Ketika Istriku Lelah

Setelah hampir dua jam berkeliling kota akhirnya Bimo memutuskan pulang. Dia berharap Audi sudah berada di rumah lagi.

"Audi pasti akan kembali. Dia sangat menyayangi Ghita. Tak mungkin tega meninggalkan putriku," ucap Bimo bermonolog pada dirinya sendiri.

Jam sepuluh pagi, akhirnya Bimo sampai lagi di rumahnya. Dia langsung keluar dari mobil dan berlari masuk. Dia melihat bibi sedang menggendong putrinya yang sedang menangis.

Bimo mendekati bibi. Mengambil alih Ghita. Dia mencoba menenangkan putrinya.

"Ghita kenapa, Bi?" tanya Bimo melihat putrinya yang menangis dengan terisak.

"Tadi non Ghita panggil-panggil mama. Mungkin mencari Bu Audi, Pak. Biasanya pagi-pagi Bu Audi yang menyuapi makan," ucap Bibi.

Bimo tampak menarik napas dalam. Dia tak tahu apa saja kebiasaan sang putri dan Audi. Yang dia lakukan hanya kerja, kerja dan kerja, sehingga apa yang dilakukan Ghita dan Audi di rumahnya tak ada yang dia ketahui.

"Apa Bibi sudah mencoba memberi makan seperti yang biasa Audi berikan?" tanya Bimo. Dia berharap putrinya akan mau makan jika menu yang sama.

"Sudah, Pak. Tetap saja tak mau," jawab Bibi.

Bimo lalu mencoba menenangkan putrinya kembali. Bibi yang melihat Ghita tetap menangis mengambil alih dari gendongan papanya. Bibi mencoba memberikan susu. Mungkin karena lelah menangis akhirnya bocah itu terlelap.

Bimo meminta bibi untuk menidurkan putrinya di kamar. Setelah meletakan Ghita di tempat tidur, bibi permisi untuk membantu Bi Imah memasak.

Bimo memperhatikan wajah putrinya. Matanya memerah karena menangis terlalu lama.

"Audi, kembalilah. Aku janji akan merubah sikapku. Padahal aku ingin memulai semuanya dari awal. Tapi kenapa kamu pergi?"

Bimo berjalan ke lemari pakaian. Dia membuka laci yang ada dalam lemari. Berharap ada petunjuk kemana perginya Audi.

Bukannya petunjuk yang dia dapatkan justru lebih mengejutkan. Dia melihat cincin pernikahannya dengan Audi dan ATM yang pernah dia berikan untuk gadis itu.

"Audi, apa ini berarti kamu memang ingin mengakhiri semuanya. Kamu pergi tanpa memberikan kesempatan kedua untukku?"

Bimo lalu melihat ada amplop. Dia membukanya. Terdapat sepucuk surat. Dia lalu membuka dan membaca isinya.

Bimo, maaf jika aku tetap mengambil keputusan untuk berpisah. Semoga kamu baik-baik saja kedepannya. Mungkin ini bakal jadi kalimat terakhir aku tentang kamu. Terima kasih telah memberi rasa notif'mu. Terima kasih mau mengenal pribadiku yang tidak semua orang tahu. Aku gagal dan hari ini aku berusaha ikhlas untuk semuanya. Maafkan aku, selama ini aku sudah berusaha menjadi yang terbaik untukmu. Tugasku telah usai dan selamat melanjutkan perjalananmu. Selamat tinggal untuk kisah kita.

Sekarang tak ada lagi aku dan kamu. Jaga dirimu dengan baik dan hiduplah dengan bahagia setelah terlepas hari buruk'mu bersamaku. Jangan lagi salah memilih orang yang salah seperti diriku yang hanya membuat kamu terluka. Aku menyayangi'mu dan berbahagialah dengan yang lain. Terima kasih untuk waktu yang telah kita lalui bersama. Mungkin tak akan mudah bagiku melupakan hari bersamamu. Aku juga tak akan mudah melupakan Ghita. Aku menyayanginya dengan tulus. Semoga aku dan kamu bertemu dengan akhir yang bahagia, meskipun dengan orang berbeda.

Bimo meremas surat itu setelah membacanya. Dia terduduk ke lantai. Tubuhnya terasa sangat lemah.

"Audi, apa sampai di sini pertemuan kita? Aku kira kau akan paham dan tak peduli akan kemarahan ku karena kita telah saling mengenal lebih hampir sepuluh tahun. Audi, kembalilah!" seru Bimo.

**

Di salah satu rumah yang berada di kota X, tampak seorang ibu sedang memasak buat putranya tercinta. Sudah empat tahun mereka menetap di kota ini. Tapi, tak pernah dia melihat anaknya membawa seorang gadis yang dikenalkan sebagai teman dekatnya.

Jam enam menjelang magrib, dia mendengar suara mesin mobil memasuki halaman rumah. Bu Dewi lalu berjalan menuju ruang tamu untuk menyambut kedatangan sang putra.

"Selamat sore menjelang magrib kesayanganku, bidadariku," ucap seorang pemuda.

"Kamu tuh harus mencari bidadari untuk hatimu, Daniel. Jangan bilang kalau kamu masih belum bisa melupakan Laura. Dia telah bahagia bersama suami dan anaknya. Kamu seharusnya mencari wanita pengganti dirinya," ucap Ibu Dewi.

"Ma, jodoh itu sudah di atur yang di atas. Aku bukannya belum bisa melupakan Laura, tapi memang belum bertemu gadia yang cocok. Gadis yang bisa membuat jantungku berdetak lebih cepat jika berada didekatnya," jawab Daniel.

Daniel membuka sepatunya. Dia langsung menuju dapur. Di atas meja telah tersedia beberapa macam lauk kesukaannya.

"Ma, aku sudah sering bilang, jangan masak banyak. Nanti Mama capek. Atau Mama minta tolong bibi aja yang masak, kenapa harus Mama. Aku pasti makan juga," ucap Daniel.

Daniel tahu jika yang masak semua itu adalah mamanya karena semua yang tersedia adalah masakan Padang, daerah asal Mama Dewi.

"Mama senang melakukan semua itu. Kerja mama cuma masak. Kalau tiduran aja nanti mama bisa sakit," ucap Mama Dewi.

"Asal jangan sampai kecapean aja," jawab Daniel akhirnya. Ibunya tak akan bisa di larang untuk melakukan sesuatu.

Daniel kembali ke ruang keluarga. Sedangkan Mama Dewi menyelesaikan masakan yang tadi tertunda. Di rumah mereka ada satu orang yang membantu mamanya. Tapi hanya mencuci piring dan membersihkan rumah. Selain itu Mama Dewi kerjakan sendiri.

Daniel membuka laptopnya. Dua hari lalu dia membuka lowongan pekerjaan buat posisi sekretaris. Dia ingin memeriksanya. Sekretaris lamanya akan berhenti karena hamil tua.

Daniel membuka satu persatu email yang masuk. Hingga dia tertarik dengan satu nama.

"Audi Mutia Putri. Sepertinya ini cocok untuk jadi sekretaris'ku," gumam Daniel dalam hatinya.