Pernikahan yang terjadi karena hamil duluan saat masih SMA, membuat usia pernikahan Ara dan Semeru tidak berjalan lama. Usia yang belum matang dan ego yang masih sama-sama tinggi di tambah kesalah pahaman, membuat Semeru menjatuhkan talak.
Setelah 7 tahun berpisah, Ara kembali bertemu dengan Semeru dan anaknya. Namun karena kesalah fahaman di masa lalu yang membuat ia diceraikan, Semeru tak mengizinkan Ara mengaku di depan Lala jika ia adalah ibu kandungnya. Namun hal itu tak membuat Ara putus asa, ia terus berusaha untuk dekat dengan Lala, bahkan secara terang-terangan, mengajak Semeru rujuk, meski hal itu terkesan memalukan dan mudahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
IKUT AKU
Hari ini, Ara kembali bersekolah. Dia mendapatkan izin cukup lama karena masih berduka dan alasan kesehatan. Untung saja selama 7 hari ini, Salsa, teman baiknya itu selalu menginfokan jika ada tugas, sehingga saat masuk, Ara sudah langsung bisa mengumpulkan tugas-tugasnya.
Meru yang baru tahu jika Ara sudah sekolah, langsung mendatangi kelas cewek itu saat jam istirahat. Meletakkan sebungkus roti dan sekotak susu di atas meja Ara. "Makan dulu."
"Makasih," Ara mengambil susu coklat lalu meminumnya.
"Kenapa gak bilang kalau hari ini udah masuk? Tahu gitu tadi pagi aku jemput."
Ara menggeleng. "Gak usah, aku gak mau ngerepotin kamu."
"Kamu gak pernah makan atau gimana sih, kamu makin kurus," Meru memperhatikan wajah Ara yang semakin tirus.
"Gak ada uang."
"Astaga!" Meru berdecak pelan.
"Aku hanya becanda," Ara tersenyum. "Aku makan kok tiap hari, aku masih belum pengen mati."
"Nanti pulang sekolah, aku antar. Oh iya, kalau ada materi yang gak kamu fahami karena gak masuk 1 minggu, nanti aku ajarin."
Ara mengangguk, " Makasih." Selama ini, Ara memang selalu minta ajar Meru saat ada materi yang tidak ia fahami. Mungkin dalam satu kelas, hanya Ara yang tidak les, jadi saat ia mendapatkan kesulitan dalam pelajaran, hanya Meru satu-satunya orang yang bisa ia mintai bantuan.
Saat jam pulang, Meru menunggu Ara di parkiran. Selalunya memang ia yang lebih dulu sampai disana. Pahamlah, cewek kalau mau pulang, pasti rapi-rapi dulu, sisiran atau lainnya.
"Kita nyari makan dulu ya," ajak Meru saat Ara sudah tiba di parkiran. Melihat Ara yang makin kurus, yang ada di otaknya hanya pengen ngajak Ara makan mulu. Mengambil helm, memasangkan di kepala kekasihnya tersebut.
"Aku mau langsung ke makam ayah."
"Kita makan dulu."
"Aku gak lapar, tadi udah sempat makan bareng Salsa, ia bawa bekal banyak dari rumah."
"Bohong," tebak Meru.
"Sumpah." Kali ini Ara memang tak bohong. Ia memang tak ada selera makan, tapi setiap hari selalu memaksakan diri makan mengingat ada janin di dalam perutnya. "Antar saja ke makam ayah."
Meru mengangguk, lalu mengantar Ara ke tempat pemakanan ayahnya. Ara langsung turun saat sudah sampai di depan pemakaman. Melepas helm lalu menyerahkan pada Meru.
"Kamu gak papa sendirian, atau mau aku tungguin?" tawar Meru.
Ara mengambil sesuatu dari tas bagian depannya, menyerahkan pada Meru.
"Belum kamu minum?" Meru kaget melihat pil penggugur kandung yang dulu ia berikan pada Ara dikembalikan. Setelah hari itu, Ara berduka, jadi ia tak pernah menanyakan soal pil tersebut.
"Aku gak mau gugurin anak ini, Ru," Ara menyentuh perutnya.
"Maksud kamu?" Meru mengerutkan kening. "Kamu mau mempertahankan anak itu?" nada bicaranya mulai berubah, agak meninggi.
"Iya."
"Gila kamu, Ra!" bentak Meru. "Kita masih sekolah. Kamu mau dikeluarin dari sekolah hah? Kita tinggal menunggu ujian setelah itu lulus, bisa-bisanya kamu mau mengorbankan sekolah yang hampir 3 tahun demi janin itu."
"Aku tidak mau jadi pembunuh," mata Ara mulai berkaca-kaca. "Aku gak mau jadi pecundang. Aku telah melakukan kesalahan, dan aku akan bertanggung jawab untuk itu."
"Tanggung jawab? Bulshit!"
"Terserah kamu mau ngomong apa."
"Masa depan kita dipertaruhkan disini, Ra. Ayolah, gunakan otak kamu untuk berfikir. Masa depan kita masih panjang. Kita masih harus lanjut kuliah."
"Tenang aja, Ru, aku gak akan minta pertanggungjawaban dari kamu kok. Aku akan melahirkan dan membesarkan anak ini sendiri."
"Itu pemikiran makin gila lagi, konyol," bentak Meru yang mulai emosional. "Kamu fikir hamil diluar nikah itu gampang hah? Kamu akan dihujat banyak orang, kamu akan dikeluarkan dari sekolah, dan masih banyak lagi konsekuensi yang harus kamu tanggung."
"Keputusanku udah bulat, aku gak mau gugurin anak ini. Aku gak mau jadi pembunuh." Hari ini hari ulang tahun ayahnya. Ara ingin mengabulkan permintaan ayahnya, menjadi orang yang lebih baik. Ia pernah sangat mengecewakan, semoga saja dengan menjadi orang yang bertanggung jawab, ayahnya bisa sedikit bangga padanya.
"Ara!" Meru berdecak kesal. "Please jangan seperti ini," meraup wajah dengan kedua telapak tangan sembari membuang nafas kasar.
"Sekali lagi, aku gak akan minta pertanggungjawaban kamu, Ru."
"Tapi masalahnya, semua orang akan langsung tahu jika itu anakku kalau kamu ketahuan hamil. Aku tetap akan kena masalah, Ra, ngerti gak sih."
"Kamu tinggal nyangkal, bilang ini bukan anak kamu. Aku akan menyembunyikan kehamilan ini. Kalau gak ketahuan sampai ujian, aku beruntung, kalau ketahuan dan dikeluarkan, aku bakal ambil paket C nanti. Aku sudah memikirkan tentang semua ini."
"Konsekuensi sosial, udah kamu pikirin?"
"InsyaAllah aku bisa menanggungnya."
"Tapi ma_"
"Keputusanku sudah bulat," potong Ara. "Dan mulai saat ini, kita putus."
"Ra!" seru Meru.
"Mulai sekarang, kita gak ada hubungan apa-apa lagi. Aku pergi dulu," Ara melangkah masuk ke area pemakaman.
"Ara, Ra!" teriak Meru, namun Ara sama sekali tak menoleh.
Brakk
Meru memukul bagian depan motornya sambil mengumpat berkali-kali. Ia fikir masalah sudah selesai setelah ia memberikan obat itu pada Ara, ternyata dugaannya salah. Menghidupkan mesin motor, meninggalkan pemakaman.
Motor Meru melaju dengan kencang di jalan ke arah rumah. Fikirannya kacau karena keputusan Ara yang ia anggap konyol. Mempertahankan kehamilan saat masih sekolah, bukankah itu kebodohan yang hakiki. Mungkinkah Ara yang hanya seorang yatim piatu, masih berusia remaja, bisa melahirkan dan merawat sendiri bayinya? Masalah ini sungguh membuatnya frustasi.
Meru tiba-tiba mengambil arah putar balik, kembali menuju pemakaman. Setelah memarkirkan motor, masuk ke area pemakaman dan mencari keberadaan Ara. Tampak Ara yang tengah bersimpuh di sebelah makam ayahnya sambil memeluk batu nisannya.
Ara kaget saat seseorang menarik lengannya. "Meru!"
"Ayo ikut aku!"
Tarikan Meru yang cukup kuat, membuat Ara berdiri. "Kemana?"
"Sudah, ikut saja," Meru menarik lengan Ara meninggalkan pemakaman.
"Kamu bilang kemana dulu," Ara berontak saat Meru hendak memakaikan helm.
"Pokoknya ikut saja."
"Enggak. Aku gak mau," Ara menggeleng kuat. "Kamu mau bawa aku ke tempat aborsi kan? Enggak, aku gak mau."
"Ikut!" bentak Meru, dengan kasar memaikan helm di kepala Ara.
nenjadi satu keluarga yg saling menghargai...
thor...
masih ngikut..
ngakak jgaa gara2 rujak .
masih ngikut..
eh akhirnya senyum2..
teeerharu...
bisa diambil pelajarannya
berat deh klau punya ipar kyak imel
semeru.....
semangat terus thor...
aq berusaha mbaca maraton ini cerita?