Fitri terpaksa bersedia ikut tuan Tama sebagai jaminan hutang kedua orang tuanya yang tak mampu mwmbayar 100 juta. Dia rela meski bandit tua itu membawanya ke kota asalkan kedua orang tuanya terbebas dari jeratan hutang, dan bahkan pak Hasan di berikan uang lebih dari nominal hutang yang di pinjam, jika mereka bersedia menyerahkan Fitri kepada sang tuan tanah, si bandit tua yang beristri tiga. apakah Fitri di bawa ke kota untuk di jadikan istri yang ke 4 atau justru ada motif lain yang di inginkan oleh tuan Tama? yuk kepoin...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arish_girl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sepotong roti dan air mineral
Intan mendorong pintu kamar Fitri, dia pun memeriksa rekan kerjanya itu apakah ada di dalam atau tidak. "maaf nyonya, Fitri tidak ada di dalam." kata Intan.
"oh tidak ada ya? Ya sudah, saya cari di lain tempat saja." Arumi menarik nafas, kecemasan juga kekecewaan terlukis di wajah tuanya.
Setelah memastikan Fitri tidak ada di dalam kamarnya, Arumi memutuskan untuk kembali ke depan. Begitu Arumi sampai di depan, Arumi bertanya kepada Susan. Arumi tahu, Susan adalah salah satu pekerja di rumah besar itu yang paling dekat dengan Fitri. "Susan, kamu lihat Fitri?" tanya Arumi.
"Nyonya Arumi, saya.. saya tidak tahu, nyonya. Saya tidak melihatnya." jawab Susan dengan suara tergugup.
"Kenapa kamu gugup, Susan? Saya hanya bertanya apakah kamu melihat Fitri?" dahi Arumi tampak berkerut, dia merasa heran melihat kegugupan di wajah Susan.
"enggak nyonya. Saya hanya terkejut saja." sahut susan dengan wajah tertunduk.
"Ya sudah, kalau kamu tidak melihat Fitri. Aku ke atas dulu." kata Arumi.
Arumi semakin gelisah karena dia tidak mendapati Fitri di manapun, bahkan rekan kerjanya tidak ada yang tahu kemana Fitri pergi. "Kamu ke mana Fit? tidak mungkin kamu pergi begitu saja dari rumah ini. Di luar rumah penjagaan sangat ketat, tidak mungkin kamu bisa keluar dengan mudah dari rumah ini." gumam Arumi.
"ada apa Mbak? cari siapa?" Tasya tiba-tiba muncul.
" tidak ada apa-apa. Itu bukan urusanmu" sahut Arumi dengan tidak ingin berbagi apapun tentang Fitri kepada adik madunya itu. Ini akan menjadi urusan dirinya dan Devan.
"ditanya baik-baik kok malah Jutek amat sih Mbak sungut Tasya kesal.
Tak menghiraukan ucapan Tasya Arumi terus saja berjalan hingga ke halaman, mencari keberadaan Fitri. Arumi merasa curiga ada sesuatu yang tak beres dengan pembantu barunya itu, sungguh hal yang mustahil jika sampai Fitri hilang di dalam rumahnya sendiri kecuali memang ada seseorang yang sengaja menyekapnya. Arumi harus segera menemukan Fitri di manapun berada, ini demi Devan cucunya. Arumi tahu kesembuhan Devan sangat bergantung dengan keberadaan Fitri. Bisa dikata Fitri adalah penyemangat bagi Devan dan Fitri juga adalah gadis pembawa hoki bagi Arumi. Tak bisa menemukan Fitri, Arumi akhirnya kembali ke kamarnya, ia sudah lelah karena kesana kemari. mencari Fitri.
"ada apa Ma?" suara juragan Wira memecah Lamunan Arumi yang sedang berdiri di balkon kamarnya. Arumi yang memandangi halaman luas dari balkon itu sambil mencari-cari Siapa tahu ia bisa melihat Fitri dari atas sana.
"Eh Papa." sahut Arumi, sekilas menoleh pada suaminya kemudian kembali terfokus pada tatapannya di halaman.
"sedang apa Ma?" tanya juragan Wira.
"Pah, Papa lihat Fitri nggak?" tanya Arumi.
"Fitri? Ada apa dengan gadis itu? apa dia membuat ulah di rumah kita?" tanya juragan Wira.
"bukan begitu, pa. Mama hanya dari kemarin tidak melihat gadis itu, Mama pikir mungkin hari ini dia pulang ke kampung halamannya." duga Arumi pulang kampung.
"Emang siapa yang mengijinkan dia pulang? Papa yang bawa dia kemari maka Papa pula yang akan mengizinkan dia untuk kembali ke kampungnya. Jika tidak, dia tidak akan bisa kemana-mana tanpa seizin papa." sahut juragan Wira.
Arumi hanya diam, jika suaminya saja tidak memberikan izin bagi Fitri untuk pulang dan keluar dari rumah itu itu, artinya Fitri masih berada di dalam rumah ini, tak berani banyak bicara mengenai hubungan Fitri dan Devan Arumi memilih untuk diam. Dia sudah berjanji pada Devan bahwa hubungan nya dengan Fitri hanya dia Devan dan Fitri yang tahu.
Memangnya ada apa dengan Fitri?kenapa Mama mencarinya?" tanya juragan Wira. Ia merasa aneh karena setahunya, Arumi adalah sosok wanita yang acuh dan tidak mau tahu urusan pembantu, namun kali ini Wira bisa menangkap kecemasan di wajah istrinya.
mama seharian ini tidak melihat keberadaan Fitri, mama merasa pegal di badan. Mama kepengen dipijitin gadis itu, Mama cari ke kamarnya tidak ada bahkan Intan, Lastri dan Susan juga tidak melihat keberadaan Fitri. Mama jadi cemas dan khawatir terjadi sesuatu pada gadis itu." Arumi berdalih, Ia tidak ingin kecemasannya terhadap Fitri yang ada hubungannya dengan Devan di ketahui suaminya.
"Mama yakin Fitri tidak ada ada?" debaran kecemasan juga terlihat di wajah juragan Wira.
Arumi mengangguk, mengiyakan pertanyaan suaminya.
Tanpa berkata lagi, juragan Wira langsung keluar dari kamar dan meninggalkan Arumi dengan tanda tanya besar yang belum terjawab.
Sementara di sebuah ruangan kecil yang pengap Fitri duduk lemas. Seharian Fitri tidak diberi makan dan minum bahkan semalaman Fitri merasakan dingin dan kegelapan seorang diri di dalam ruangan itu, bertemankan dengan beberapa hewan hewan kecil seperti serangga dan tikus yang berada di tempat itu. Keceriaan yang melekat pada sosok Fitri dalam kesehariannya, kini Gadis itu terlihat muram, kantong matanya menghitam dan membengkak yang menandakan semalaman Fitri kurang tidur dan menangis. Fitri masih terduduk membelakangi pintu dan bersandar di sana berharap ada seseorang yang akan menyelamatkannya dan membukakan pintu. "Ya Tuhan, apakah Nyonya Tasya melupakan saya di sini? gumam Fitri dalam hati. Seharusnya saya yang sedang dihukum ini diberi makan dan minum, saya adalah manusia Ya Tuhan, jika sampai tiga hari saya berada di tempat ini tanpa di beri makan, saya tidak tahu Apakah saya bisa bertahan atau tidak. Fitri berkata pada dirinya sendiri.
Tiba-tiba di tengah Lamunan itu, Fitri merasakan ada getaran pada daun pintu yang disandarinya, seperti ada seseorang yang tengah membukakan kunci. Dalam hati kecilnya, Fitri merasa bahagia, berharap agar ada yang membebaskannya dari tempat itu. Dengan kekuatan yang tersisa Fitri pun bangkit dan menggeser tubuhnya sedikit menjauhi pintu dan tiba-tiba, ceklek...!! pintu itu pun terbuka.
"Fit..., Fitri! aku datang sayang." Suara yang tak asing di telinga Fitri terdengar jelas, Fitri menatap ke arah pintu untuk melihat dan memastikan Siapa yang datang. "Tuan Tio!" gumamnya Lirih.
Tio melangkah santai, masuk ke dalam ruangan itu kemudian menutup kembali pintunya. Tio menatap Fitri sembari tersenyum menyeringai ke arah gadis itu.
"Untuk apa Tuan datang kemari?" tanya Fitri dengan suaranya yang lemah tak bertenaga.
"Tentu saja untuk melanjutkan kegiatan kita yang tertunda." sahut Tio dengan tersenyum menyeringai, menambah aura kengerian dan menakutkan di wajah pemuda itu.
Fitri membuang muka, ia paham betul dengan apa yang dimaksud oleh Tio. "Ya Tuhan.. Ya Tuhan kenapa pria ini harus datang lagi? hamba tidak punya tenaga untuk melawannya. Saya lebih baik mati di tempat ini daripada harus terkoyak bersama Pemuda yang tak beradab itu." gumam Fitri.
"Kenapa, Fitri? lu nggak suka lihat gue datang? elu Jangan cemas, gue datang bukan hanya untuk bersenang-senang sama lo, tapi gue ke sini bawa oleh-oleh untuk lo." Tio mengeluarkan sesuatu dari balik jaket yang ia kenakan. Sepotong roti dan segelas air minum kemasan berada di tangannya.
Fitri menoleh, tentu saja roti dan air mineral itu membuat Fitri menelan saliva, rasa lapar dan haus membuat Fitri mendekat pada Tio. Tangannya terjulur ingin mengambil potongan roti dan air mineral itu. Fitri sudah tidak sabar ingin segera mengisi perutnya dan membasahi kerongkongannya yang kering tak terbasahi air sedikitpun semenjak ia masuk ke tempat itu.
"Ets... tunggu dulu, gue nggak akan memberikan lu ini dengan cuma-cuma. layani gue penuhi hasrat gue yang sempat tertunda karena ulah lo yang sok Jagoan itu, baru setelah itu gue kasih ini dan gue akan membantu lo keluar dari tempat ini." kata Tio dengan bersemangat, berharap agar Fitri terpancing dengan ucapannya.