Dalam hidup, cinta dan dendam sering kali berdampingan, membentuk benang merah yang rumit. Lagu Dendam dan Cinta adalah sebuah novel yang menggali kedalaman perasaan manusia melalui kisah Amara, seseorang yang menyamar menjadi pengasuh anak di sebuah keluarga yang telah membuatnya kehilangan ayahnya.
Sebagai misi balas dendamnya, ia pun berhasil menikah dengan pewaris keluarga Laurent. Namun ia sendiri terjebak dalam dilema antara cinta sejati dan dendam yang terpatri.
Melalui kisah ini, pembaca akan diajak merasakan bagaimana perjalanan emosional yang penuh liku dapat membentuk identitas seseorang, serta bagaimana cinta sejati dapat mengubah arah hidup meskipun di tengah kegelapan.
Novel ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti sebenarnya dari cinta dan dampaknya terhadap kehidupan. Seiring dengan alunan suara biola Amara yang membuat pewaris keluarga Laurent jatuh hati, mari kita melangkah bersama ke dalam dunia yang pennuh dengan cinta, pengorbanan, dan kesempatan kedua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susri Yunita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21. Pertemuan Rahasia di Restoran Mewah
Amara menatap undangan bertuliskan "Restoran Privé". Surat itu diserahkan padanya pagi tadi oleh salah satu pelayan keluarga Laurent. Dia tidak tahu siapa yang memintanya datang, tapi ancaman tersirat dalam catatan kecil di dalamnya membuatnya tidak punya pilihan.
Saat ia tiba di restoran mewah itu, dua sosok yang familiar menunggunya di sebuah ruangan pribadi. Mereka adalah Tuan dan Nyonya Hart, orang tua Mia.
Nyonya Hart tersenyum dingin dan berkata, "Ah, Nona Amara. Senang akhirnya kita bisa berbicara langsung."
Amara menahan napas, tubuhnya terasa tegang. Ia duduk perlahan di kursi yang ditunjukkan.
Tuan Hart juga memulai pembicaraan tanpa banyak basa-basi, "Kami tahu kau wanita cerdas. Jadi mari langsung ke inti pembicaraan."
Nyonya Hart dengan dagu terangkat berkata, "Mia mencintai Dante, dan Dante adalah miliknya sejak awal. Kau pasti tahu itu, kan?"
"Saya... tidak tahu apa yang Anda maksud,” kata Amara masih tak percaya.
Tuan Hart nada mengancam menegaskan, "Jangan berpura-pura tidak tahu, Amara. Kau harus pergi dari kehidupan Dante. Kalau tidak, akibatnya tidak hanya menimpa dirimu."
Amara menegakkan tubuhnya, mencoba menunjukkan keberanian.
"Apa yang kalian inginkan?" katanya.
"Kami ingin kau menjauh dari Dante. Segera. Kalau kau tidak melakukannya, kami akan memastikan seluruh keluargamu menderita," ancam Nyonya Hart
"Kami tahu tentang keluargamu. Ibumu yang sakit jantung. Adikmu yang hidup dari beasiswa di universitas. Apa jadinya jika semua itu hilang? Bagaimana kalau mereka menjadi target karena keputusanmu?"
Amara menelan ludah, berusaha menyembunyikan gemetar tangannya.
"orang-orang macam kalian ini, memang tak pernah peduli tentang keadilan."
"Adil? Tidak ada yang adil dalam permainan ini, Nona Amara. Kau yang memilih masuk ke kehidupan keluarga Laurent. Dan sekarang kau akan menerima konsekuensinya." kata Nyonya Hart yang ditimpqli oleh Tuan Hart
"Oh, dan bukan hanya keluargamu yang akan menderita. Kau pasti tahu, Dante akan jadi sasaran berikutnya. Kalau kau tetap di sisinya, kami akan memastikan dia dijebloskan ke penjara atas kasus yang bahkan dia tidak tahu."
Amara tertegun. "Penjara?" katanya. Matanya terbelalak.
"Ya. Kami memiliki bukti untuk membuatnya terlihat bersalah. Dante bisa kehilangan segalanya. kebebasan, reputasi, bahkan keluarganya. Dan itu semua akan terjadi karena kau."
Amara merasa dunianya runtuh.
Tuan Hart menyeringai. "Bukankah itu yang kau inginkan? Melihat keluarga Laurent jatuh? Tapi ingat, keluargamu juga akan menjadi taruhannya. Jadi pikirkan baik-baik sebelum mengambil keputusan."
Nyonya Hart dengan senyum manis menambahkan, "Mia anak satu-satunya. Dia tidak bisa hidup tanpa Dante. Kau mengerti, kan? Kau adalah penghalang kebahagiaan kami."
Amara mengepalkan tangannya di bawah meja.
"Kalau saya setuju... kalian tidak akan menyentuh keluarga saya?"
"Selama kau melakukan apa yang kami minta, keluargamu akan aman. Tapi ingat, satu kesalahan kecil saja, dan kami tidak akan ragu untuk menghancurkan semuanya." Tuan Hart menanggapi.
"Kami akan datang ke rumah Laurent besok untuk membicarakan ini dengan Nyonya Laurent dan Dante. Tapi kami ingin kau yang pertama tahu. Jadi buat keputusan yang bijak, Nona Amara."
Amara berdiri, tangannya gemetar, tubuhnya begitu lemah. "Baik... saya mengerti."
"Bagus. Kami tahu kau akan melakukan hal yang benar." kata Tuan Hart.
Amara berjalan keluar dari restoran dengan hati hancur. Ia tahu ia harus melepaskan Dante, bahkan jika itu berarti menghancurkan hatinya sendiri.
----
Malam Itu Amara duduk di kamar dengan tatapan kosong. Bayangan ancaman keluarga Hart terus menghantuinya. Ia menatap ponselnya, ingin menghubungi Dante dan memberitahunya segalanya. Namun, ia tahu, melibatkan Dante hanya akan membuat keadaan semakin buruk.
Air mata jatuh perlahan di pipinya. Amara tahu, keputusan yang harus ia buat bukan tentang dirinya lagi, tetapi tentang melindungi semua orang yang ia cintai.
"Saya harus melakukannya," bisiknya pada diri sendiri, meskipun hatinya menjerit menolak.
Namun tak sampai di situ, Nyonya Laurent pun memanggil Amara keesokan harinya.
Wanita tua itu duduk di ruang kerjanya yang megah, dengan cahaya lampu kristal yang berkilauan di atas meja kayu mahoni besar. Amara berdiri di hadapannya, berusaha keras menahan gemetar di tangannya. Wajah Nyonya Laurent dingin, matanya penuh perhitungan, dan senyumnya mencerminkan kemenangan.
Nyonya Laurent dengan nada datar berkata, "Aku sudah cukup sabar denganmu, Amara. Tapi kau sepertinya tidak mengerti posisimu di sini."
Amara mengangkat dagu, "Apa lagi yang Anda inginkan dari saya?"
Nyonya Laurent meletakkan map berisi dokumen di atas meja, lalu mendorongnya ke arah Amara.
"Ini adalah bukti 'penggelapan dana' yang dilakukan mendiang ayahmu. Kau tahu ini palsu, aku tahu ini palsu. Tapi apa ibumu akan tahu?"
Amara merasakan jantungnya berhenti sejenak.
Amara tertekan. "Anda tidak akan berani melakukan itu."
Nyonya Laurent berdiri, berjalan mengitari meja, lalu berdiri tepat di depan Amara.
Nyonya Laurent mengancam, "Oh, apa yang tidak berani kulakukan? Bahkan orangku sudah berdiri di depan rumah ibumu sekarang. Tinggal satu panggilan, dan dokumen itu akan sampai ke tangannya. Apa kau tahu apa yang akan terjadi pada wanita dengan kondisi jantung seperti dia?"
Amara menutup mulutnya dengan tangan, matanya mulai memerah.
"Anda tidak perlu melakukan ini... Saya akan melakukan apa pun yang Anda minta."
Nyonya Laurent tersenyum dingin. "Bagus. Maka kau harus meyakinkan Dante untuk menceraikanmu. Dan pastikan dia memilih Mia. Kalau tidak..."
Amara menunduk, air matanya jatuh tanpa suara. Ternyata dirinya sedang dirundung sekawanan elang. Ia tahu Nyonya Laurent dan orang tua Mia tidak akan ragu menghancurkan hidupnya, keluarganya, bahkan Dante sekalipun.
"Saya mengerti."
Nyonya Laurent menambahkan "Oh, dan satu hal lagi. Kau mungkin berpikir bisa menghindar, tapi jangan lupa, Dante juga bisa terancam masuk penjara. Orang tua Mia memiliki bukti transaksi ilegal dari masa laluku yang melibatkan bisnis keluarga. Jika aku tidak menikahkan Dante dengan Mia, keluargaku dan Dante akan hancur. Jadi, kau akan menyelamatkan semua orang dengan mengorbankan dirimu. Itu terdengar seperti sesuatu yang kau sukai, bukan?"
Amara tidak menanggapi karena terlalu lemah, ia meninggalkan ruangan itu dengan hati yang hancur bertubi-tubi. Atas kehendak Nyonya Laurent itu, ia menemui Dante hari itu juga.
---
Amara berdiri di taman kota yang sepi, menunggu Dante datang. Udara sore terasa dingin, dan matanya terus mencari sosok pria yang ia cintai, namun harus ia lepaskan. Ketika akhirnya Dante muncul, ia tampak tergesa-gesa, wajahnya penuh harapan.
Dante tersenyum padanya. "Kau ingin bertemu denganku di sini? Aku tidak percaya kau akhirnya ingin bicara."
Amara menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata. Ia harus melakukannya dengan dingin, meskipun hatinya hancur.
"Kita perlu bicara, Dante"
Dante mendekat dan berkata, "Tentu. Apa ini tentang kita? Kau tahu, aku ingin memperbaiki semuanya."
Amara menggeleng pelan, lalu memandang Dante dengan tatapan yang mencoba tidak berperasaan.
"Tidak ada yang perlu diperbaiki, Dante. Aku ingin kita bercerai."
bersambung..