NovelToon NovelToon
CINTA ANTARA DUA AGAMA

CINTA ANTARA DUA AGAMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta
Popularitas:346
Nilai: 5
Nama Author: MUTMAINNAH Innah

Kamu anak tuhan dan aku hamba Allah. Bagaimana mungkin aku menjadi makmum dari seseorang yang tidak sujud pada tuhanku? Tetapi, jika memang kita tidak berjodoh, kenapa dengan rasa ini...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MUTMAINNAH Innah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 9

Mengenalmu dari buku itu. Aku nggak hanya tahu kisahmu, tapi juga makanan favoritmu, tempat kesukaanmu dan kebiasaanmu. Semua di ceritakan di sana dan dari situlah kekaguman ini berasal. Bahkan aku nggak pernah merespon wanita mana pun karna aku berharap suatu hari kita bisa bertemu dan saling mengobati luka yang sama-sama tertanam di hati kita," paparnya.

"Tapi kita tidak seiman," lirihku.

Andai saja seiman, aku tentu mau menerimanya. Lalu kukenalkan pada abi, dan jika abi langsung menikahkanku dengannya pun aku mau. Sejauh ini, dia begitu baik, mapan, tampan, hanya perbedaan agama ini saja yang jadi alasan untuk menolaknya.

"Percayalah, takkan kurebut kamu dari tuhanmu," ucapnya sungguh-sungguh.

"Tapi dalam agamaku, tidak boleh menikah dengan laki-laki yang berbeda agama. Karna dalam islam, laki-laki adalah imam dan wanita adalah makmumnya. Makmum harus patuh dan tunduk pada perintah imamnya. Karna itulah, wanita harus hati-hati dalam memilih imamnya. Tidak boleh berbeda agama. Karna imam yang di cari wanita islam adalah orang yang bisa mendekatkannya pada Tuhannya."

"Aku mengerti," lirihnya.

"Jadi, kita tidak mungkin bersama," ucapku lagi. Kebahagiaan yang tadi sempat singgah kini berganti jadi duka. Aku sudah tidak bisa berkata apapun lagi sampai dia merespon ucapanku.

"Andai aku muslim, apakah kamu mau jadi istriku?" tanyanya mengagetkanku.

Istri? Ya! Aku nggak salah dengar kalau barusan dia menyebut istri. Apa dia seserius itu?

"Kita baru mengenal, kamu seyakin apa padaku?" tanyaku.

"Sudah kukatakan, aku sudah mengenalmu dari buku itu. Di tambah lagi setelah mengetahui media sosialmu, dengan obrolan kita selama ini. Semuanya membuatku yakin. Kamu orang baik," tuturnya.

Dia benar! Aku orang baik. Bahkan tidak ada dendam di hatiku ketika Risty sahabatku diam-diam jadian dengan Gilang, pacarku.

Aku memaafkannya bahkan sebelum dia memintaya, dan hingga kini kita masih berhubungan baik.

"Tapi aku belum tahu banyak tentangmu," elakku walaupun sebenarnya hatiku juga mengatakan bahwa aku mau dengannya.

"Kamu ingin tau apa lagi tentangku? Akan kujelaskan," sahutnya.

Aku seperti kehilangan pikiranku sendiri. Bahkan, aku nggak tahu harus menanyakan apa lagi padanya. Aku lalu mengalihkan pandanganku ke pantai yang ada di depan sana. Mencoba menenangkan pikiran yang seolah buntu dan tidak berfungsi lagi.

Ayo Nayla! Katakan sesuatu. Apalagi yang harus kutanyakan padanya sementara hatiku memang ada rasa padanya. Bahkan saat pertemuan pertama di cafe itu. Harusnya kebohongannya itu bisa membuat rasa ini pudar. Tetapi, kenapa tidak? Apa aku sudah dibutakan cinta untuk ke dua kalinya? Dia adalah orang pertama yang bisa menggetarkan hatiku lagi setelah kebahagiaanku hilang ditelan seorang Gilang.

"Kamu mengininkan sosok seperti apa untuk jadi imammu?" Belum sempat kujawab pertanyaannya, dia sudah melontarkan pertanyaan baru lagi.

"Yang pastinya seiman, agar bisa meluruskan langkahku jika salah, membimbingku ketika aku kehilangan arah, dan yang pasti, bisa mendekatkanku pada Allah," jawabku.

"Itu saja? Tanyanya sambil terus menatapku yang masih menatap laut. "Pasti ada kriteria lain, nggak mungkin hanya itu saja," imbuhnya lagi.

"Ya, aku ingin dia bertanggung jawab, bisa menerima kedua orang tuaku, dia harus setia, penyayang, hanya itu saja." Aku menengok ke arahnya.

"Jika aku pidah agama, semua kriteria itu sudah ada padaku. Apakah kamu tidak menolakku jika aku beragama Islam?" tatapan dan ucapannya semakin serius.

"Ya," sahutku mantap. Aku nggak ingin melewatkan kesempatan ini jika memang dia musim.

Klaim

Nggak mudah bagi seseorang untuk meninggalkan agamanya. Karna setelah itu bisa jadi dia tidak hanya akan kehilangan agamanya saja. Tetapi bisa jadi keluarganya, bahkan orang-orang di sekitarnya. Jika dia memang seserius itu padaku, untuk apa aku terus-terusan menyembunyikan perasaanku yang sebenarnya juga ada untuknya?

Kami sama-sama terdiam. Entah apa kini yang ada di pikirannya. Pikiranku juga sedang melayang ke rumah. Bersama umi dan abi. Kuharap restu mereka ada untuk kami berdua. Jangan sampai, ketika Jasson sudah pidah agama, umi dan abi tidak setuju dengan hubungan ini.

"Sebelum aku pidah agama, izinkan aku menemui orang tuamu dulu. Bagaimana? Hanya ini permintaanku," ucapnya kemudian.

Ternyata pikiranku sama dengannya. Aku pun ingin menyarankan itu.

"Ya, itu lebih baik. Tapi apakah benar? Secepat itu kamu berpikir akan pindah agama?" tanyaku memastikan.

"Aku memikirkan ini sudah sejak lama. Mantan kekasihku juga muslim. Hubunganku dengannya juga berakhir karna perbedaam keyakinan. Saat itu nggak pernah terpikir olehku untuk pindah agama. Tapi kehilangannya ternyata membuatku benar-benar sakit sesakit-sakitnya. Apalagi tidak lama setelah hubungan itu berakhir, dia dijodohkan oleh orang tuanya," paparnya dengan mata menerawang. Terlihat jelas kesedihan dan kekecewaan kini berpadu di wajahnya.

"Kamu mengenalnya di mana?" tanyaku penasaran.

"Di kampus," sahutnya.

"Kamu kuliah?" tanyaku lagi.

"Dulunya, sejak putus dengannya aku sudah tidak pernah menempuh kampus itu lagi. Masalahkah bagimu jika aku hanya berijazah SMA sedangkan kamu sarjana?" tanyanya.

"Sebenarnya tidak, karna ijazah hanyalah formalitas bahwa seseorang sudah menamatkan satu jenjang pendidikan. Sebenarnya kita bisa belajar di mana pun. Bahkan yang paling berharga adalah pelajaranhidup. Yang materinya tidak di ajarkan di pendidikan formal." Aku berusaha meyakinkannya setelah dia berhasil meyakinkanku.

"Terima kasih, dua hal yang kutakutkan tidak di terima olehmu, pertama agamaku, kedua pendidikanku." Bibirnya sedikit melengkung mengucapkan itu.

"Yang penting kamu punya penghasilan untuk menafkahi keluarga, itu saja," sambungku lagi.

"Aku bekerja, jangan khawatirkan itu," ucapnya.

"Aku tahu," sahutku sambil tersenyum, menahan tawa karna mengingat aku sudah dapat bocoran dari satpam di cafenya.

"Tahu dari siapa?" tanyanya tertawa kecil sambil merobah posisi duduknya makin menghadap ke arahku.

Aku tertawa, suasana pun jadi cair seketika

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!