"Mas, besok jadwal kontrol Revan. Kamu punya waktu untuk nganterin aku 'kan?" tanya Azzura pada sang suami.
"Tidak bisa, aku besok ada urusan," jawab Rio ketus
"Tapi, Mas. Sungguh aku repot bila pergi sendirian. Bahkan untuk makan saja aku tidak bisa," jawab Zura masih meminta pengertian lelaki itu.
"Aku bilang tidak bisa ya tidak bisa! Kalau kamu kerepotan, yasudah, kamu tidak perlu membawa anak itu lagi ke rumah sakit. Lagipula percuma saja ngabisin uangku saja!" bentak lelaki itu dengan bicaranya yang menyakiti relung hati Zura.
Ya, sejak kelahiran anak pertama mereka yang diagnosa cerebral palsy, maka dari sanalah dimulainya hubungan pasangan itu tak harmonis. Rio selalu saja menyalahkan Zura karena telah memberikannya keturunan yang tidak sempurna.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Risnawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana liburan
Semua mata tertuju pada Zurra. Umi beralih pada Zaf untuk meminta penjelasan.
"Ah, Zurra kemarilah," panggil Zaf.
Zurra hanya mengangguk, dengan langkah ragu ia mendekati keluarga Dokter itu. Jantungnya berdegup tak karuan. Sungguh ia merasa minder sangat tidak percaya diri berada di tengah-tengah keluarga terpandang itu.
"Assalamualaikum, Umi," ucapnya sembari menyalami tangan wanita baya itu dengan ramah.
"Wa'alaikumsalam, siapa nama kamu, Nak?" tanya Umi tersenyum di balik niqabnya.
"Nama saya, Zurra." Wanita itu kembali menyalami keluarga yang lainnya. Terakhir pada Abi Zico yang sedari tadi memperhatikannya.
Zurra hanya menangkup kedua telapak tangannya dengan senyum ramah pada Pria matang itu. Terlihat sekali wajah Zafran adalah fotocopy lelaki itu. Walaupun sudah tak muda lagi, tetapi sisa ketampanannya masih segar di pandangan.
"Ini anak kamu?" tanya Abi menatap Revan yang masih berada dalam gendongan Zurra.
"Iya, Abi," jawab Zurra dengan senyum lembutnya. Wanita itu berusaha untuk tetap tenang meskipun rasa nervous begitu mengaduk hatinya.
"Apakah kita akan bicara seperti ini? Ayo kita duduk," ajak Umi membawa semua orang untuk duduk di ruang tamu.
"Ayo, Zurra," ajak Zafran sembari mengambil Revan dari gendongannya.
"Dok, biar saya aja," tolak Zurra merasa tidak enak.
"Tidak apa-apa, ayo cepatlah. Zurra, kamu harus mengiyakan segala ucapanku ya," bisik Zaf di telinga wanita itu.
"Maksud, Dokter?" tanya Zurra memelankan suaranya.
"Aku akan mengatakan yang sejujurnya pada Abi dan Umi. Jadi kamu tidak perlu menyangkal apapun nantinya," jelas Zaf.
"Ta-tapi..."
"Sudahlah, ayo sekarang kita ikut bergabung dengan mereka," Zaf membawa Zurra untuk bergabung dengan orangtuanya.
Zurra dan Zafran segera menuju ke ruang tamu untuk bergabung bersama dengan keluarganya. Sementara itu Umi masih sibuk ngobrol dengan Tante Vera.
"Zahira, apakah Zaf sudah menikah?" tanya Tante Vera.
"Hah? Belum, kenapa kamu bicara seperti itu?" tanya Umi dengan senyuman.
"Tapi siapakah Zurra?"
"Entahlah, aku belum tahu bagaimana cerita dari mereka."
Tak berselang lama pasangan itu sudah duduk bersama mereka. Zafran tampak tenang sembari menimang Revan.
"Hei, bayi tampan. Siapa nama kamu?" ucap Zhera menoel pipi Revan.
"Ayo kita kenalan dulu Tante cantik, tapi syaratnya Tante harus gendong aku," ucap Zaf menirukan suara anak kecil. Ia memberikan Revan pada Zhera.
"Hahaha... Baiklah, ayo gendong sama kakak."
"Eh, jangan panggil Kakak. Tapi panggil Tante," timpal lelaki itu kembali.
Zhera menatap Abangnya dengan lama. "Ah, Yaya, aku tahu apa yang ada dalam pikiran anda Pak Dokter," cibir Zhera. "Baiklah, bayi tampan. Ayo sini gendong sama Tante cantik plus baik hati," ucap gadis itu dengan kekehannya.
Umi dan yang lainnya hanya mengamati kedua kakak beradik itu. Kini tatapan mereka kembali fokus pada Zaf dan Zurra.
"Boleh Umi tahu, ada hubungan apa kamu dan Zurra?" tanya Umi membuka percakapan.
"Revan ini adalah pasien aku, Umi. Dan keberadaan mereka disini ada suatu alasan yang tidak bisa aku jelaskan disini," jawab Zaf dengan tenang.
"Baiklah, Abi paham. Sebaiknya kita jangan bahas hal itu sekarang. Kini kembali ke rencana awal kita, yaitu untuk liburan," ucap Abi. "Kebetulan Abi sedang cuti beberapa hari. Lagipula Abi sudah bosan selalu terkurung di pulau. Apakah kamu mau ikut bersama kita untuk liburan?" tanya Abi pada putranya.
"Benar, Bang. Apakah kamu mau ikut bareng kita? Kebetulan Humaira dan Tante Vera juga ikut. Jadi seru bisa liburan bersama," sambung Umi.
"Ah, tapi Zurra?"
"Saya disini saja, Dok," potong Zurra dengan cepat. Tentu saja dia tahu diri.
"Jangan, Zurra. Ikut saja bareng kita Umi, kita senang kok bisa pergi rame-rame. Sekalian hilangin stress. Kamu pasti butuh suasana baru 'kan?" ucap Umi tampak mengerti.
"Iya Kak, ayo ikut bareng kita," tetiba Humaira ikut mengeluarkan suaranya yang terdengar sangat merdu.
Zurra mengangkat wajahnya menatap mata indah itu. Suaranya sangat lembut, tentu saja wajahnya sangat cantik.
"Ayolah Kak Zurra, kayaknya asyik liburan bareng," timpal Zhera.
Zurra menatap Zafran, lelaki itu segera mengangguk memberi isyarat bahwa ia sangat setuju bila dirinya ikut.
"Ta-tapi, saya takut merepotkan. Maklum Revan bukan bayi normal, akan lebih baik saya disini saja," ucap Zurra yang masih enggan. Ia lebih nyaman dirumah saja.
"Tidak apa-apa, Zurra, Umi paham akan hal itu. Kamu tidak perlu merasa sungkan. Umi dan yang lainnya tidak merasa di repotkan," jawab Umi.
"Benar, Zurra. Ayolah ikut. Kamu tidak perlu khawatir soal Revan. Nanti Abi suruh Zaf mencarikan seorang perawat ikut bersama kita," sambung Abi.
"Ah tidak perlu, Abi. Baiklah, biar saya saja yang mengurus Revan," tolak Zurra dengan cepat.
"Baiklah, kalau begitu sudah deal kita sepakat ya," ucap Abi.
"Oke, deal!" jawab Zafran dengan senyum senang saat Zurra mengiyakan ajakan mereka.
"Alhamdulillah ternyata Umi dan Abi bisa menerima Zurra dan Revan dengan baik. Semoga saja nanti saat aku mengatakan yang sebenarnya, mereka masih bisa menerima Zurra dengan tulus," gumam Zafran dalam hati.
"Jadi kita mau kemana, nih?" tanya Zaf pada keluarganya.
"Abi sudah menghubungi Om Adri dan Tante Mila, rencananya kita akan liburan ke kampung Tante Mila yang ada di Sumatra barat," jelas Abi.
"Om Adri?" tanya Zaf.
"Ya, kamu suka wisata laut dan gunung kan?" sambung Umi.
"Iya, apakah Rayyan ikut?" tanya Zaf sedikit sensi dengan sahabatnya itu.
"Kata Tante Mila Rayy sedang ada tugas yang tidak bisa di tinggalkan."
"Syukurlah," jawab Zaf tampak tenang.
"Kenapa kamu bicara seperti itu? Bukannya seharusnya kamu senang bila sahabatmu itu bisa ikut bersama kita?" tanya Umi heran.
"Ah, Bu-bukan begitu maksud aku, Umi. Tapi memang sekarang Rayy sedang sibuk dengan tugasnya." Zafran berusaha untuk tersenyum.
"Baiklah, kalau begitu besok pagi kita berangkat. Sekarang kita istirahat dulu," ucap Abi menginterupsi.
Umi meminta Para Art untuk menyiapkan kamar untuk Tante Vera dan Humaira. Dan juga meminta art masak yang banyak untuk makan malam bersama. Karena nanti ada tamu yang akan datang.
Zurra tak tinggal diam, ia ikut bergabung bersama Art untuk menyediakan makan malam. Tentu saja wanita itu sangat tahu diri. Ia tak ingin merasa besar kepala. Sadar sekali siapa dirinya di keluarga itu.
"Zurra, kamu disini?" ucap Umi menghampiri Zurra yang sedang merajang bahan-bahan masakan itu.
"Ah, iya, Umi," jawabnya tersenyum ramah.
"Kamu pintar masak?"
"Tidak juga pintar, Umi. Tapi bisa," jawabnya merendah
Umi duduk di kursi yang berhadapan dengan Zurra. Wanita baya itu mengamati dengan seksama. "Zurra, boleh Umi tanyakan sesuatu?"
"Boleh, Umi," jawab wanita itu tersenyum lembut.
"Apakah kamu masih mempunyai suami?"
Bersambung....
NB. Untuk para raeder yang rasanya tidak berminat dengan novel ini, author sangat memohon agar tak memberi bom like. Karena tadi ada satu yang memberi bom like tanpa membaca terlebih dahulu. Tolong, jika tidak suka lebih baik di skip saja🙏🙏 Ini sudah dua puluh bab. Jika nanti tidak memenuhi retensi, maka author tidak akan lanjut lagi. Terimakasih banyak untuk raeder yang sudah memberi dukungan 🙏🤗🥰
Happy reading 🥰