Axeline tumbuh dengan perasaan yang tidak terelakkan pada kakak sepupunya sendiri, Keynan. Namun, kebersamaan mereka terputus saat Keynan pergi ke luar negeri untuk melanjutkan pendidikannya.
Lima tahun berlalu, tapi tidak membuat perasaan Axeline berubah. Tapi, saat Keynan kembali, ia bukan lagi sosok yang sama. Sikapnya dingin, seolah memberi jarak di antara mereka.
Namun, semua berubah saat sebuah insiden membuat mereka terjebak dalam hubungan yang tidak seharusnya terjadi.
Sikap Keynan membuat Axeline memilih untuk menjauh, dan menjaga jarak dengan Keynan. Terlebih saat tahu, Keynan mempunyai kekasih. Dia ingin melupakan segalanya, tanpa mencari tahu kebenarannya, tanpa menyadari fakta yang sesungguhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
"Maaf, kami benar-benar tidak tahu bahwa Keynan dan Agnes memiliki hubungan serta berencana menikah. Keynan tidak pernah mengatakan apa pun selama ini. Aku sendiri baru tahu dari istriku bahwa Keynan memiliki teman wanita. Aku sungguh minta maaf, Tuan," ujar Keyvan dengan nada penuh penyesalan.
"Tidak apa-apa, Tuan. Seharusnya kami yang meminta maaf karena datang begitu mendadak," ujar Reno, ayah Agnes, dengan senyum simpul. "Putri kami sangat mencintai Keynan. Itu sebabnya, kami langsung datang menemui kalian." Setelah mengetahui bahwa putrinya menjalin hubungan dengan keluarga Dirgantara, tentu ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Itu sebabnya, mereka ingin segera meresmikan hubungan Agnes dan Keynan.
"Oh, begitu. Baiklah, karena Keynan sudah ada di sini, maka semua keputusan aku serahkan padanya," ujar Keyvan. Dia menahan senyum, merasa sedikit aneh dengan situasi saat ini. Kedatangan Agnes dan keluarganya begitu tiba-tiba, dan lebih mengejutkan lagi, mereka langsung membahas pertunangan Agnes dan Keynan.
Sejujurnya, ia merasa sedikit malu karena suasananya seolah seperti lamaran terbuka untuk putranya.
Keyvan menoleh, menatap putranya yang hanya diam dengan tatapan kosong. Ada sesuatu yang terasa janggal. "Keynan!" panggilnya, mencoba menarik perhatian sang putra.
Namun, Keynan tetap diam, seolah jiwanya mengembara entah ke mana.
"Keynan!" panggil Keyvan lagi, kali ini dengan nada lebih tegas.
Agnes tersenyum, lalu menggenggam lengan Keynan, mencoba menyadarkannya dari lamunan. Keynan akhirnya menoleh, tetapi wajahnya tetap tanpa ekspresi. Ia menatap Agnes sesaat, lalu mengalihkan pandangannya ke arah ayahnya.
"Terserah Daddy saja," jawabnya singkat.
Sontak, ruangan dipenuhi tawa ringan. Semua mengira Keynan baru saja memberikan persetujuan untuk pertunangan ini. Ya, semua kecuali Axeline.
Wanita itu tetap diam di tempatnya, kedua tangannya mengepal erat, dadanya terasa sesak. Baru saja, Keynan mengatakan ingin bersamanya. Baru saja, pria itu menyatakan cintanya. Dan sekarang? Dengan begitu mudahnya ia menyerahkan keputusan hidupnya kepada orang lain dan menerima pertunangan dengan Agnes? Apa begitu menyenangkan bisa mempermainkan perasaannya?
Axeline menghela napas panjang. Suara lirihnya terdengar cukup bagi Keynan untuk menyadari kehadirannya. Tatapannya yang kosong kini beralih, menatap Axeline dengan sorot mata yang lebih dalam. Ada sesuatu di sana, kerinduan, penyesalan, dan luka yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Nayya, yang memerhatikan mereka sejak awal, menyadari ada yang aneh. Ketika pertama kali Keynan datang bersama Axeline, ia melihat bagaimana tangan pria itu seolah enggan melepaskan genggaman Axeline. Dan sekarang, keduanya terlihat seperti dua insan yang saling mencintai, namun terjebak dalam situasi yang melukai mereka.
Begitu juga dengan Alexio. Entah mengapa, ada sesuatu yang membuatnya merasa tidak nyaman. Tatapan Keynan terhadap Axeline, cara mereka berinteraksi, semuanya terasa berbeda. Namun, ia mencoba berpikir positif. Walaupun, menurutnya sikap Keynan terhadap Axeline terlalu berlebihan untuk sekadar hubungan kakak-adik.
"Kalau begitu, kapan kira-kira pertunangan ini akan diadakan?" tanya Reno, tanpa basa-basi.
Keyvan berpikir sejenak. "Em, bagaimana jika satu minggu lagi? Bagaimanapun juga, ini terlalu mendadak bagi kami. Jadi ... "
"Aku tidak setuju."
Semua orang spontan menoleh ke arah Nayya, yang tiba-tiba bersuara lantang. Suasana yang tadi terasa nyaman kini berubah menjadi tegang.
"Maaf," ucap Nayya, memperbaiki nada suaranya. "Maksudku, aku tidak setuju jika pertunangan ini diadakan hanya dalam waktu satu minggu. Selain karena semuanya terlalu mendadak, hal baik bukankah seharusnya dipersiapkan dengan baik pula? Kalian pasti tahu siapa kami. Bagaimanapun juga, Agnes akan menjadi bagian dari keluarga kami. Jadi, kami harus memastikan semuanya berjalan sempurna."
Reno dan istrinya saling berpandangan. Mereka ingin pertunangan ini berlangsung secepat mungkin, tapi mereka juga tidak ingin terlihat terlalu memaksa dan meninggalkan kesan yang tidak baik.
"Baiklah, kami setuju," sahut Della. "Nyonya Nayya benar. Niat yang baik memang harus dipersiapkan dengan sebaik mungkin," ucapnya, meskipun tampak setuju, ada sedikit rasa tidak puas yang tersirat dalam nada suara Della.
Sementara yang lain hanya mengangguk tanda setuju tanpa ada yang menanggapi lebih jauh.
Di sisi lain, Axeline nampak masih terdiam. Pikirannya kacau, hatinya penuh luka. Dan Keynan? Pria itu tetap dalam dunianya sendiri, seolah-olah sedang berperang dengan perasaannya sendiri.
Setelah mencapai kesepakatan, Agnes dan kedua orang tuanya akhirnya berpamitan. Begitu juga dengan Alexio, yang bersiap untuk pulang bersama Keyra dan Axeline.
"Kenapa kalian tidak tinggal sebentar lagi? Aku masih ingin mengobrol dengan Keyra," ujar Nayya. Namun, tatapannya tidak beralih dari Axeline, yang sejak tadi hanya menunduk diam. Sementara, Keynan sudah lebih dulu masuk ke kamarnya, menghindari segala perbincangan.
Sebenarnya, alasan Nayya menahan mereka bukan sekadar ingin berbincang. Ia ingin memastikan sesuatu, atau lebih tepatnya, memberi kesempatan bagi Keynan dan Axeline untuk berbicara. Mungkin, dengan begitu ia akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka.
"Maaf, Kak. Kami harus pulang," jawab Keyra dengan senyum tipis. "Tapi kau tenang saja. Kami pasti akan membantu mempersiapkan pertunangan Keynan dan Agnes. Iya, kan, sayang?"
"Iya, Keyra benar," sahut Alexio, lalu melirik sekilas ke arah Keyvan. Bibirnya melengkung licik sebelum melanjutkan, "Lagipula, aku rasa kakak iparku ini butuh waktu untuk menerima kenyataan yang cukup mengejutkan ini."
Keyvan berdecak pelan. "Aku memang cukup terkejut, tapi ... ya, sudahlah. Yang terpenting, semuanya sudah selesai. Terima kasih sudah mendampingi kami," ujarnya santai.
Alexio hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Kalau begitu, kami pulang dulu, ya," pamit Keyra.
"Hati-hati," ujar Nayya.
Setelah pintu tertutup dan tamu terakhir meninggalkan rumah, suasana hening menyelimuti ruangan tersebut. Kini, hanya tersisa Keyvan dan Nayya.
Pria itu menatap istrinya dengan kening berkerut. "Sayang, kenapa tiba-tiba kau ingin pertunangan mereka diundur sebulan lagi? Aku pikir kau senang karena akhirnya kita akan segera mendapat cucu dari Keynan."
Nayya tersenyum kecil. "Tentu saja aku senang. Tapi ... aku merasa ada yang tidak beres, Sayang."
Keyvan menatapnya dengan rasa penasaran. "Apa maksudmu?"
Nayya menghela napas. Ia menatap suaminya dengan penuh arti sebelum berkata pelan, "Apa kau tidak sadar? Cara Keynan menatap Axeline, seperti ada sesuatu di antara mereka."
Keyvan terdiam sesaat, mengingat pertama kali Keynan datang bersama Axeline. Tidak ada yang aneh menurutnya karena sejak dulu Keynan dan Axeline sangat dekat.
"Kau terlalu berlebihan, sayang," ujar Keyvan seraya pergi dari sana, menuju ruang kerja. Apa yang terjadi hari ini benar-benar membuatnya terkejut. Bahkan, ia sampai harus menunda pekerjaannya.
"Tidak, Van. Aku sangat yakin ada sesuatu di antara mereka," gumam Nayya.