NovelToon NovelToon
CINTA DI BALIK DENDAM SANG BODYGUARD

CINTA DI BALIK DENDAM SANG BODYGUARD

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:808
Nilai: 5
Nama Author: Rii Rya

dendam adalah hidupnya. Melindungi adalah tugasnya. Tapi saat hati mulai jatuh pada wanita yang seharusnya hanya ia jaga, Alejandro terjebak antara cinta... dan balas dendam yang belum usai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rii Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

eps 13. JANGAN LENGAH!

~~jangan lupa tinggalkan komentar dan dukungannya ya 💜

Di sudut ruangan yang penuh dengan hiasan dinding bergambarkan pemandangan alam, bertemankan cahaya sedikit temaram, alejandro duduk di kursi kayu sambil menyandarkan punggungnya menatap langit-langit ruangan itu sembari menyesap nikotin favorit nya.

Ia mengangkat sebelah tangan nya demi mengecek pukul berapa sekarang pada jam berwarna silver yang melekat di pergelangan tangannya.

"Seharusnya dia sudah tertidur sekarang," gumamnya pelan sambil melirik kearah lantai atas tepat pada pintu kamar berwarna putih yang tertutup rapat.

Pria tampan itu tersenyum saat mengingat beberapa hari belakangan ini, dia dan elena sepertinya terlalu banyak bicara.

Perlahan senyum di wajahnya pudar ketika netra cokelatnya melihat layar ponsel nya berkedip pertanda ada panggilan masuk.

Dahi pria itu berkerut sempurna karena itu bukan nomor yang dia kenal.

(Akhirnya kau menjawab panggilan ku, bodyguard rendahan!)

Tanpa bertanya pun, alejandro sudah tahu siapa penelepon itu... Dia Arthur.

Malas menanggapi, pria itu berniat untuk menutup panggilan tersebut secara sepihak. namun tiba-tiba dia mengurungkan niatnya saat mendengar suara Arthur kembali berbicara.

("Ternyata selera mu cukup bagus untuk sebuah cincin berbatu Ruby, tapi sayangnya kau harus meninggalkan benda cantik ini di atas makam kekasih mu...oh tidak, sekarang dia sudah menjadi mayat atau sudah jadi tengkorak? Ha-ha-ha ") tawa Arthur membuat darah alejandro berdesir hebat.

Tangan pria itu terkepal erat sehingga kuku-kuku di jari nya memutih.

"Katakan apa maumu, keparat sialan!"

("Mau ku? Sepertinya aku harus mengecek bagaimana wujud kekasih mu yang sudah terbaring di dalam sini, alejandro.")

Setelah mengatakan kalimat tersebut, Arthur memutuskan panggilannya secara sepihak.

Alejandro menggeram, rahang pria itu mengeras dan tanpa pikir panjang lagi, pria itu bergegas pergi setelah menyambar jaket kulit nya di atas meja.

Alejandro memacu kecepatan mobilnya menuju ke tempat pemakaman umum.

Tak lama setelah kepergiannya, tampak 10 orang berpakaian serba hitam, memakai masker dengan beberapa senjata di tangan masing-masing keluar dari sebuah mobil Van yang parkir tak jauh dari villa tempat elena disembunyikan.

Mereka mulai bergerak maju dan mencoba membuka pagar besi otomatis itu namun gagal.

Tidak ada cara lain, salah satu dari mereka menembak kontak pengaman pada pagar besi tersebut sehingga membuat alarm pendeteksi nya berbunyi keras.

Sontak para penjaga di villa itu langsung bergegas mengecek

"Waspada, ada penyusup!"

"Itu mereka!"

"Jaga area masuk pintu depan dan belakang!" Titah salah satu dari penjaga itu melalui talkie walkie.

Sementara itu pasukan serba hitam tadi langsung menyerang mereka dengan senjata api yang mereka bawa.

Suara Baku tembak mulai menggema membuat malam itu terasa semakin mencekam.

"Awas!" Teriak salah satu penjaga saat melihat pasukan serba hitam itu melemparkan belasan benda berbentuk bulat yang mengeluarkan asap yang memiliki efek beracun dengan dosis tinggi.

Pasukan serba hitam itu bisa leluasa masuk saat para penjaga di villa itu mulai kehabisan napas bahkan wajah mereka sudah berubah kebiruan.

Beberapa penjaga masih sanggup melakukan perlawanan dan menembaki para penyusup itu, namun pertahanan mereka tidak cukup kuat karena pengaruh asap beracun itu sudah masuk menyerap kedalam indra penciuman mereka sehingga membuat mereka akhirnya tumbang dan terkapar di atas tanah.

"Bersihkan jalannya," Titah pria yang berada di depan mereka. Pria itu leluasa masuk ke dalam dan bergerak menuju ke lantai atas.

Sementara itu, elena yang terbangun sejak suara tembakan-tembakan itu terdengar, gadis itu panik dan gegas berlari ke luar kamar demi mencari sosok alejandro, namun berulang kali gadis itu berteriak memanggil namanya, alejandro tidak muncul.

Elena memutuskan untuk bersembunyi di sebuah ruangan kecil yang ada dibalik lemari.

Gadis itu refleks menutup mulut nya dengan tangan yang bergetar hebat saat mendengar suara derap langkah kaki mulai mendekat.

"kau ada dimana, Al?" keringat dingin mengucur deras dari kening gadis cantik itu, dadanya terasa sesak hampir kehabisan oksigen karena ruangan kecil itu tanpa ventilasi dan benar-benar tertutup.

Jantung gadis itu semakin berdetak kencang saat mendengar suara benda berat digeser paksa dan elena tahu betul bahwa itu adalah lemari kayu yang ada, tepat di depan tempatnya bersembunyi.

Elena melihat ke sekeliling nya mencoba mencari sesuatu untuk pertahanan diri namun tidak ada apapun di ruangan berukuran 2x2 meter itu selain gelap dan pengap.

Suara derap langkah kaki itu semakin mendekat dan Brak! Pintu kecil tersebut di tendang paksa.

Elena yang mencoba kabur, akhirnya jatuh pingsan saat pria yang masih memakai masker hitam itu menempelkan stun gun (alat setrum) tepat pada lehernya.

Pria itu melepas masker hitamnya lalu berjongkok memperhatikan elena sambil tersenyum menyeringai.

"Kau tidak boleh pergi atau sembunyi di manapun, gadis cantik."

"Aku heran, mengapa kau takut padaku padahal kita ini bersaudara, elena." Arthur mengusap wajah elena dengan ibu jarinya sebelum dia benar-benar mengangkat tubuh mungil gadis itu membawanya pergi.

Sementara itu, alejandro yang baru tiba di area pemakaman umum, langsung bergegas keluar dan berlari menuju ke makam Kirana.

Tidak ada siapapun disana...dan kondisi makamnya masih terlihat sama, tidak ada bekas galian atau apapun.

Alejandro refleks meremas rambut nya sendiri dan tak lama kemudian pria itu tersentak karena baru menyadari bahwa itu adalah jebakan.

"Sial!" Dia kembali berlari masuk ke dalam mobil, membawa kendaraan roda empat itu melaju kencang membelah jalanan kota yang sudah sepi.

Kecemasan nya semakin bertambah saat elena tak kunjung mengangkat panggilan telepon darinya.

Alejandro menghempas ponselnya dan mencengkeram erat stir mobil dengan penuh amarah.

Alejandro tak sabar, pria itu langsung menabrak pagar besi yang tertutup tersebut dengan mobil.

Suara decitan ban mobil terdengar saat alejandro mengerem laju kecepatan nya secara mendadak. tepat ketika, netra cokelatnya melihat para penjaga di villa itu sudah terkapar dengan wajah membiru.

"Elena!"

Pria itu terus berlari menuju ke sana kemari mencari keberadaan gadis itu yang seharusnya sudah dia sadari telah menghilang.

Detak jantungnya berpacu hebat, rasa bersalah mulai menyerang mentalnya sekarang karena telah lengah.

Tak lama kemudian, suara notifikasi sebuah pesan singkat masuk dari nomor tak dikenal.

("Kalau kau masih peduli, aku akan membatalkan niatku untuk menyebarkan video-video terlarang ku dengan Kirana ke situs online. Pilih lah antara keduanya, selamatkan elena atau menyelamatkan harga diri kekasih mu yang sudah ma-ti? Datang ke tempat xxx , Ku rasa satu lawan satu terdengar bagus. Hahaha")

Alejandro mencengkeram erat benda pipih itu sehingga menimbulkan suara retak.

Arthur, di balik layar, menyusun jebakan akhir. Dengan tangan sendiri, ia menggenggam flashdisk berisi video masa lalunya bersama Kirana.

"Kalau ini tidak membuat Alejandro datang," gumamnya licik, "aku tidak tahu apalagi yang bisa."

Dan benar saja, sekitar 10 menit kemudian, Alejandro datang dengan wajah murka. Matanya menyala merah seperti bara.

Gudang tua yang mereka sepakati menjadi tempat terakhir pertarungan itu. Di dalamnya, Adalrich Wigantara tampak tak berdaya, duduk bersimbah darah. Di tubuhnya terikat bom yang hanya menunggu satu klik untuk meledak.

"Elena!" pekik sang presiden lirih.

Elena yang baru saja sadar dari pingsannya, refleks menoleh ke arah suara yang sangat dia kenali dan dia rindukan memanggil namanya. Suara itu... suara ayahnya!

"AYAH!" Elena langsung berlari, mencoba membuka tali-tali bom itu dengan tangan gemetar. "Tolong… jangan mati… jangan mati…"

Tiba-tiba BRAK! Arthur menyekap Elena dari belakang, menodongkan pistol ke pelipisnya.

Alejandro yang baru sampai di pembatas ruangan itu, langsung mempercepat langkahnya untuk menyelamatkan elena.

Alejandro maju dengan mata liar, namun...DUK! DUK! beberapa anak buah Arthur memukulnya dari belakang. Alejandro berbalik dan menyerang mereka kembali.

Orang-orang itu langsung mengeluarkan senjata tajam dari belakang saku celana mereka dan mengarahkan benda runcing itu kearah alejandro yang sudah pasang badan.

Orang-orang itu melakukan perlawanan bertubi-tubi. Jaket pria itu robek bagian punggung nya karena tersayat pisau belati.

Sementara itu, Arthur terus menyekap leher elena dan mengarahkan pistolnya ke kepala gadis cantik itu sehingga membuat elena menangis ketakutan.

Fokus alejandro pecah saat melihat gadis itu menangis sedangkan keningnya terluka sehingga membuat pria itu lengah dan berhasil dijatuhkan dengan serangan dari belakang.

Alejandro terjatuh. Tangan kuat itu ditarik dan diborgol ke belakang, tubuhnya dipaksa berlutut di depan Arthur.

Arthur membungkuk dan mencengkram rahang Alejandro kasar.

"Jangan berlagak hebat," bisiknya ke telinga Alejandro, "kau hanya bodyguard amatir!"

Alejandro meludah darah ke tanah, tatapannya tak pernah goyah.

Arthur berdiri dan memegang kontrol detonator di satu tangan, sementara yang lain menarik tubuh Elena agar berdiri.

"Pilih, Elena," katanya dingin. "Kau tembak Alejandro… atau kau lihat ayahmu tercabik oleh bom ini. Kau tahu kan kalau aku tidak main-main."

"Kau harus tahu kalau dia adalah seorang penghianat, elena! Dia pasti ingin membunuh ayahmu," Hasut Arthur pada gadis itu.

Elena lekas menggeleng cepat "tidak, kaulah pembunuh yang sebenarnya, kau yang telah membunuh Kirana, sahabat ku!" Pekik elena histeris.

Arthur tak terusik dengan tuduhan itu, pria itu menyunggingkan senyuman seringai nya sedangkan Tangannya mengangkat pistol… dan memberikannya ke tangan gemetar Elena.

"Cepat. Aku akan menghitung sampai tiga."

Sementara itu, Alejandro menatap Elena. bukan dengan ketakutan, melainkan dengan kesedihan.

"Elena… percayalah padaku. Aku… bukan musuhmu.”

Air mata Elena jatuh. Tangannya gemetar. Matanya berpindah dari Alejandro… ke ayahnya… dan ke Arthur.

"SATU…"

"DUA…"

Tangan Elena gemetar hebat. Pistol di tangannya terasa begitu berat, seperti membawa beban seluruh dunia. Matanya berkaca-kaca, napasnya terengah. Alejandro masih menatapnya...tidak dengan amarah, tidak dengan kecewa...hanya ketenangan dan pengertian.

"Lakukan, Elena… kalau itu satu-satunya cara."

Suara Alejandro pelan, nyaris seperti bisikan terakhir.

"TIGA!"

DOR!!!

Tapi bukan Elena yang menarik pelatuknya.

Suara tembakan datang dari arah belakang Arthur. Dan tepat setelah itu...

BRAKKKK!!!

Pintu gudang tua itu terhempas terbuka. Asap mengepul. Cahaya menyorot masuk.

"TURUNKAN SENJATA KALIAN!!!"

Suara berat dan dingin milik Sean Rajendra menggema, diikuti langkah sepatu belasan anggota Black Panther yang masuk bersenjata lengkap.

Ryuga muncul dari tengah asap, berdiri tegak bersama Kinara yang mengenakan hoodie gelap, rambutnya dikuncir mirip sekali dengan mendiang Kirana.

Arthur yang melihat Kinara tersentak dan terbelalak seolah melihat hantu.

"K-Kirana?! Kau… kau mati! Aku yang..."

"Namaku bukan Kirana," ujar Kinara dengan nada dingin. "Tapi aku akan jadi mimpi burukmu malam ini."

Ryuga langsung bergerak cepat, menembakkan peluru ke arah senjata di tangan Arthur, membuat pistol itu terlepas. Para anak buah Arthur panik dan langsung berusaha menyerang, namun pasukan Black Panther tak memberi celah.

Kinara berlari menuju Elena, melepaskan borgol di tangan Alejandro, lalu membantu Elena yang menangis histeris mendekat ke ayahnya.

"Bom ini harus dilepas sekarang!" seru Elena.

Sean melangkah maju, membuka jaketnya dan mengambil alat penjinak.

"Beri aku waktu tiga puluh detik."

"Kau masih beruntung dan sebagai ganti nya kau harus mempertanggung jawabkan semua perbuatanmu, tuan wigantara. Orang nomor satu di negeri ini," ucap Sean berdecih lalu melakukan tugasnya.

Ryuga berdiri di belakangnya, menjaga punggung ayahnya. Arthur berusaha kabur, namun Alejandro, dengan tubuh terluka dan penuh amarah, menariknya jatuh.

"Kau belum selesai denganku," bisik Alejandro lirih.

PLAK! BUGHH!

Satu pukulan telak membuat Arthur pingsan.

Sean akhirnya berhasil menjinakkan bom. Ledakan yang nyaris mengakhiri semuanya kini tinggal denting detik yang tak sempat berbunyi. Elena memeluk ayahnya dengan air mata dan napas tersengal.

"Ayah...kau baik-baik saja?"

Adalrich Wigantara tak mampu menjawab. Tubuhnya lemah, suara tenggorokannya serak. Tapi air matanya jatuh, untuk pertama kalinya di hadapan putri yang ia tinggalkan dan tak dia pedulikan begitu lama.

Alejandro menatap mereka berdua, lalu menoleh ke arah Kinara, seolah Kirana hidup kembali.

"Terlambat untuk menebus semua… tapi belum terlambat untuk memperbaiki yang tersisa," gumam Alejandro.

Sean Rajendra mengangguk pelan dari kejauhan.

"Sudah kukatakan, jangan lengah." ucap Sean menatap tajam kearah alejandro.

Malam itu… bukan hanya ledakan bom yang dicegah. Tapi juga ledakan dendam, luka, dan rahasia yang akhirnya terbuka.

1
Mamimi Samejima
Terinspirasi
Rock
Gak nyangka bisa sebagus ini.
Rya_rii: terima kasih 😊
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!