Jia, gadis periang yang tumbuh di balik bayang-bayang perfeksionis sang ibu, sedangkan Liel, pemuda pendiam dan berusaha menjaga jarak dari dunia yang tidak pernah benar-benar dia percaya.
Mereka tidak pernah menyangka, bahwa dimulai dari sekotak rokok, pertemuan konyol di masa SMA akan menarik mereka ke dalam derita penuh luka.
Kisah manis yang seharusnya tumbuh dan tampak biasa, justru menemukan kenyataan pahit. Cinta mereka yang terhalang, rahasia keluarga, dan tekanan dari orang-orang berpengaruh di sekitar mereka, membuat semuanya hancur tanpa sisa.
Mampukah Jia dan Liel bertahan dalam badai yang tidak mereka minta? Atau justru cinta mereka harus tumbang sebelum sempat benar-benar tumbuh?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Avalee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rumah Kaca yang Mengiris Hati
Siapapun yang masuk ke rumah kaca Jia, pasti takjub dengan keindahan yang ada di dalamnya. Terdapat rak buku, dua buah meja bundar kecil dan sepasang kursi berwarna putih.
Rumah kaca itu dihiasi berbagai jenis tumbuhan dan bunga mawar kesukaan ibunya Jia. Pemandangan yang menakjubkan, begitu asri, bersih, dan selalu dirawat dengan baik oleh tukang kebun profesional langganan ibunya.
Kekaguman yang luar biasa pada tempat tersebut pun tidak dapat disembunyikan Liel. Dia seakan tersihir dengan keindahan yang ada.
Aroma bunga mawar yang manis dan tidak terlalu menyengat, menusuk hidungnya, kini membuat Liel sedikit tenang, hingga dia lupa, tujuan awal menemui Jia.
“Ehem!!! Mengapa menemuiku lagi?” Jia memecah keheningan.
Liel terkejut seraya berhenti memegang bunga mawar berwarna merah muda. “Ah iya, i–itu … karena kamu mengabaikanku, aku khawatir.”
“Pulanglah, jangan menambah beban pikiranku!!” Dorong Jia sembil mengarahkan Liel ke arah pintu keluar.
Liel menahan dorongan Jia dan memegang lembut tangannya. “T-tunggu Jia, bukankah sudah kukatakan padamu biarkan aku memikirkan solusinya.”
Jia seketika tertawa. Tawa palsunya terdengar hampa. “Solusi?? Foto berdua dengan kay, apakah itu yang kamu maksud?”
“Aku bahkan baru tahu foto tersebut kay ambil secara diam-diam—”
Jia menyela dengan kasar, tidak memberikannya kesempatan untuk bicara. “Namun karena foto tersebut, diriku menjadi dibandingkan dengan kay, dikatakan merebutmu darinya!! Kita belum memulai apapun, namun, tetap saja aku yang menjadi target terbaik untuk dirundung sepanjang tahun ini!!! Beruntunglah aku masih waras!!!”
Liel terdiam, tanpa berkata apapun, dia menarik tangan Jia, sehingga dia terjatuh dalam pelukan Liel. Rasa bersalah mengakar hebat di hati Liel hingga dia meminta maaf berulang kali.
Tubuh Jia gemetar, bukan karena kedinginan, hanya saja dia tidak kuasa menahan tangisnya yang pecah. Namun, perlahan Jia mendorongnya, berharap Liel melepaskan pelukannya, namun pelukan tersebut justru semakin erat. Jia segera memukul dadanya yang bidang dengan sekuat tenaga agar Liel melepaskannya.
Sambil menahan isak tangis, Jia memohon kepadanya untuk tidak menahannya lagi. Namun, dengan sabar Liel menunggu Jia untuk tenang. Jia tahu bahwa Liel menahan sakit akibat semua pukulan darinya.
Ketika dirasanya, Jia sudah cukup tenang, perlahan Liel melepaskan pelukannya, lalu memegang kedua tangannya. “Tetaplah seperti ini, jangan menjauhi ku, aku butuh waktu untuk melawannya.”
“Diam!! Jika kamu memang peduli padaku, setidaknya sekali saja aku bisa melihat bahwa kamu ada dipihakku!! Bahkan membelaku di sekolah!! Namun, aku tidak melihat itu!!!”
Liel mendongak ke atas, melihat langit biru dari atap rumah kaca, sebelum akhirnya menatap Jia kembali. “Katakanlah begitu, namun untuk saat ini, kita hanyalah anak SMA biasa, apa yang dapat kita lakukan? Kamu pun tahu kay tidak tersentuh! Jadi, tunggu lah aku sampai saat itu tiba.”
“Jadi maksudmu, aku harus menunggu seraya mendengar cemooh yang tidak masuk akal, sementara kamu bersama kay di depan umum???” Jawabnya ketus dengan mata yang melotot.
“Tidak seperti itu Jia! Sekarang, aku mungkin terlihat egois karena hanya ingin terus berhubungan baik denganmu.”
Jia terdiam cukup lama, Liel kembali memegang tangan Jia, namun Jia menepisnya dengan kasar. “Sudahlah, kita lupakan saja! Aku tidak melihat masa depan itu ada untuk kita.”
Wajah Liel berubah, kekecewaan terpancar di wajahnya. “Dengar!! Untukmu, aku akan membuatnya menjadi ada.”
“Pergiii!! Aku muak dengan janjimu!!! Usir Jia seraya menunjuk pintu keluar.
Liel terdiam seraya berjalan menuju pintu. Namun langkahnya terhenti saat mencoba mengatakan sesuatu. “Ingatlah, tujuan akhirku adalah dirimu, percayalah!”
Sebelum Liel berbicara kembali, Jia segera menutup telinganya. Hatinya menjadi ciut, tidak bernyali. Liel menyadari, bahwa perlakuan yang baru saja Jia lakukan padanya, memang pantas dia terima. Namun, tetap saja dia merasakan sakit yang luar biasa dan tidak tahu ada di bagian mana lukanya.
Meski berat, Liel beranjak pergi dengan kehampaan dan keputusasaan. Dia tidak lagi menoleh ke arah Jia, sedikit pun.
Namun yang Liel tidak tahu, bahwa dirinya meninggalkan sepenggal janji, membuat secercah harapan semu, untuk menggoyahkan hati Jia, lagi.