NovelToon NovelToon
Paman CEO Itu Suamiku!

Paman CEO Itu Suamiku!

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Duda / CEO / Nikah Kontrak / Beda Usia / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Lee_ya

Nayra Kirana, gadis berusia 22 tahun yang baru lulus kuliah, dihadapkan pada kenyataan pahit, ayahnya sakit keras dan keluarganya berada di ambang kehancuran ekonomi. Ketika semua pintu tertutup, satu-satunya jalan keluar datang dalam bentuk penawaran tak terduga—menikah dengan Arka Pratama, pria terpandang, CEO sukses, sekaligus... paman dari senior sekaligus bos tempatnya magang.

Arka adalah duda berusia 35 tahun, dingin, tertutup, dan menyimpan banyak luka dari masa lalunya. Meski memiliki segalanya, ia hidup sendiri, jauh dari kehangatan keluarga. Sejak pertama kali melihat Nayra saat masih remaja, Arka sudah merasa tertarik—bukan secara fisik semata, melainkan pada keteguhan hati dan ketulusan gadis itu. Ketika Nayra tumbuh dewasa dan kesulitan menghimpit hidupnya, Arka melihat kesempatan untuk menjadikan gadis itu bagian dari hidupnya.

Tanpa cinta, tanpa keromantisan, mereka memulai hidup sebagai suami istri berdasarkan perjanjian: tidak ada kewajiban fisik, tidak ada tuntutan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lee_ya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kabar Duka

Hujan turun pelan pagi itu, membasahi kaca jendela kamar. Arka sedang menyisir rambut Alma yang duduk tenang di pangkuannya, sementara Nayra sibuk melipat baju-baju bayi dengan wajah ceria.

Nayra sambil menggumamkan lagu anak-anak dengan nada yang... ya, fals tapi penuh cinta.

“Anak ayam turun seratus... eh, kebanyakan. Turun satu... mati satu... tinggal... tinggal sembilan puluh sembilan... astaga, serem banget lagunya ya,” ucap Nayra sambil mengerutkan kening.

Arka tertawa dari balik laptop. “Lagu masa kecil kita memang agak horor kalau dipikir-pikir.”

“Kalau gitu besok-besok kita nyanyiin lagu yang lebih positif ya. Misalnya, ‘bayi cantik tidur lelap, ayah bundanya belum sempat mandi, tapi tetap cinta’.” Lanjut Nayra menyanyikan lagu yang dia karang sendiri.

“Ciptaan sendiri?” tanya Arka geli.

“Sudah tentu. Nanti mau aku rekam, upload ke TikTok. Siapa tahu viral, terus aku dapat endorse tisu basah bayi.” ujar Nayra.

“Oh ya Ka, kamu tahu nggak? Aku kayaknya udah punya indra keenam deh,” ucap Nayra tiba-tiba, meletakkan satu kaus kaki mungil ke tumpukan pakaian.

Arka menoleh. “Jangan bilang kamu mimpi dapat lotre.” Arka menggoda sang istri sambil mendekat ke arah Alma.

“Bukan, woy! Tapi tadi malam aku mimpi rumahku kebanjiran dan biasanya, kalau aku mimpi air, itu pertanda bakal dapat kabar besar.” Celetuk Nayra.

Arka tersenyum sambil mencubit pipi Alma. “Mungkin kabar besar itu... Alma mau ngomong ‘Papa’ duluan.” Ucap Arka.

Alma tertawa cekikikan. Nayra menggembungkan pipi.

“Kita lihat nanti. Aku juga bisa kampanye di belakang layar biar dia bilang ‘Mama’ duluan.” kata Nayra gak mau kalah.

Mereka tertawa bersama. Suasana rumah hangat, nyaman. Belum sempat Arka menanggapi, suara notifikasi dari ponsel Nayra berbunyi.

Satu pesan masuk dari nomor yang tidak disimpannya:

“Nayra, ini Tante Mia. Papa kam sudah berpulang tadi malam. Kami akan menguburkan siang ini.” Sebuah teks masuk ke ponsel Nayra.

Nayra terdiam. Tangannya gemetar. Senyum di wajahnya menghilang perlahan.

“Nay?” Arka menatap khawatir. “Kamu kenapa?” Tanya Arka yang melihat perubahan raut wajah Nayra yang mendadak.

Nayra menelan ludah. Napasnya tercekat. Ia menatap layar ponsel itu lama, seolah tak percaya.

“Papa… meninggal.”

Seketika, semua suara di kepala Nayra membeku. Suara hujan jadi sayup. Senyum di wajahnya perlahan runtuh.

***

Di dalam mobil menuju kota kecil tempat sang ayah dimakamkan, Nayra hanya diam. Matanya menatap keluar jendela, melihat pepohonan yang basah oleh hujan, tapi pikirannya berada jauh di masa lalu.

“Aku kira aku udah siap kalau hari itu datang,” gumam Nayra lirih. “Tapi ternyata, sakitnya tetap nyesek.” Nayra memecah kesunyian terlebih dahulu.

Arka menoleh sesaat.

“Kamu nggak sendiri. Aku di sini. Alma juga.”

Arka menggenggam tangannya erat.

“Kita ke sana. Aku, kamu, Alma. Kita temui Papa. Meski di momen terakhir.”

Nayra tidak menjawab. Tapi genggamannya membalas perlahan.

“Dulu,” katanya lirih,

“Papa memang bukan yang terbaik. Dia nggak banyak bicara, sering kerja jauh. Tapi, waktu aku kecil, dia selalu pulang diam-diam dan meninggalkan mainan di atas bantalku.”

Air mata mengalir di pipinya.

“Dan waktu aku ulang tahun ke-9, dia nggak bisa datang, tapi dia kirim kue tart lewat tukang becak. Kuenya miring, hancur sedikit, tapi, aku tetap makan sambil senyum.” Kenang Nayra saat masa kecilnya.

Arka menarik Nayra ke pelukannya.

“Kamu boleh sedih, Nay. Kamu kehilangan bagian hidupmu.” Ucap Arka.

“Aku bahkan belum sempat bilang terima kasih.” Isak Nayra.

***

Suasana rumah duka sunyi. Beberapa kerabat menyambut mereka dengan pelukan hangat. Alma tertidur di gendongan Arka, seolah ikut merasakan kesedihan yang menggantung di udara.

Nayra berdiri lama di depan peti jenazah. Menatap wajah ayahnya yang tampak damai dalam tidur terakhirnya.

“Pa…” bisiknya.

"Maaf aku lama nggak pulang. Maaf aku jarang telepon. Maaf kalau aku terlalu sibuk membuktikan kalau aku bisa bahagia, sampai lupa bahagiain Papa.” Ucap Nayra sambil terisak.

Ia mengelus tangan dingin ayahnya yang sudah mulai kaku. Air matanya jatuh satu-satu, perlahan.

“Terima kasih karena pernah jadi pelindung pertamaku. Terima kasih karena diam-diam tetap peduli. Sekarang, aku akan jadi ibu yang kuat, seperti yang Papa harapkan.” Lanjut Nayra lagi, sambil menyeka buliran air yang membasahi pipinya.

***

Di pemakaman, langit masih muram. Tapi Nayra berdiri tegak. Di sisinya, Arka menggenggam bahunya. Alma di pelukan Arka mengerang pelan seolah ikut menyampaikan duka yang tak bisa diucapkan.

Usai liang lahat ditutup, Nayra menabur bunga dengan tangan sendiri. Ia tersenyum tipis, meski air mata tak berhenti.

“Aku pulang, Pa. Tapi kali ini bukan buat minta jajan atau mainan. Aku pulang untuk melepas Papa.” Ujar Nayra mencoba tabah.

***

Usai pemakaman, mereka berkumpul di ruang tamu rumah tua tempat Nayra dibesarkan. Beberapa keluarga menyapa Arka dan Alma dengan hangat.

Salah satu tante Nayra berbisik,

“Alma lucu banget. Mukanya mirip Papa kamu waktu muda.” Ujarnya.

Nayra tersenyum.

“Iya, ya. Mungkin Papa nitip senyumnya lewat cucunya.” Jelas Nayra.

Arka menimpali,

“Tapi keningnya mirip kamu. Terutama pas lagi ngambek.” Celetuk Arka.

Nayra mencubit pinggang Arka pelan. “Jangan bikin aku malu di depan keluargaku sendiri, woy.”

Tante itu terkekeh.

“Duh, kalian lucu banget sih. Beneran pasangan drama Korea.”

“Bukan drama Korea, Tan,” sahut Nayra cepat. “Ini drama keluarga rasa bakso malang. Hangat, gurih, kadang pedes, tapi tetap ngangenin.”

Semua orang tertawa.

***

Dalam perjalanan pulang, suasana di mobil hening. Sampai Nayra memandang ke arah Alma dan berkata pelan.

“Alma, kalau kamu besar nanti, ingat ya. Papa mu ini adalah laki-laki yang selalu ada. Jangan sia-siakan waktu seperti Mama dulu.” Ucap Nayra dengan suara bergetar.

Arka menoleh, dan menggenggam tangan Nayra erat.

“Kamu nggak sia-siakan apa pun, Na. Kamu hanya manusia dan kamu tetap putri kecil Papa sampai akhir.” Arka mencoba menghibur sang istri.

Nayra tersenyum. Tangannya menggenggam tangan suaminya erat-erat.

Hari itu, Nayra kehilangan satu bagian masa lalunya.

Tapi ia juga menyadari satu hal penting, kalau

cinta tak harus keras atau sempurna. Cinta bisa diam, tapi nyata. Seperti ayahnya. Seperti Arka. Seperti keluarga yang kini ia genggam erat-erat.

***

Malam harinya, Nayra duduk di balkon rumah sambil memeluk Alma. Langit sudah cerah. Hujan reda, udara lembut.

Arka duduk di sampingnya, menyodorkan teh hangat.

“Nay, kamu tahu? Papa kamu nggak pernah benar-benar pergi.” Arka membuyarkan lamunan Nayra.

Nayra menatap Arka pelan. “Maksud kamu?”

“Dia ada di kamu. Di cara kamu memeluk Alma waktu dia sakit. Di cara kamu marah-marah kalau aku telat makan dan di cara kamu tetap kuat walau patah.” Kata Arka dengan lembut.

Nayra tersenyum, lalu memandang langit.

“Pa, makasih ya. Karena dulu kamu pergi kerja jauh-jauh, aku jadi tahu pentingnya pulang.”

Ia memeluk Alma lebih erat, dan menatap Arka dengan mata yang sedikit sembab tapi hangat.

“Dan sekarang aku tahu rumah itu bukan tempat. Tapi orang-orang yang tetap tinggal, meski dunia berubah.”

1
Dini Aryani
mohon maaf, karakter istri egois. dia menuntut suami yg diinginkan semua istri, sedangkan dia tidak melakukan kewajiban sebagai istri apalagi sedang hamil, ketaatan pd suami yg baik. sudah jadi istri lho. tolonglah ada unsur edukasi buat istri, agar tdk ada yg meniru sesuatu yg buruk. saya sbg istri malu
Lee_Ya: terimakasih kak buat komentarnya, stay tune terus ya buat tau cerita selanjutnya....lope sekebon 😍😍😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!