Berawal dari ganti rugi, pertengkaran demi pertengkaran terus terjadi. Seiring waktu, tanpa sadar menghadirkan rindu. Hingga harus terlibat dalam sebuah hubungan pura-pura. Hanya saling mencari keuntungan. Namun, mereka lupa bahwa rasa cinta bisa muncul karena terbiasa.
Status sosial yang berbeda. Cinta segitiga. Juga masalah yang terus datang, akankah mampu membuat mereka bertahan? Atau pada akhirnya hubungan itu hanyalah sebatas kekasih pura-pura yang akan berakhir saat mereka sudah tidak saling mendapatkan keuntungan lagi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
"Tuan, di depan ada Tuan Arvel yang ingin bertemu Anda," kata Yosep sopan.
"Suruh dia masuk."
"Baik, Tuan."
Selang beberapa detik, Brian menghentikan pekerjaannya saat melihat Arvel sudah berdiri di depannya. Tatapan lelaki itu begitu menelisik karena baru kali ini Arvel datang ke kantor.
"Ada apa?" tanya Brian langsung.
"Kak, aku ingin bicara sama kamu," balas Arvel. Duduk di depan Brian dengan tenang.
"Kalau bukan hal penting, lebih baik pergilah. Aku sibuk." Brian mengambil salah satu berkas yang tergeletak di meja.
"Ini tentang Lily."
Mendengar nama Lily disebut, Brian langsung duduk tegak dan menatap Arvel penuh selidik. Sementara Arvel masih saja tenang tanpa merasa takut pada lelaki yang merupakan sepupunya itu.
"Ada apa dengan Lily?"
"Kak, aku dengar kalau kamu dan Lily itu hanya berpacaran secara pura-pura. Hanya untuk ganti rugi saja. Apa itu benar?"
Brian menatap Arvel tajam. "Siapa yang bilang padamu?"
"Ada. Kak Brian tidak perlu tahu itu. Kalau memang benar, bagaimana kalau aku lunasi ganti rugi itu. Bahkan, membayar dua kali lipat pun, aku mau. Asal Kak Brian lepaskan Lily," kata Arvel.
Brian duduk bersandar. Mengusap dagu sambil tersenyum meremehkan.
"Aku tidak menyangka kalau mentalmu sangat berani. Apa kamu pikir dengan kamu membayar ganti rugi itu, kamu bisa mendapatkan Lily dengan mudah? Tidak akan! Aku tidak akan pernah melepaskan Lily!" ujar Brian tegas. Begitu mengintimidasi.
"Tapi, Kak. Kasihan Lily. Dia pasti tersiksa. Dia tidak mencintaimu, Kak. Dia juga berhak bahagia."
"Lalu kamu pikir, kamu adalah orang pantas dan bisa membuat dia bahagia? Arvel, lebih baik kamu kubur saja mimpimu itu. Aku tahu kamu mencintaimu Lily sejak dulu bukan?" Brian tersenyum sinis.
Arvel menghela napas panjang. "Kak, aku memang mengagumi Lily sejak dulu. Sejak pertama kali kami saling mengenal. Aku pikir, setelah tinggal lama di luar negeri, aku bisa melupakan Lily, tapi nyatanya aku tidak bisa."
"Jadi, itu alasanmu kembali ke sini karena ingin mengejar cinta Lily?" tebak Brian. Arvel tidak menyahut. Hanya menanggapi dengan anggukan lemah. "Arvel walaupun kamu sepupuku, aku tidak akan melepaskan Lily kepadamu begitu saja."
"Kenapa, Kak? Bukankah Kak Brian tidak mencintai Lily? Aku akan membayar ganti rugi itu, Kak. Aku mohon, Kak. Lepaskan Lily. Aku berjanji akan membuat Lily bahagia." Arvel begitu memohon. Menangkup kedua tangan di depan dada. Namun, hal itu tetap tidak mengubah keputusan Brian.
"Lebih baik sekarang kamu pulang. Fokuslah pada karirmu dulu. Jangan membuat kecewa Om Danu dan Tante Yuni. Kamu masih terlalu muda. Seorang pria itu memiliki tanggung jawab yang besar kelak. Jadi, siapkan dirimu terlebih dahulu," kata Brian memberi nasehat.
"Kak ...."
Brian kembali menatap layar komputer. Sebagai tanda bahwa ia sudah tidak ingin melanjutkan perbincangan apa pun. Menyadari hal itu, Arvel pun segera pamit karena tidak ingin membuat Brian marah. Itu tidak akan baik.
Selepas kepergian Arvel, seketika suasana hati Brian mendadak buruk. Entah mengapa, ia merasa marah dan kesal mengetahui bahwa memang benar Arvel menyukai Lily. Ia sungguh tidak ingin ada pria lain yang memiliki Lily karena gadis itu hanyalah ....
"Tuan, Anda harus bergerak cepat. Nona Lily itu banyak yang naksir. Ada Tuan Rama dan Tuan Arvel yang mengejar Nona Lily, belum pria lain di luar sana. Kalau sampai Anda terlalu lama mengulur, maka Anda bisa saja dikalahkan oleh mereka," kata Yosep.
"Lalu aku harus bagaimana?" tanya Brian ketus.
"Sebagai lelaki sejati, Anda harus menunjukkan keseriusan Anda. Lelaki sejati tidak hanya bermodalkan bicara cinta saja, tetapi bukti nyata. Toko bunga dan cincin masih buka sampai sekarang, Tuan."
"Apa maksudnya aku harus melamar Lily?" tanya Brian bingung. Yosep mengangguk cepat. "Kalau begitu, pesankan untukku."
Yosep tersenyum simpul mendengar perintah Brian. Melihat senyuman asistennya itu, membuat Brian mengerutkan kening, bingung.
"Tunggu dulu. Jadi, aku melamar Lily?" tanya Brian memastikan. Yosep mengangguk lagi.
"Iya, Tuan. Secara tidak langsung, Anda mengakui perasaan Anda. Bahwasanya Anda telah jatuh cinta dengan Nona Lily."
"Yoseppp!!!" Suara Brian terdengar melengking.
"Saya kembali bekerja, Tuan." Dengan langkah lebar Yosep kembali ke meja kerjanya. Namun, dalam hati terkekeh sendiri melihat Brian yang terkadang mendadak lemot karena cinta. "Salah siapa, sudah cinta masih gengsi."
***
Lily baru saja sampai di toko, ia melihat Ines yang juga sudah sampai. Lily pun menyapa, tetapi Ines tidak menyahut sama sekali.
"Ines, elu kenapa?" tanya Lily bingung.
"Enggak papa. Gue enggak enak badan aja." Ines menjawab datar. Lalu melangkah pergi meninggalkan Lily.
"Kenapa tuh anak. Aneh banget." Lily bergumam lirih. Ia pun fokus bekerja. Kebetulan seharian ini mereka sangat sibuk. Hal itu juga membuat Lily merasa ada yang benar-benar berbeda dari Ines. Bahkan, sampai pulang pun, Ines masih bersikap tak acuh kepadanya.
"Nes, elu sebenarnya kenapa?" tanya Lily. Ia menahan langkah Ines yang sudah hampir naik ke motor. Bukannya menjawab, Ines justru menghempaskan tangan Lily dengan kasar.
"Gue mau pulang."
"Nes, jawab dulu. Elu kenapa? Apa gue salah sama elu?" Lily masih terus mendesak dan menahan Ines yang hendak pergi.
"Minggir lah! Gue mau pulang. Gue capek!
"Jelasin dulu, apa gue punya salah sama elu?" Lily tampak tidak tenang.
"Enggak. Elu enggak salah. Justru gue yang punya salah. Kesalahan gue adalah udah kenal elu!" Ines mendorong Lily lalu meninggalkannya begitu saja.
Lily hanya bisa menatap nyalang. Dengan sikap Ines yang seperti itu membuat Lily merasa sakit hati.
Dia kenapa aneh sekali? Emangnya gue salah apa?
kenapa Lily begitu syok melihat Om tampan datang yang ikut hadir dimalam itu 🤦