis, dia selalu mengingatkan Gisella untuk berdoa sebelum melakukan hal apapun.
Tapi sangat disayangkan mereka berdua tidak seiman, andai saja Malik seiman dengannya, sudah Gisella pastikan dia akan mengejar lelaki itu dan tidak repot-repot mencari lelaki lain untuk dia jadikan pacar.
Senyum di wajah Gisella perlahan mulai luntur ketika mengingat hal itu. Siapapun perempuan yang akan bersama dengan Malik nantinya, pasti perempuan itu akan sangat beruntung karena mendapatkan pasangan seperti Malik.
“Ck,” Gisella lantas berdecak pelan. “Gua kan nanti bakalan dapey cowok modelan Jeno, pasti bakalan lebih beruntung lah daripada ceweknya Malik nanti.”
Ya, anggap saja itu usaha Gisella untuk menghibur dirinya sendiri.
“Males banget buat masuk kuliah lagi, muka dosennya suram-suram semua.” Gisella bergumam saat dirinya mengingat informasi dari Leon mengenai dosen mata kuliah semester ini.
“Semoga aja Pak Gio nggak diganti.”
Ya, semoga.
Banyak harapan-harapan yang Gisella ungkapkan sebelum dirinya masuk ke dalam alam bawah sadar. Beberapa hari ke depan mungkin tidur dengan tenang dan nyenyak seperti ini akan sulit untuk dia dapatkan karena dia sudah mulai sibuk dengan kuliah dan berbagai macam tektek bengeknya.
BERSAMBUNG