NovelToon NovelToon
Tetangga Idaman

Tetangga Idaman

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Romansa / Bercocok tanam
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Zhy-Chan

Arif Pradipta, begitu Emak memberiku nama ketika aku terlahir ke dunia. Hidup ku baik-baik saja selama ini, sebelum akhirnya rumah kosong di samping rumah ku di beli dan di huni orang asing yang kini menjadi tetangga baruku.

kedatangan tetangga baru itu menodai pikiran perjakaku yang masih suci. Bisa-bisanya istri tetangga itu begitu mempesona dan membuatku mabuk kepayang.
Bagaimana tidak, jika kalian berusia sepertiku, mungkin hormon nafsu yang tidak bisa terbendung akan di keluarkan paksa melalui jari jemari sendiri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

²¹ Mual

"Saya sudah izin satu minggu tidak masuk kantor.

" Atauuu... Tuan Alex yang sedang menghubungimu, Mas?" tanyaku penuh selidik.

Aku terkejut, tiba-tiba Mas Nata mengurangi kecepatan laju mobil dan menepikan mobilnya di pinggir jalan. Dia memutar duduk nya ke samping kiri, menghadap ku.

"Sayang, jika saya berhenti dari perusahaan tersebut dan jadi pengangguran untuk beberapa saat, apa kamu masih mau menerimaku?" tanya Mas Nata dengan wajah serius.

"Mas mau taubat dan nggak mengulangi kesalahan yang sama?"

"Iya, saya janji tidak akan memenuhi permintaannya lagi."

Aku terdiam. Bisakah aku menerima Mas Nata apa adanya seperti dulu? Bukan masalah jadi penganggurannya, tapi masalah kepercayaan yang sudah dinodai nya.

Aku jadi teringat kata-kata Mas Nata tadi malam,

"Saya hanya sedikit melampiaskan kekecewaan yang tidak bisa saya tunjukkan di hadapanmu, Rif. Saya kesal, saya marah pada diri sendiri. Saya frustasi waktu itu, tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Tidak tahu harus meluapkan emosi itu ke mana, hingga datanglah seorang Alex Fernando."

Ku putar kembali rekaman audio yang semalam tersimpan dalam ingatanku. Kira-kira hal apa yang membuat Mas Nata frustasi hingga melakukan hal gila seperti ini? Aku jadi penasaran.

"Rif, Sayang."

Mas Nata menggenggam tanganku dan mengayunkannya. Membuat lamunanku terputus dan jiwaku kembali menapak bumi.

"Kamu mau 'kan, Sayang, memaafkan saya? Kita mulai dari awal lagi. Kita hapus kesedihan-kesedihan yang pernah tercipta. Saya berjanji akan berusaha membahagiakanmu, lebih bahagia dari sebelumnya."

Mas Nata menatap netraku lekat. Pada maniknya yang berkaca-kaca, aku bisa melihat jika kata-kata yang di ucapkan suamiku kali ini tulus.

"Maaf, Mas. Saya belum bisa menjawabnya sekarang. Saya masih syok, masih butuh waktu untuk menenangkan hati dan pikiran."

Ku buang pandangan ke samping, ke arah kaca jendela mobil berwarna hitam. Dari sini, aku bisa melihat apa saja yang berada di luar sana. Sementara orang-orang yang wara-wiri di sekitar trotoar tidak bisa melihatku.

Jika berlama-lama menatap manik Mas Nata, bisa-bisa aku jadi lemah dan menuruti apa yang dia mau begitu saja.

"Ok, saya akan menunggu mu, Sayang."

Mas Nata kembali ke posisinya semula dan bersiap-siap melajukan mobil lagi. Tidak seperti ketika berangkat ke bogor bersama Arif kemarin, perjalanan kali ini terasa lebih lama.

Membawa mobil di kawasan macet, mas Nata tidak bisa leluasa salip sana salip sini. Mobil melaju dengan kecepatan dua puluh kilometer per jam, di tambah sebentar-sebentar berhenti membuat semua badan ku terasa pegal.

Meski mobil ini ber-AC, entah kenapa aku masih saja merasa gerah dan mencium aroma asap kendaraan. Perutku terasa mual karenanya.

"Mas, ada plastik?" tanyaku sambil menutup mulut menggunakan telapak tanganku sendiri.

"Plastik?" Mas Nata mengernyitkan alis.

"Iya, plastik hitam. Saya pengen muntah."

Mendengar keluhku, lelaki yang berada di belakang kemudi itu langsung panik.

"Yang, kamu kenapa? Sakit lagi?"

"Plastik... plastik."

Rasanya cairan menjijikkan itu sudah hampir keluar dari perutku, tidak ada waktu untuk menjawab pertanyaan basa-basi Mas Nata. Pria itu semakin panik dan segera mencari benda yang ku maksud.

"Ini, Yang."

Suamiku itu mengambil plastik bekas yang ada di jok belakang. Masih terlihat bersih, tapi aku membayangkan jika plastik itu adalah plastik bekas pembelian alat pengaman yang berada di kamar hotel kemarin dan itu semakin membuatku merasa mual.

"Hoek, hoek!"

Aku memuntahkan seluruh isi perut ku ke dalam plastik yang tengah di pegang Mas Nata menggunakan kedua tangannya. Dia menatap miris ke arah wajahku.

Aneh, perasaan aku sudah memuntahkan semuanya, tapi kenapa plastik itu masih tetap ringan tanpa isi?

"Yang, kamu mual?"

"Iya, tapi kok nggak ada makanan yang ku muntahkan ya? Padahal rasanya sangat mual."

Aku kembali menghempaskan punggung ke sandaran jok. Lemas sekali rasanya.

"Mungkin kamu masuk angin, Yang. Dari pagi 'kan memang belum kemasukan makanan. Kita mampir restoran dulu aja yaa?"

"Enggak, Mas. Saya nggak nafsu makan. Ingin segera pulang dan istirahat di rumah saja."

Setelahnya, aku lebih memilih memejamkan mata dan menutupi wajah ku menggunakan penutup kepala pada hoodie yang tadi ku bawa. Aromanya segar sekali, aku suka. Aku menikmati aroma itu hingga tertidur.

"Yang, bangun. "

"Yang, bangun. Kita sudah sampai." Mas Nata membuka kain yang menutupi wajah ku dan menggoyang-goyangkan paha sebelah kanan hingga aku membuka mata.

"Kita sudah sampai, ayo turun." Dia mengulangi kalimatnya.

Aku pun menggeliat, meregangkan urat-urat pada tubuh. Mengernyit ketika menoleh ke luar jendela. Kata Mas Nata tadi, kami sudah sampai, tapi kok, ini bukan rumah ku? Ini lebih mirip ke tempat makan. Aku bermonolog sendiri, lalu menautkan alis ke arah suamiku.

"Iya, kita sudah sampai di restoran. Ayo turun."

"Lah, saya tadi 'kan sudah bilang kalau nggak nafsu makan, Mas?"

"Nafsu ngga nafsu, kamu harus tetap makan, Yang. Kalau nggak di kasih makanan, kasiiaaan...."

Kalimat Mas Nata mengambang, nadanya seperti tanda koma, tapi dia memaksa titik dan tidak melanjutkan kalimatnya.

"Kasian apa, Mas?"

"Ehm... hmm, ya kasian, nanti kalo masuk angin lagi, gimana?"

Pria itu keluar, kemudian mengitari mobil nya dan membantu ku membuka pintu di sebelah kiri. Ku taruh hoodie yang ada di pangkuanku pada jok.

Eh, aku baru ingat sesuatu. Itu 'kan hoodie milik Arif yang di pinjamkannya padaku kemarin? Jadi semalam dia pulang hanya menggunakan kaos lengan pendek saja. Seberapa kedinginannya dia? Ah, Arif... maafkan aku. Semoga kamu baik-baik saja sampai rumah Bulek Siti.

Ku lirik Mas Nata. Bukannya dia semalam bilang kalau cemburu pada Arif? Namun, tadi dia membiarkan aku memakai hoodie itu. Apa dia tidak menyadari jika itu punya Arif?

"Ayo."

Dia membuka telapak tangan nya untuk menyambut tanganku. Membantuku untuk turun dari mobil.

Di meja makan, sudah terhidang beberapa menu makanan yang kesemuanya adalah makanan kesukaanku. Ada cumi bumbu hitam, udang goreng tepung, dan gurami asam manis.

Biasanya aku langsung lahap makan, jika melihat makanan itu. Namun, kali ini benar-benar tidak berselera untuk menyentuhnya. Aku tadi sudah bilang tidak mau, tapi Mas Nata ngeyel memesan makanan itu.

"Ayo, Sayang, makan yang lahap. Ini 'kan makanan favoritmu. Apa perlu saya suapi?"

"Enggak. Saya bisa sendiri," jawabku pias.

Akhirnya aku mengambil nasi dan menyantap makanan itu, agar tubuh bisa kuat, karena untuk bersedih pun, kita juga membutuhkan tenaga, bukan?

Baru beberapa suap, aku sudah tidak tahan mencium aroma amis yang keluar dari makanan tersebut.

1
dnr
jangan" rifani hamil anaknya si arif lagi pas mkan mlam itu
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
bagus sekali ❤️❤️❤️
kalea rizuky
lanjut
kalea rizuky
nata belok
⁽⁽ଘ[🐾©️le🅾️🦋]ଓ⁾⁾
astaga...alex n Nata ternyata terong malam terong
Tutian Gandi
kan...bener kah dugaan q..kalo mereka itu belok kanan dan belok kiri ..🤔🤔
dnr
kyknya nata sma pa alex ada serong dah
Tutian Gandi
kok q curiga sama bos nya ya...jgn2 si nata ada belok nya kali y....
Ardiawan
mantap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!