NovelToon NovelToon
Kau Rebut Calon Suami Ibuku, Kurebut Suamimu

Kau Rebut Calon Suami Ibuku, Kurebut Suamimu

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia / Pelakor / Identitas Tersembunyi
Popularitas:15.8k
Nilai: 5
Nama Author: ila akbar

‎Menjalin hubungan dengan pria lajang ❌
‎Menjalin hubungan dengan duda ❌
‎Menjalin hubungan dengan suami orang ✅
‎Mawar tak peduli. Bumi mungkin adalah suami dari tantenya, tapi bagi Mawar, pria itu adalah milik ibunya—calon ayah tirinya jika saja pernikahan itu dulu terjadi. Hak yang telah dirampas. Dan ia berjanji akan mengambilnya kembali, meskipun harus... bermain api.


Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ila akbar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

“M-Mawar?!” serunya, suaranya terdengar setengah tercekik. Panik, ia langsung menarik jarinya dengan kasar yang kini masih asyik bermain-main dengan liar di bagian aset terpenting Mawar.

“Aww! Ssst...!” Mawar meringis, tangannya mengusap bagian tubuhnya yang terasa nyeri. Ia lalu menatap Bumi dengan ekspresi setengah mengeluh, setengah menggoda.

“Pak Bumi, tariknya pelan-pelaaaan… Sakit, tahuuu!” rengeknya dengan nada manja, bibirnya mengerucut, seolah sama sekali tak terganggu dengan situasi yang baru saja terjadi.

Bumi langsung menatap dirinya dan Mawar yang masih terbaring di ranjang, sama-sama telanjang. Panik merayapi tubuhnya. Dengan gerakan cepat, ia langsung meraih pakaiannya dan mengenakannya kembali.

“Kamu sudah gila, Mawar!” suaranya rendah, tapi tajam menusuk. Tatapannya penuh amarah dan ketidakpercayaan. “Kamu menjebakku?!”

Mawar, yang juga sedang mengenakan kembali pakaiannya—tak lagi memakai lingerie pemberian Lusi—terperanjat mendengar tuduhan itu. Amarahnya langsung tersulut.

“M-menjebak? Maksudnya?!” suaranya meninggi, matanya menatap Bumi dengan tajam.

Bumi balas menatapnya penuh kecurigaan. “Iya! Kamu menjebakku! Apa urusanmu ada di sini? Kenapa kamu memakai pakaian Lusi?!” Suaranya dingin, penuh tuduhan. “Jangan-jangan… ini memang rencana kamu dari awal?” lanjutnya, rahangnya mengatup keras. “Pantas saja, dari awal kamu terus berusaha menggodaku!”

Mawar mengembuskan napas kasar, lalu tersenyum miring—kesal sekaligus tak percaya dengan tuduhan Bumi. Ia mengalihkan pandangannya sejenak, berusaha meredam emosinya, sebelum akhirnya berdiri tegak di hadapan pria itu.

“Pak Bumi!” suaranya bergetar, penuh amarah yang ia tahan. “Mawar ada di kamar ini karena Ibu Lusi sendiri yang meminta Mawar menjaga Raya! Raya takut tidur sendiri! Dan baju ini...” Ia menunjuk lingerie merah yang kini tergeletak di atas ranjang. “Ini juga Ibu Lusi yang kasih! Mawar sama sekali nggak tahu kalau ini semua bakal terjadi!”

Namun, tatapan Bumi tetap dingin. Keraguan masih tersirat jelas di wajahnya.

Mawar semakin geram. Tangannya mengepal, dadanya naik turun menahan emosi yang meluap. “Pak Bumi, yang seharusnya marah itu Mawar! Mawar! Bukan Bapak!”

“Dasar laki-laki kasar nggak punya perasaan!” suaranya meninggi, tak peduli lagi bahwa ia berbicara dengan majikannya.

Dengan gerakan kasar, Mawar meraih lingerie merah yang tergeletak di ranjang. Tapi bukannya dibawa, ia justru membantingnya kembali ke kasur dengan ekspresi kesal. “Iiiihhh! Dasar ngeselin!” Tanpa menoleh sedikit pun, ia melangkah keluar.

Bumi tetap berdiri di tempatnya, menatap pintu yang baru saja dibanting Mawar. Lingerie merah itu masih tergeletak di atas ranjang, menjadi saksi kekacauan yang baru saja terjadi.

Ia meremas wajahnya, matanya terpejam erat. Hatinya semakin gelisah saat mengingat kejadian tadi.

“Ya Tuhan…” gumamnya lirih. “Apa yang baru saja aku lakukan?”

Dibantingnya tubuh ke atas ranjang, tangannya mengusap wajahnya sendiri, seolah ingin menghapus semua kejadian tadi.

Namun, bukan hanya kejadian itu yang menghantui pikirannya. Ada sesuatu yang lain—sesuatu yang lebih mengganggunya.

Perasaan itu.

Sentuhan itu.

Bibirnya menegang saat ia menyadari betapa tubuhnya masih mengingat semua yang terjadi.

Dan itu membuatnya semakin pusing.

Sial.

Lusi.

Bumi segera meraih ponselnya dan berulang kali mencoba menghubungi Lusi. Namun, tak ada jawaban. Nomor istrinya tidak aktif, dan ponsel yang tertinggal di kamar sudah mati kehabisan baterai.

Hingga akhirnya, sebuah panggilan masuk dari nomor asing.

“Mas?” Suara Lusi terdengar di seberang sana, terdengar biasa saja, seolah tak ada yang perlu dikhawatirkan.

“Maaf, tadi aku buru-buru ada pemotretan. Handphone-ku ketinggalan di rumah,” jelasnya tanpa rasa bersalah. “Tapi tenang aja, aku sudah minta Mawar buat menjaga dan menemani Raya tidur. Mereka tidur di kamar kita, Mas. Tadi Raya ketiduran di sana.”

Lusi berbicara dengan begitu ringan, tanpa sadar sedikit pun tentang apa yang baru saja terjadi. Tanpa prasangka, tanpa curiga. Baginya, Mawar hanyalah seorang anak jalanan yang ia tampung. Gadis itu tidak akan pernah cukup berharga untuk menarik perhatian seorang pria sekelas Bumi. Mawar bukan level suaminya.

Dan Lusi pun tidak pernah khawatir. Tidak pernah takut.

Karena selama ini, ia mengenal Bumi lebih dari siapa pun. Suaminya adalah pria setia yang tak pernah berbuat macam-macam. Tidak pernah bermain di belakangnya. Tidak pernah mengkhianatinya.

Kepercayaan itu begitu besar.

Begitu besar, hingga Lusi bahkan lupa bahwa seorang pria pun bisa merasa kesepian dan merasa diabaikan.

Bumi mengepalkan tangannya semakin erat. Lagi-lagi, ia bukan prioritas bagi istrinya. Lagi-lagi, Lusi lupa akan janjinya—janji yang seharusnya ia tepati malam ini—janji untuk menghabiskan malam bersama di atas ranjang.

Tapi tiba-tiba, sesuatu menghantam kesadarannya.

Jantungnya seperti berhenti berdetak sesaat. Tuduhan yang tadi ia lontarkan kepada Mawar berputar kembali di kepalanya.

Tatapannya beralih ke ranjang, ke lingerie merah yang masih tergeletak di sana—saksi bisu kesalahpahamannya.

Lalu, matanya bergerak ke arah pintu yang tadi ditinggalkan Mawar dengan amarah.

Jadi... Mawar tidak berbohong?

Jadi, dia benar-benar hanya menjaga Raya?

Jadi, akulah yang salah paham?

Bumi mengusap wajahnya sekali lagi, kali ini lebih kasar. Sialan!

Bagaimana bisa ia menuduh Mawar seperti itu?

Bagaimana bisa ia begitu mudah terpancing emosi dan menyerangnya tanpa berpikir panjang?

Bagaimana bisa ia… terseret dalam situasi itu?

Bumi menghela napas dalam, memijit pelipisnya yang berdenyut. Malam ini benar-benar membuat kepalanya hampir pecah.

***

Sementara itu, di kamar Mawar…

Mawar duduk di atas kasurnya dengan tangan terlipat di dada, bibirnya mengerucut manja. Ia masih cemberut, tetapi di balik itu ada kemarahan yang belum sepenuhnya mereda.

“Dasar Om Bumi! Laki-laki nggak punya perasaan! Yang seharusnya marah itu Mawar, bukan dia! Ngeselin banget sih!” gerutunya sambil menghentakkan kakinya ke lantai dengan kesal.

Hampir semalam suntuk ia mengomel sendiri, mengulang-ulang ucapan tadi dengan penuh kejengkelan.

Namun, di sela-sela omelannya, wajahnya tiba-tiba terasa panas. Bayangan kejadian tadi kembali berputar di benaknya—sentuhan hangat, dekapan erat, dan suara rendah Bumi yang memanggil sayang saat bibirnya menyentuh kulitnya.

Seketika jantungnya berdebar.

Mawar menggigit bibirnya pelan, matanya berkilat dengan perasaan campur aduk.

“Ugh! Ngeselin!” gerutunya lagi. Tapi kali ini, ada semburat merah di pipinya. Bibirnya tetap cemberut, tapi tanpa sadar… ada senyuman kecil yang terselip di sana. Manis, aneh, dan—entah kenapa—nikmat.

Di sisi lain, di kamar Bumi…

Bumi duduk di tepi ranjang, satu tangan mengusap wajahnya sementara tangan lainnya mengurut pelipis yang berdenyut. Malam ini benar-benar membuatnya hampir gila.

Ia seharusnya marah. Seharusnya kesal. Tapi yang tersisa di dadanya hanyalah kegelisahan yang terus menghantuinya.

Bayangan Mawar dalam balutan lingerie itu terus berkelebat di pikirannya, sama seperti sensasi kulit lembut yang sempat ia sentuh.

Sial.

Bumi mengembuskan napas panjang, menutup matanya erat.

“Mawar…” gumamnya pelan, tanpa sadar.

Dan di saat yang sama, di kamar sebelah, nama itu juga terlintas di benak Mawar. “Om Bumi...”

Mawar merengek pelan, “Iiiihhhh!” ia membenamkan wajahnya ke bantal.

“Kenapa jadi kepikiran terus, sih?!”

###

Coment, ya, guys... buat nyemangati author😊

Nanti tak kasih double up,

1
kalea rizuky
lanjut yg banyak penasaran endingnya jangan ampe qm. terbawa perasaan mawar inget dendam mu ke lusi
kalea rizuky
lanjut
Memyr 67
𝖽𝖺𝗁 𝖺𝗄𝗎 𝗄𝗈𝗆𝖾𝗇, 𝗍𝖾𝗋𝗎𝗌𝗄𝖺𝗇 𝗉𝖺𝗇𝖺𝗌𝗇𝗒𝖺, 𝗁𝗈𝗍 𝗅𝖾𝗏𝖾𝗅 50
Oppo A54
iya
Uni Kamri
aku suka novel genre begini yg ada sugar daddy nya
Nittha Nethol
gimana sih ceritanya
Ila Akbar 🇮🇩: Maaf, salah update bab🙏
total 1 replies
Aliya
perasaan bab yg ini udah deh ko balik lagi sih apa perasaan aku aja
Ila Akbar 🇮🇩: Maaf, salah update bab 🙏
total 1 replies
Aliya
thor lama banget sih up nya
Yuki Kim
ditunggu selanjutnya thor
siti Syamsiar
jgn ngambek thor. lg seru ini om bumi mulai bucin🤗
Aliya
lanjut dong thor jangan lama²
Dila Dilabeladila
wihhhhhhhh, lanjut atuh jangan naggung bikin penasaran endingnya
Aliya
lama amat sih thor
Nittha Nethol
lamaa
Aqilah Azzahra
semangat kak
Ila Akbar 🇮🇩: ♥️♥️♥️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!