Spin-off dari Istri Amnesia Tuan G
Dalam beberapa jam, Axello Alessandro, seorang aktor terkenal yang diidamkan jutaan wanita jatuh ke titik terendahnya.
Dalam beberapa jam, Cassandra Angela, hater garis keras Axel meninggal setelah menyatakan akan menggiring aktor itu sampai pengadilan.
Dua kasus berbeda, namun terikat dengan erat. Axel dituduh membunuh dua wanita dalam sehari, hingga rumah tempatnya bernaung tak bisa dipulangi lagi.
Dalam keadaan terpaksa, pria itu pindah ke sebuah rumah sederhana di pinggiran kota. Tapi rumah itu aneh. Karena tepat pukul 21.45, waktu seakan berubah. Dan gadis itu muncul dengan keadaan sehat tanpa berkekurangan.
Awalnya mereka saling berprasangka. Namun setelah mengetahui masa lalu dan masa kini mereka melebur, keduanya mulai berkerjasama.
Cassie di masa lalu, dan Axel di masa kini. Mencoba menggali dan mencegah petaka yang terjadi.
Mampu kah mereka mengubah takdir? Apakah kali ini Cassie akan selamat? Atau Axel akan bebas dari tuduhan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Joy Jasmine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21 ~ Pisau Taktis
"Kapt." Salah satu anggota tim Divex yang bernama Indira Vale refleks memanggil saat Ronan mendekat.
"Elora ada ke sini?"
"Belum, Kapt!"
Ronan mengangguk pelan, pria itu memilih berjalan ke pantry kecil mereka di sudut ruangan. Beberapa saat kemudian, pria itu telah kembali dengan dua gelas kopi di tangannya.
"Wah, Kapt! Terima kasih banyak." Anggota tim lain yang bernama Luca Raines sudah mengulurkan tangannya duluan ke arah Ronan, namun pria itu segera menghindar.
"Bukan untukmu!" ujar Ronan dengan gaya datar khasnya. Pria itu segera berjalan pergi meninggalkan Luca yang menatap dalam diam.
Ia menyentuh dagunya pelan. "Wah, wah. Kapten mulai berinisiatif!"
Dengan pemikiran seperti itu, Luca segera berlari ke arah Indira. "Heh, mungkin sebentar lagi tim kita tidak akan sekaku ini lagi!"
"Apa maksudmu?" tanya Indira dengan kening berkerut.
"Kapten membuat kopi dan membawanya keluar! Sepertinya mau menemui Elora."
Indira yang sebelumnya bingung itu akhirnya menatap datar. "Astaga, aku kira apa. Kapten juga pernah membuat kopi untukku."
"Hah? Lalu kenapa aku tidak pernah dibuatkan?"
"Kamu tanya sendiri saja sama orangnya!"
Luca merasa tidak terima, pria itu mencari adik termuda mereka. Namun tak menemukan siapa pun. Saat itu ia melihat ujung rambut dari bawah meja, pria itu menggeleng pelan.
"Riven!" Luca memanggil dengan suara cukup keras, membuat pria yang tengah menunduk di bawah meja itu sedikit tersentak.
"Kebiasaan! Kenapa tidak makan di atas meja saja? Tidak ada yang mau berebut denganmu."
Riven hanya mengangkat bahu, dengan acuh tak acuh ia melanjutkan suapan mi cup instannya. Melihat itu, Luca lagi-lagi menggeleng. Namun pria itu tetap mendekat.
"Eh, apa kapten pernah membuatkanmu kopi juga?" tanya Luca dengan wajah penasaran. Ia yakin tidak pernah, ia yang lebih senior saja tidak pernah. Namun anggukan kepala Riven membuatnya menganga tidak percaya.
Wah, sang kapten benar-benar tidak adil.
...
Lampu putih terang menyinari meja kerja Elora yang penuh dengan hasil uji laboratorium. Di dinding, layar menampilkan grafik hasil spektrometri. Ronan memasuki ruangan sambil membawa dua gelas kopi buatannya.
"Kapt." Elora yang menoleh sejenak saat mendengar pintu ruangan terbuka menyapa pimpinannya itu.
"Bagaimana?” tanya Ronan sembari menaruh gelas kopi ke atas meja sang bawahan.
“Terima kasih, Kapt. Kebetulan saya baru saja menyelesaikan uji spektrometri.”
Elora membalikkan badan, menyerahkan selembar hasil laboratorium. "Di dalam jaringan luka, saya temukan partikel logam yang tidak umum. Campuran titanium dan karbon dengan jejak silikon. Komposisi seperti ini enggak umum ditemukan di pisau dapur. Ini kemungkinan besar berasal dari pisau taktis, jenis yang biasa dilapisi Diamond-Like Carbon atau Titanium Nitride.”
Ronan mengambil kertas itu dan membacanya. “Pisau taktis? Kamu yakin bukan pisau dapur biasa?"
Elora mengangguk. Sementara Ronan tampak berpikir. "Itu artinya semacam pisau militer?"
"Tidak selalu militer, Kapt. Tapi sering dipakai untuk survival gear. Desainnya multifungsi dan tahan banting. Pisau jenis ini bisa dibawa siapa saja, terutama mereka yang terbiasa di lapangan atau butuh alat praktis yang kecil tapi mematikan."
Luca yang baru masuk ke dalam ruangan mengalihkan perhatian mereka. Pria itu menjelaskan sembari masuk ke dalam pembahasan.
Ronan memandang Luca, keduanya teringat saat siang tadi kembali olah TKP. Luca yang peka langsung mengeluarkan foto dari apa yang mereka temukan.
"Ini... Ini jelas bekas goresan pisau bergerigi. Pisau dapur jarang memiliki desain bergerigi." Elora langsung memberikan kesimpulan saat melihat goresan di kusen pintu tersebut.
"Dari bentuk luka korban juga terlalu rapi. Pisau dapur biasanya lebih tumpul di bagian ujung, dan logamnya pun berbeda. Ini luka dangkal, tapi terarah, seperti tusukan yang dikontrol. Bukan serangan panik. Pelakunya tahu persis apa yang dia lakukan.”
Ketiganya mulai berpikir dengan kerutan masing-masing di dahi.
"Itu artinya kita bisa mulai mencari dari siapa saja yang memiliki pisau itu," ujar Luca yang diangguki Elora.
"Tepat. Kalau kita bisa temukan siapa yang punya pisau taktis dengan pelindung seperti ini… kita bisa mengerucutkan daftar tersangka."
.
.
.